Friday, June 18, 2010

Antara Cinta dan Benci part 4



Monday, September 29, 2008
Memasuki Sarang Python

Diceritakan kembali oleh Satoto Kusasi



Bab 1

Kakak dan adik mempunyai kesempatan untuk merundingkan strategi pertempuran melawan tentara Wulansari. Akuwu Wengker mengadakan pembicaraan rahasia dengan Putri Sekarpandanwangi, bagaimana caranya mengalahkan tentara Wulansari;
Lebih dari itu mereka juga membicarakan rencana membunuh Pangeran Sora Mahisa sebagai balas dendam akan kematian ayah mereka.

“Apakah engkau masih mencintai kekasihmu, Pangeran Sora Mahisa, wahai kakak-ku Putri Sekar?”

“Aku tidak lagi mencintai dia, bahkan membencinya.  Yang ada didalam benakku hanyalah rencana pembunuhan terhadap dirinya.”

“Sekarang aku merasa lega; Jadi kita akan bersama-sama berjuang melawan dia. Aku sendiri berputus-asa dikarenakan aku dan pasukanku tidak sanggup lagi berperang langsung berhadap-hdapan. Jumlah pasukan ku terlampau sedikit.

Aku menyesalkan sikap ayah dan Patih yang tidak mendukung usahaku didalam merekrut prajurit-prajurit baru, waktu dulu. Bahkan aku pada waktu itu disangka ingin menjadi Raja.”

“Sudahlah, aku atas nama ayah menyampaikan maaf atas kesalahan ayah. Untuk menebus kesalahan itu, aku akan menyampaikan strategi ku untuk membunuh Pangeran Sora Mahisa.”

“Sampaikkanlah, bagaimana caranya.”

“Kebetulan ada rombongan pengungsi. Aku akan menjadi salah satu pengungsi; Maka aku akan menyamar menjadi rakyat jelata diantara mereka. Semoga Brahma Narendra Gupta tidak mengenalku dan tidak seorangpun yang mengenal aku.

Rombongan akan melalui desa Kedungsongo, markas musuh. Aku akan berpura-pura kesasar kehilangan arah jalan; Dan kemudian aku akan sengaja memasuki markas itu. Justru aku mengharap mereka akan menangkap aku.   Semoga aku masih dilindungi oleh Para Dewa dan semoga juga Sora Mahisa masih mencintai diriku, sehingga aku tidak akan disiksa dan dibunuh oleh mereka, bahkan aku diperkenankan untuk dapat tinggal di markas mereka.

Suatu malam yang telah kurencanakan, aku akan menyelinap memasuki tendanya dan menancapkan keris ini ke dadanya;  Sama halnya seperti yang telah dia pernah lakukan terhadap ayah kita.
Keris ini adalah keris yang dipakai oleh dia sewaktu membunuh ayah kita.”

 Akuwu Wengker memberikan penilaian, “Itu suatu rencana yang baik sekali, aku setuju. Akan tetapi beberapa kali engkau mengatakan kata ‘semoga’.
Jadi itu mengandung arti bahwa rencanamu tidak aman.  Engkau memasuki daerah yang sangat berbahaya yang mana nyawamu terancam.”

Putri menjawab, “Bahkan aku akan rela berkorban nyawa demi Kerajaan Medang.”

“Kalau begitu aku harus turut serta bersama-mu untuk menjaga keselamatanmu.”

“Tidak bisa adikku ! Engkau adalah pimpinan pejuang yang sudah dikenal oleh musuh.  Siapa yang tidak mengenal Akuwu Wengker ?.
 Sifat kerahasiaan dari rencanaku akan mudah terbongkar, karena ada engkau disampingku.

Hanya Para Dewa yang akan turut besertaku. Dan aku akan bergantung pada sepotong tali, ‘tali cinta’.
Bila dia sudah tidak lagi mencintai ku, maka tali itu akan putus;  Aku akan jatuh dan mati.  Aku rela mati demi Kerajaan Medang.”

Akuwu kembali memberi penilaian, “Aku masih heran dan tidak mengerti apa mau-mu;  Bagaimana engkau mau bergantung pada ‘tali cinta’, sementara itu engkau mengatakan membenci dan merencanakan pembunuhan terhadapnya.”

“Aku pun tidak mengerti apa mau-nya si Sora itu.  Disatu pihak dia mencintai aku, bahkan tergila-gila dengan kecantikan-ku, akan tetapi dia telah tega menghina aku dengan membunuh ayah ku.

Apa yang telah diperbuat oleh si Sora jahanam, aku pun akan meniru-nya.  Aku akan pura-pura menerima cintanya kembali, akan tetapi rencana kita untuk suatu pembunuhan terhadap dirinya, akan terus berjalan.  Aku akan menjadi pelacur, khusus untuk dirinya.   Ingatlah Sora, nyawa harus dibayar dengan nyawa.!”

“Gemetar seluruh tubuhku,mendengar ancaman mu terhadap bekas kekasihmu.” Kata Akuwu Wengker.

Rombongan pengungsi semakin panjang dan lebar; anak Negeri dari Jati Wengker akan bergabung dengan kawan-kawannya dari Ibu Kota Medang; Dan direncanakan akan bersatu dengan rombongan pengungsi lain dari Ibu Kota Majapahit dan juga Kerajaan Blambangan, di Timur jauh dekat Pulau Bali.

Brahma Narendra Gupta, pertapa yang penuh Kharisma, memimpin rombongan Para Pengungsi.  Dia berpidato, “Marilah ikut didalam barisan, daripada engkau mati kelaparan tanpa usaha mencari makanan. Pulau Bali adalah tempat tinggal Para Dewa, disana ada makanan untuk mu.
Perjalanan kita akan dikawal oleh Para Dewa menuju kerumahnya di Bali. Jadi kita tidak perlu takut menghadapi tentara Wulansari.”

“HURAY HURAY MARI KAWAN-KAWAN KITA MENUJU PULAU BALI.”

Rombongan berjalan perlahan-lahan, dikarenakan banyak wanita, anak-anak dan orang tua.

Sementara itu Ki Manjangan beserta sepuluh prajurit Wengker mendapat tugas rahasia dari Komandan Akuwu Wengker, untuk menjaga keselamatan Putri Sekarpandanwangi. Sementara itu, Putri tidak perlu tau akan adanya pengawalan istimewa itu; Dan memang Putri Sekar  tidakmau ditemani oleh siapapun.

Ki Manjangann berlari-lari diatara para pengungsi guna menemui Brahma Narendra. Dia memperkirakan, rombongan akan melalui Kedungsongo, markas musuh.
Ini akan menjadi masalah besar;  Sangat bebahaya bagi keselamatan semua pengungsi.

“Brahma, tolong engkau perintahkan mereka agar menjauhi Kedungsongo, belokan barisan kekiri, masuk kedalam hutan.”  Ki Manjangan memohon kepada Brama Narendra Gupta.

“Barisan ini bukan barisan militer yang mudah di komando-i,  tetapi barisan orang tua dan wamita dan juga anak-anak.
 Apalagi engkau suruh mereka memasuki  hutan, pastilah mereka akan ketakutan.” Jawab Brahma.

“Benar juga; Jadi aku harus bagaimana?
Pastilah akan ada banyak korban dari pengungsi yang akan dibunuh oleh tentara Wulansari,  tentara yang kejam.”  Ki Manjangan memberikan ulasan.

Perkiraan Ki Manjangan tidak meleset; beberapa saat kemudian tampak tentara Wulansari menghadang ditengah jalan dengan sikap angkuh.
Dan bahkan Sora Mahisa turut serta bersama mereka didalam penghadangan. Akan tetapi dia akan membujuk rakyat Medang untuk pulang ke rumah masing-masing.

Pengungsian rakyat ke pulau Bali memang ditentang oleh Raja Wulansari.  Sungguh benar dugaan Putri didalam pidatonya bahwa jika rakyat Medang pergi, maka tidak seorang pun yang akan membayar pajak; Raja akan mendapatkan tanah kosong tanpa penghuni, sehingga perang yang dilancarkan olehnya adalah perang yang sia-sia.

Sementara itu Putri merasa senang dengan situasi yang sedang terjadi, seolah-olah Dewa memberikan jalan kepadanya; Ini adalah kesempatan untuk dia dapat masuk kedalam markas musuh.
Dia membiarkan rambutnya tidak terurus, muka hitam karena arang dan baju yang dikenakan adalah baju yang sudah tua dan koyak-koyak.  Sehingga tak ada orang yang dapat mengenali dirinya.

Pangeran Sora Mahisa berpidato dimuka para pengungsi, “Hai rakyat Kerajaan Medang, engkau adalah orang-orang bebas; Kami tidak akan lagi menggangu kalian. Oleh sebab itu, pulanglah kalian kerumah masing-masing. Bekerjalah seperti biasa.  Bahkan kami akan membela kalian apabila ada perusuh, perampok atau orang jahat yang akan mengganggu kalian, percayalah!”

Seorang anak kecil berteriak, “Rumah kami telah dibakar oleh engkau; Kami tidak mempunyai rumah lagi.”

Seorang tua juga berteriak, “Kami perlu makan, makanan kami habis dan sekarang kami akan pergi ke pulau Bali untuk mencari makanan.”

Seorang anak yang lain ikut berteriak, “Kedua orang tua kami telah engkau bunuh, jadi buat apa tinggal ditempat yang tidak aman seperti ini.”

Pangeran Sora Mahisa menjadi hilang kesabarannya; dia memberi isyarat dengan tangannya; itu berarti serang dengan panah .

Tiba-tiba, seorang tua renta jatuh terpanah. Kemudian seorang wanita juga tewas seketika tertembus panah didadanya. Seorang anak kecil menjerit keras karena perutnya tertembus panah.

Semua anggota rombongan terdiam tidak ada yang berkomentar lagi. Mereka hanya ber doa dalam hati, memohon pertolongan Para Dewa yang dipercaya ikut mengawal mereka.

Tak lama kemudian, seorang perempuan jelek keluar dari barisan;  Dia berlari-lari menuju kuda Sora Mahisa dan kemudian duduk bersimpuh dimuka kudanya; Kelihatan dia sangat memelas, penuh iba.

“Wahai Raja yang menang perang !; Akulah pimpinan rombongan pengungsi ini. Biarkanlah mereka berlalu. Engkau boleh menahan aku sebagai ganti kebebasan mereka; Aku akan menjadi pengganti nyawa mereka.
Aku adalah Putri Sekarpandanwangi, Ratu yang kalah perang.”

“Apa? Putri Sekar, engkau kah? Benarkah engkau Putri Sekarpandanwangi?” Tanya Sora Mahisa dengan penuh harapan.

“Ya memang benar,  aku-lah Putri Sekarpandanwangi; Aku sekarang menyerah kalah kepadamu, akan tetapi bebaskan rakyat ku untuk berlalu.”

Sora Mahisa turun dari kudanya, menghampiri kekasihnya, ikut berlutut didepannya dan mencium keningnya, “Oh Dewa, terimakasih aku dapat menjumpai kekasihku kembali. Marilah Sekar, engkau adalah kekasihku yang hilang.”

Putri berdoa didalam hati, “Oh Dewa, nasibku kupertaruhkan; Selamatkan lah aku ya Dewa; Nyawaku sekarang bergantung pada seutas tali, tali cinta.”

Pangeran Sora Mahisa kembali berpidato, “Wahai rakyat Medang, engkau dapat berlalu hingga ke pulau Bali.
Akan tetapi pimpinanmu, Putri Sekarpandanwangi akan menjadi tamuku yang istimewa, dikarenakan dia adalah kekasihku.”

Tidak ada tepuk-tangan dan sorak-soray atau huray-huray. Semua diam membisu penuh rasa takut yang mencekam. Mereka mulai melangkah perlahan-lahan dan kemudian dipercepat.
Semua orang takut dengan prajurit Wulansari yang terkenal kejam; Bagaimana caranya dia membunuh manusia, bagaikan membunuh semut-semut.

Didalam hati mereka menduga-duga, “Siapa wanita jelek dan gila yang mengaku-ngaku sebagai Putri Sekarpandanwangi ?.
Tapi kenyataannya Pangeran Sora mau mengakui dia sebagai kekasihnya.”

Sementara itu Ki Manjangan beserta anak buahnya menjadi putus asa setelah Putri Sekar dibawa oleh Sora masuk kedalam markasnya. Mereka masuk kedalam hutan, berpisah dengan rombongan pengungsi.


Bab 2

Putri Sekarpandanwangi betul-betul ditangkap oleh dua serdadu dan dibawa kedalam ruang interograsi.  Hal ini memang menjadi prosedur militer Wulansari

Keduanya menggeledah seluruh bawaannya dan tubuhnya. Mereka menemukan sebilah keris yang ditaruh dibalik baju Putri Sekar.

Prosedur militer harus dijalankan walaupun dia adalah kekasih-nya komandan.

Sementara itu, Pangeran Sora Mahisa sedang gundah gulana, pikirannya kacau; bagaimana dia harus mempertanggung jawabkan pembunuhan ayah kekasihnya, Raja Ribut Sakti.   Jika sekiranya, Raja itu tidak ada hubungan dengan dirinya, maka semua akan berjalan lancar; Akan tetapi Raja adalah calon mertua-nya sendiri;  Sudah barang tentu akan menjadi masalah besar buat dirinya.

Seorang prajurit melaporkan, “Kami menemukan senjata dibalik bajunya. Ini sebilah keris.”

“Baik, engkau boleh undur diri.”  Kata Sora.

“Tuan, hati-hati dengan dia, pasti dia mempunyai maksud yang tidak baik terhadap Tuan;   Dengan ditemukannya sebilah keris pada dirinya, maka sudah pasti dia berencana akan  membunuh Tuan.”

Sora Mahisa memegang keris yang diberikan pengawalnya, “Ini adalah kerisku yang pernah kugunakan untuk membunuh ayahnya.”

Dia termenung sedih, dia menyalahkan dirinya, “Mengapa aku harus membunuh ayah dari kekasihku. Alangkah bodohnya aku, bukankah aku bisa menugaskan Boyo Pitu untuk melaksanakan tugas itu.

Tidak juga itu sesuatu yang lebih baik. Sudah pasti aku juga yang harus bertanggung jawab, karena aku adalah atasan Boyo Pitu.”

Dia terus termenung dan nampaknya dia menderita tekanan jiwa; Nampaknya dia akan bunuh diri dimuka kekasihnya untuk mempertanggung jawabkan pembunuhan Raja Medang.

“Tidak ada jalan lain untuk membuat dia percaya bahwa aku benar-benar mencintainya, selain dari bunuh diri didepan dirinya.”  Pada akhirnya timbul tekad pada diri Sora untuk bunuh diri, sebagai bukti akan cinta murni terhadap kekasihnya.

Dia memegang keris itu, melangkah menuju kamar tahanan Putri dan berhenti dimuka kamarnya. Empat pengawal berlari mengikuti dia. Mereka takut Pangerannya akan dibunuh oleh Putri.

Sementara itu Putri ketakutan dikarenakan kerisnya telah diketemukan; Itu berarti maksud tujuannya sudah diketahui oleh mereka, ingin membunuh Sora.

“Inilah akhir riwayat hidupku. Ya Dewa jika tidak ada pertolongan darimu, aku akan tewas sebentar lagi.   Harapanku adalah tali cinta yang masih kuat dan tidak rapuh untuk aku dapat berpegangan hingga tidak jatuh.”

Pintu kamarnya dibuka orang, cahaya memasuki kamarnya, terlihat bayang-bayang seseorang sedang membawa keris dimuka pintu.   Hati Putri Sekar berdegup keras; Dia dalam keadaan berputus asa, dan menyerah kalah.

“Wahai kekasihku, gunakanlah keris ini untuk membunuh ku sekarang juga. Kata-kata terakhir dariku adalah aku benar-benar mencintaimu.” Dia, Sora Mahisa menyorongkan gagang keris kehadapan kekasihnya.

Putri Sekar tekejut; bukan dia yang akan dibunuh tetapi sebaliknya dia minta dibunuh.   Putri Sekar sempat berdialog dengan Para Dewa didalam hati, “Oh Dewa, beginikah caramu menolong aku?  Oh Dewa terimakasih kuucapkan kepadamu.”

“Wahai Raja yang menang, seharusnya engkau membunuh aku, bukan sebaliknya. Aku adalah Ratu yang kalah dalam peperangan, nasibku ada ditanganmu.”

“Aku mencintaimu dengan sesungguhnya. Aku tau bahwa engkau akan menyangkal; dimana ada kekasih yang membunuh calon ayah mertuanya sendiri. Itulah aku dan aku mempunyai alasan yang tidak dapat diterima oleh akal siapapun. Maka dari itu aku menginginkan kematian.  Kematian yang datang dari tanganmu sendiri.”

“Apa alasanmu yang tidak dapat diterima oleh akal?”

“Pembunuhan itu adalah tugas dari ayahku, agar aku membunuh Raja musuh-nya, Raja Ribut Sakti.”

“Mengapa engkau tidak menolak tugas itu?”

“Jika tidak, maka aku akan dibunuh sebagai penghianat Bangsa.”

“Mana ada seorang ayah yang tega mau membunuh anaknya sendiri.  Engkau sudah berbohong Sora, benar kan?”

“Itu lah yang kumaksud dengan ‘alasan yang tidak dapat diterima oleh akal’.
Didalam perang yang kejam dan brutal seperti ini, sesungguhnya hal itu dapat saja terjadi; Bahkan itu telah terjadi pada diriku sendiri.

Aku menyesali nasibku, oleh sebab itu bunuhlah aku sekarang juga. Aku hanya ingin engkau tau sebelum aku mati,  bahwa aku sangat mencintaimu.”

“Apakah engkau akan ikut menyetuju-i kehendakku,  jika aku berencana akan membunuh ayahmu? Karena dia lah kira-nya tokoh dibelakang pembunuhan ayahku.”

“ Rencanamu sangat baik; Bukan hanya setuju, tetapi aku akan ikut membantu rencana itu.
Akan tetapi rencana Itu bagaikan anak ayam yang akan membunuh seekor ular python; Seolah tidak akan mungkin terlaksana.”

“Akan tetapi anak ayam itu akan dibantu oleh seekor singa jantan, yaitu engkau yang akan membantuku. Maukah engkau membantuku?”

“Aku akan membantu mu dengan sekuat tenaga dan pikiran.”

“Sungguh? Jika begitu engkau telah menyatakan dirimu sebagai penghianat, penghianat Raja-mu dan Kerajaanmu sendiri.   Betulkah begitu keadaan-mu sekarang wahai Sora Mahisa ku ?”

“Aku mencintai Negeriku, tetapi tidak Raja, ayahku.
 Aku akan ikut dengan rencanamu dengan tujuan menghentikan perang gila ini.”

“Terimakasih Sora Mahisa.  Jadi engkau telah menyadari bahwa tindakanmu membunuh banyak orang dari rakyat Medang adalah keliru.”

“Semakin lama, ayahku berkuasa, maka akan semakin banyak korban yang jatuh, jadi tugasku sekarang adalah menghentikan semua ini.”  Kata Sora Mahisa.

“Baiklah, engkau bukan seorang penghianat, tetapi pejuang pembela keadilan; keadilan bagi siapa pun.   Jika begitu kita akan sejalan dan kita dapat bekerja-sama.”

Putri Sekarpandanwangi berdoa didalam hati, “Oh Dewa, terimakasih atas pertolonganmu. Rencana-ku untuk membunuh Sora Mahisa, sekarang sudah berkurang limapuluh persen. Dan bahkan aku harus terus bergantung pada tali cinta. Oh Dewa jangan lah engkau putuskan tali cinta itu, nyawaku tergantung pada keutuhan tali itu, tempat aku berpegangan agar tidak jatuh.”

“Putri Sekar, maukah engkau kembali mencintai diriku sepertisemula ?
Sungguh aku tadi menderita tekanan jiwa sehingga aku ingin bunuh diri.
 Hanya dirimu lah yang dapat menjadi obat penawar sakit ku.”

Tidak ada jawaban dari Putri Sekar. Dia bahkan memperlihatkan muka yang cemberut dan menjadi lebih buruk rupa; Lebih buruk dari pada wanita gila yang mengaku sebagai Putri Sekarpandanwangi.

Pangeran Sora Mahisa bertepuk tangan dua kali untuk memanggil pengawalnya. Kemudian dia berbisik kepada pengawalnya .
Tak lama kemudian, datanglah beberapa dayang yang membawa baju-baju baru, kosmetik dan bermacam-macam wangi-wangian. Putri dibawa oleh mereka untuk dikemas dan dihias kembali, agar cantik  seperti semula.

Putri Sekarpandanwangi kembali kehadapan Sora Mahisa seperti sediakala, cantik dan mempersona dan juga penuh kharismatik. Pangeran Sora Mahisa sangat bangga kepada kekasihnya.
Pangeran menggandeng Putri Sekarpandanwangi untuk diperkenalkan kepada staf militer pembantunya.  Tampaknya semua jajaran militer Wulansari setuju dengan sepsang merpati tersebut, sekalipun Putri Sekar adalah ‘musuh’.   Pangeran berbahagia dan membanggakan Putri kepada bawahannya  Dia yang memang cantik jelita.

Dia berencana membuat pesta di markasnya, merayakan pertemuan kembali dengan kekasihnya.
Keesokan harinya pesta itu diadakan, semua serdadu Wulansari beserta perwiranya berkumpul untuk melihat kekasih Komandannya.

Sementara, Putri Sekarpandanwangi tidak turut gembira, karena terpikir olehnya bahwa dia sekarang berada di markas musuh besarnya, tempat yang sesungguhnya tidak aman.

Yang menjadi buah ke-cemasan-nya ialah bahwa dia telah mengungkapkan rencananya untuk membunuh pimpinan tertinggi mereka, Raja Wulansari. Walaupun itu diungkapkan hanya kepada kekasihnya di dalam ruang tertutup.
Akan tetapi dinding kamar selalu mempunyai telinga.

Ternyata apa yang ada dibenak Putri, juga telah dipikirkan oleh Pangeran Sora Mahisa.  Sesungguhnya Sora juga merasa cemas; Dia mengetahui betul akan sifat ayahandanya yang kejam.
Bahkan pasukan mata-mata Raja sebetulnya ada dimana-mana, disamping mata-mata yang khusus bekerja untuk diri Mahisa.

Sora Mahisa merencanakan suatu tempat persembunyian kepada Putri Sekar, “Engkau harus segera ku sembunyikan di suatu tempat yang aman dari jengkauan si ular python. Aku yakin agen rahasia Raja sudah bekerja melaporkan hal nya engkau; Dan sudah barang tentu si ular python merasa lapar hendak menelan anak ayam. 
Engkau sudah tau kata-kata sandiku, si ular python, anak ayam dan singa;  Engkau sendiri yang mengatakan kata sandi itu.”

“Jadi aku harus bagaimana? Lekas sembunyikan aku!”

“Aku akan mengatakan kepada laskarku, bahwa kita berdua akan menikah di Kuteprabu; oleh sebab itu aku mengajukan cuti selama dua minggu yang sebenarnya waktu dua minggu itu akan kugunakan menyembunyikan engkau.
Kita akan pergi ke dusun Watukumpul, suatu tempat yang aman di ujung utara Kerajaan  Wulansari.”

Pangeran Sora Mahisa menggandeng tangan kekasihnya; dia tersenyum kepada semua orang; nampaknya dia bangga dengan kekasihnya.

“Saudara-saudara, hari ini adalah hari yang bahagia bagiku dan juga bagi Putri Sekarpandanwangi. Aku sudah lama berkenalan dengan Putri Kerajaan Medang dan sekarang aku dan dia berencana untuk menikah di Kuteprabu. Oleh sebab itu aku minta cuti selama dua minggu guna keperluan dimaksud. Pimpinan laskar aku serahkan kepada Penyewu Boyo Pitu.

Hari ini adalah hari yang bahagia jadi marilah kita berpesta semeriah-meriahnya; selamat!”

Putri Sekarpandanwangi tidak terlalu gembira, terlebih setelah Sora Mahisa mengumumkan bahwa dia akan menikahi dirinya.
Bagaimana mungkin seseorang yang telah membunuh ayahnya, tetapi sekarang akan menjadi suaminya.   Tidak mungkin!  Tidak mungkin !  Tidak mungkin !
Akan tetapi dia harus tetap bersandiwara; Bahkan, Putri Sekar sudah bertekad untuk menjadi pelacur, khusus bagi diri Sora Mahisa.

Putri Sekar berpikir didalam hati, “Dia tidak mengatakan yang sebenarnya kepada para hadirin bahwa dia telah membunuh ayah kekasihnya sendiri.
Jika saja dia berterus terang mengatakannya, maka dia dapat dipercaya sebagai orang yang jujur.”

Hari itu semua laskar tidak bekerja tetapi makan dan minum sepuasnya. Sebaliknya, para pengungsi menderita kelaparan, kehausan dan kelelahan. Banyak diantara mereka yang mati ditengah jalan.
Itulah hukum perang, yang menang bergembira dan yang kalah bersedih hati.

Dipagi buta, sebuah kereta kencana berangkat menuju perbatasan utara dan terus menuju ke Ibukota Kuteprabu dari Kerajaan Wulansari. Penumpangnya hanya dua orang, Pangeran Sora Mahisa dan Putri Sekar. Nampaknya mereka tergesa-gesa dan sangat rahasia.

Ditengah jalan, Pangeran Sora Mahisa mencoba menghibur kekasihnya dengan bernyanyi atau bercerita akan hal yang lucu-lucu; Akan tetapi Putri tetap diam saja. Dia berbeda dengan Putri yang dulu, sewaktu ada di Kaputren Istana Medang; Bahkan waktu itu, dia lah yang lebih aktif mengungkapkan perasaan cintanya kepada Sora Mahisa.

Sementara itu, Raja Wulansari, Prabu Girindrawardana masih berada di medan tempur di Majapahit. Istana Trowulan sudah diduduki dan Keluarga Istana Kerajaan melarikan diri masuk kedalam hutan.  Dia mendapatkan kemenangan mutlak;  Akan tetapi semua penduduknya bersiap-siap menjadi pengungsi, sama hal-nya dengan penduduk Kerajaan Medang.

Seorang agen rahasia Raja melaporkan,”Baginda, Pangeran Sora Mahisa akan menikah dengan Putri Raja Ribut Sakti yaitu Putri Sekarpandanwangi, dalam minggu ini. Tempat pernikahannya adalah di Istana Kuteprabu.”

Mendengar berita yang ‘miring’ Raja Girindrawardana sangat marah, “Apa? Kurangajar anak itu. Beraninya melangkahi ayahnya. Pada hal dia sudah kujodohkan dengan seorang gadis baik-baik pilihanku.

Biarkan saja, tapi engkau harus mengikuti kemana dia pergi;  Dimana dia bertempat tinggal terakhir.   Kita akan sudahi riwayatnya.”

Pada akhirnya, Sora dan Sekar sampai di Istana Kuteprabu dengan selamat. Semua staf Istana menyambut kedatangannya dengan suka cita. Pangeran Sora perlu mengadakan rapat singkat dan kemudian istirahat sebenetar. Sementara Putri juga beristirahat di kaputren.

Putri berpikir didalam hati, “Aku sekarang benar-benar berada di sarang ular python; Didalam kamar ini,aku berada sendiri tanpa kawan dan keadaan ku sekarang penuh dengan mara-bahaya yang dapat merengut nyawaku.
Aku hanya menggantungkan nasibku pada cinta Sora Mahisa.”

Seorang pengawal memberitahukan kepada Sora Mahisa bahwa Raja Girindrawardana akan pulang kembali, besok lusa.

Sora Mahisa terkejut mendengar laporan itu.
Dia berpikir didalam hati, “Mengapa dia pulang secepat itu ? Apakah dia sudah menerima laporan dari agen rahasianya akan halnya aku dan kekasihku yang akan menikah;  Oleh seba itu, dia cepat-cepat pulang, untuk menghukum aku dan kekasihku  ?
Benar-benar ayahku terlalu jauh ikut campur tangan didalam urusan pribadiku.

Akan tetapi, aku memang telah mengundang seorang serdadu musuh untuk masuk kedalam markas ku, bahkan Istana ayahku, disaat pertempuran sedang berkecamuk.
Dia hanya lah serdadu wanita yang bersenjatakan sebilah keris; Dan keris itu pun hasil pinjaman dariku. 
Tidak ! Dia bukan musuh, tetapi seorang kekasih.

Dan bagaimana aku sendiri ?  Aku sudah mengungkapkan kepada dia untuk membantunya didalam rencana pembunuhan ular python. Sekarang kaki kiriku melangkah di Kerajaan Medang, sementara kaki kanan ku masih tertinggal di Kerajaan Wulansari.

Malam ini adalah malam kesempatan bagiku untuk mengungkapkan rasa cintaku dan membangkitkan rasa cintanya seperti dulu.
Satu-satunya malam yang dapat kugunakan, sebelum besok lusa si ular python akan datang.”

Pada suatu taman yang indah di Istana Kuteprabu, kedua sejoli sedang asyik memadu cinta. Tapi sayang dari pihak wanita, PutriSekarpandanwangi  tidak begitu berminat untuk menanggapinya.

Pangeran Sora Mahisa melantunkan sebuah lagu kenangan yang waktu itu sedang populer; Sewaktu dia untuk pertama kalinya mengungkapkan cintanya.

Justru, Putri menangis setelah mendengarkan lagu itu. Pangeran Sora Mahisa menjadi bingung dibuatnya.
“Mengapa engkau menangis kekasihku?”  Sora Mahisa bertanya.

“Lagu itu mengingatkan kenangan mesra ku bersamamu; Akan tetapi semua itu sudah sirna tanpa bekas sama sekali. Aku teringat kamarku di gedung Kaputren, tetapi itu sudah habis terbakar; Engkau lah yang membakarnya. Aku teringat ayahku, tetapi dia sudah mati dan engkau lah yang membunuhnya.”

Pangeran Sora Mahisa sekarang ikut menangis, tersedu-sedu.

“Hai mengapa engkau turut menangis? Tidak sepantasnya Raja yang menang ikut menangis, tetapi Ratu yang kalah.”

“Janganlah engkau menyalahkan aku terus menerus, wahai Putri ku yang cantik; Raja Girindrawardana adalah penyebab semua petaka ini. Dikarenakan, rakyatnya dan juga aku, tidak dapat mengatakan tidak kepadanya.”

Suasana taman hening, kedua insan itu putus pembicaraan.
Akhirnya Putri melantunkan sepotong puisi,

Engkau datang bagai Rama menemui Sinta
Engkau begitu gagah dan cemerlang
Engkau bagaikan bulan diantara bintang-bintang
Tiba-tiba engkau menghilang ditelan gerhana
Dimanakah engkau sekarang?

“Aku disini sayang, gerhana hanya berlangsung beberapa menit saja; kemudian bulan yang engkau rindukan kembali lagi bersinar.”

“Kanda, aku sesungguhnya takut dengan suasana Istana ini. Aku menyadari bahwa tempat ini adalah sarang ular python, sedangkan aku adalah machluk yang lemah, hanya seekor anak ayam. Cepat kanda, sembunyikan aku, agar dia tidak memangsa aku.”

Pangeran pergi berkeliling taman.

“Apa yang engkau lakukan kanda?”

“Aku memeriksa kalau-kalau ada orang yang ikut mendengarkan pembicaraan kita.
Nah malam ini juga engkau akan diantar ke dusun Watukumpul. Engkau akan diterima oleh Kromo, kepala dusun dan berdiam dirumahnya selama perang berlangsung. Kromo adalah sahabatku.”

“Terimakasih kanda.”

Putri Sekarpandanwangi berpikir didalam hati, “Rencanaku semula untuk membunuh Sora, sekarang sudah berkurang sebanyak tujuh puluh lima persen; Bahkan aku semakin kuat memegang tali cinta dikarenakan ular python selalu mengancam aku.
Sekarang si singa jantan benar-benar telah membuktikan janjinya untuk menolong aku.”

Pagi dini hari, sebuah kereta yang berisi seorang wanita dan dikawal oleh sepuluh prajurit berkuda Wulansari, berangkat menuju dusun Watukumpul diujung utara Negeri Wulansari.

Perjalanan memakan waktu selama satu hari penuh dan sampailah Putri dirumah Kromo, kepala dusun.

Putri merasa bahagia karena dia ditempatkan disuatu dusun yang sunyi, jauh dari medan tempur. Terlebih sambutan dari tuan rumahpun menyenangkan.

(Bersambung)

No comments: