Tuesday, July 29, 2008

Pendiri Kerajaan Majapahit (Bagian 1)

Kisah Seorang Pengembara

Diceritakan kembali oleh Satoto Kusasi



Prolog

“Siapakah Raja pertama Kerajaan Majapahit?”
Ibu Guru yang mengajar sejarah bertanya kepada muridnya.

“Raden Wijaya.” Betul.

“Siapakah Raden Wijaya itu?”

“Dia adalah menantu Raja Kertanegara dari Kerajaan Singosari.” Betul

“Siapakah ayah dari Raden Wijaya?”

“Nah, yang ini saya tidak tau bu Guru. Tolong diceritakan bu Guru.”

“Baiklah anak-anak, Ibu Guru akan bercerita; tetapi karena ceritanya terlalu panjang, maka Ibu akan menceritakan dirumah-ku saja, sambil minum teh.”

Ibu Guru itu adalah nenek-ku.



Bab 1

Seorang pemuda cakap sedang santai menikmati hidangan disebuah warung makan. Warung itu banyak dikunjungi pelanggan. Dia berbeda dari pengunjung yang lain, karena pakaiannya adalah pakaian khas Sunda dan senjata yang dibawa adalah kujang.

Dia memang dari Jawa Barat, datang hanya untuk tamasya di Kerajaan Singosari. Sekarang berada di kota pelabuhan Tuban. Dia baru saja datang.

Tiba-tiba, semua orang berlari keluar rumah makan itu, kelihatannya mereka ketakutan. Karena telah datang serombongan perampok yang dipimpin oleh kepala perampok yang bernama Kolo Gondo Mayit. Seorang perampok sadis yang sangat ditakuti. Dia biasa membunuh korbannya seperti membunuh semut.

Kolo menggandeng seorang gadis cantik; tetapi mukanya pucat ketakutan. Pastilah gadis itu juga korban perampokan dan pastilah dia akan diperkosa.
Sang pemuda tadi yang bernama Rakeyan ikut keluar rumah dan bersembunyi disemak-semak, menanti para perampok itu untuk duduk dan makan. Dia tahu nama perampok dari keterangan seorang pengunjung.

“Aku tidak bisa tinggal diam; aku harus melepaskan gadis itu dari mara bahaya. Ya Dewa-Dewa, tolonglah aku dalam menegakkan keadilan.” Pikir Rakeyan; kemudian dia mempersiapkan senjatanya.

Kolo berteriak, “Hai pelayan, sediakan tujuh porsi makanan, cepat!”

Para pelayan jadi ketakutan dan tergesa-gesa menyediakan makanan pesanan para perampok. Dia ber-enam dan menjadi tujuh dengan gadis korbannya.

Lima perampok anak buahnya bercakap-cakap dengan suara keras; nampaknya mereka baru saja berhasil merampok rumah seorang pedagang permata dengan sukses, bahkan berhasil membawa lari anak gadisnya yang cantik.

Si gadis berdoa didalam hatinya, “Ya para Dewa, tolonglah aku yang sedang dianiaya oleh orang-orang busuk ini.”
Dia menyerah dan pasrah akan nasibnya kepada para perampok itu.

Tiba-tiba, pintu warung itu dibuka paksa dengan tendangan kaki; Rakeyan masuk dengan panah yang siap dilepaskan. Tiga anak panah dilepas berturut-turut, maka tiga perampok itu mati tertembus anak panah.
Dua yang lain segera maju bersenjata tombak dan pedang. Rakeyan mengelak serangan tombak, bahkan dia dapat menangkap tombak itu, ditarik dan siperampok yang memegang tombak itu terjerembab, jatuh didepan Rakeyan. Segera Rakeyan menusukan tombaknya ke punggungnya; matilah dia.
Temannya segera lari ketakutan.

Sekarang tinggal si Kolo Gondo Mayit dan gadis korbannya.
Tiba-tiba Kolo memeluk sang gadis, menghunus pedangnya dan menempelkan mata pedang itu keleher si gadis, “Jika engkau maju lagi selangkah, aku akan bunuh gadis ini.”

Rakeyan mundur dua langkah, “Kolo, marilah kita mengadakan perjanjian damai, engkau boleh pergi bebas dan aku tidak akan mengganggu mu lagi; akan tetapi lepaskan-lah gadis itu.”

“Engkau tidak berhak ikut campur tangan dalam rumah tangga ku, dia adalah istriku.”

Sang gadis menjadi lebih pucat mukanya; diperkirakan dia pingsan. Mungkin saja dia tidak makan dan tidak minum selama menjadi tawanan si Kolo.

Sekarang habis sudah upaya melepaskan gadis itu. Akan tetapi doa si gadis telah didengar oleh para Dewa; karena dari pintu kearah dapur keluar seseorang dengan keris ditangan; dia diam-diam mendekati Kolo dari arah belakang. Kolo tidak menyadari bahwa ada musuh dari arah dapur.

Dengan cepat kerisnya ditusukan kepinggang Kolo. Kolo berteriak kesakitan, melepaskan gadis itu dan terkulai mati.

Rakeyan dengan sigap menangkap sang gadis yang mau jatuh. Si Gadis tertangkap didalam pelukannya, “Oh Dewa, apakah engkau mau memberikan gadis cantik ini untuk menjadi istriku? Terimakasih Dewa, semoga benar adanya.”

Si penolong benama Rama. Dia adalah tamtama di militer Singosari yang bertugas menjaga keselamatan Keluarga Kerajaan.

“Terimakasih atas pertolonganmu kawan.” Rakeyan berkata kepada Rama.

“Seharusnya aku yang berterimakasih kepadamu, bukan engkau. Karena aku adalah prajurit Kerajaan Singosari yang mempunyai tugas untuk menjaga keselamatan Keluarga Kerajaan.”

“Baiklah, aku sedang menolong kamu.”

“Terimakasih, sekarang engkau boleh pergi.”

Merah padam muka Rakeyan, karena seolah-olah dia diusir pergi.”

Sementara itu banyak orang yang menonton diluar warung. Mereka menyerbu untuk menemui Rakeyan dan memberi selamat, “Hidup pahlawan kita.”

“Seharusnya kawan kita itu yang engkau beri selamat.” Kata Rakeyan merendahkan diri.

“Betulkah begitu? Aku tidak melihat dia telah bertempur melawan perampok, tetapi kamu.”

Sewaktu Rama menusukan kerisnya, memang tidak terlihat oleh para penonton, karena terhalang dinding.

“Baiklah saudara-saudara aku akan pergi. Tetapi aku akan bertanya kepadamu wahai prajurit, siapakah gadis ini yang telah menjadi korban.?” Rakeyan bertanya kepada Rama.

“Dia adalah anak gadis Mahisa Cempaka, masih termasuk Keluarga Kerajaan. Gadis ini bernama Dyah Lembu Tal.”

“Oh pantas cantik sekali, karena dia masih Keluarga Kerajaan.” Komentar Rakeyan. Kemudian Rakeyan pergi meninggalkan kerumunan orang-orang.

“Aku heran mengapa dia bersikap tidak sopan kepadaku? Oh, aku mengerti sekarang, karena aku memeluk gadis cantik itu. Pastilah dia sangat cemburu kepadaku.
Dyah Lembu Tal, aku tertarik kepadamu. Perjuangan untuk dapat memilikimu sangat panjang, akan tetapi aku tidak takut.” Pikir Rakeyan.

Rakeyan berjalan ke arah pasar. Pasar di kota Tuban memang ramai sekali, karena dijual barang-barang yang didatangkan dari luar negeri.

Secara kebetulan Rakeyan melihat salah seorang perampok ditoko emas; dia perampok yang melarikan diri dari warung. Tampaknya dia sedang ber-transaksi dengan yang punya toko. Dia memberikan banyak perhiasan-perhiasan dan dia meminta uang seharga perhiasan itu.

“Hai stop! Jangan diteruskan jual beli ini. Karena barang-barang perhiasan yang dibawa dia tidak syah, hasil rampokan. Engkau kutangkap karena merampok. Mengaku!” Rakeyan langsung memegang kedua tangannya dan dipelitir hingga dia kesakitan.

“Baiklah aku mengaku!”

“Dimana kamu merampok? Rumah siapa yang kamu rampok?”

“Aku merampok pedagang permata; di rumah Mahisa Cempaka.”

“Hayo kita kesana untuk mengembalikan permata itu.”

Sekalipun Rakeyan bukan anggota polisi, tetapi tidak ada salahnya dia membantu polisi menegakkan keadilan; terlebih-lebih Mahisa Cempaka adalah anggota Keluarga Kerajaan.

Rumah Mahisa Cempaka terletak diluar kota, jadi itulah sebabnya para perampok leluasa menggasak rumahnya.


Bab 2

“Tuan, aku telah berhasil menaklukan para perampok itu dan berhasil membebaskan anak gadis tuan dengan selamat.” Rama berkata kepada Mahisa Cempaka.

“Bukan main gagah beraninya kamu Rama. Akan tetapi pasti ada orang yang membantu kamu; siapakah dia?”

“Tidak ada orang yang membantu, aku berjuang sendiri.”

“Aku menjadi kagum kepada mu Rama. Kalau begitu engkau ini sebenarnya orang sakti. Upahmu pasti banyak Rama, jangan takut, aku akan memberikan kamu banyak uang.
Akan tetapi tolong ceritakan kepadaku bagaimana kamu dapat menaklukan perampok yang sudah terkenal sangat sadis itu”

“Mula-mula aku panah tiga orang perampok yang sedang duduk-duduk di warung itu, mereka langsung mati. Kedua temannya maju, yang satu membawa tombak dan yang lain membawa pedang. Aku tarik tombaknya dan dia terjatuh, kemudian aku tusukan tombaknya ke tubuhnya; dia langsung mati. Temannya yang satu melarikan diri.”

“Kamu benar-benar hebat. Selama ini kamu pandai menutupi keahlianmu didalam hal berkelahi; aku sekarang baru mengerti.”

“Sebetulnya bukan uang yang aku harapkan dari kamu, tetapi anak gadis mu, Dyah Lembu Tal. Tetapi bagaimana caranya aku akan menyampaikan keinginanku ini?”
Pikir Rama didalam hati.
Sudah lama Rama jatuh hati dengan Dyah Lembu Tal, tetapi tidak terungkap.

Seorang pengawal datang memberitahukan kepada Mahisa Cempaka akan kedatangan tamu yang menangkap salah seorang perampok dan mau mengembalikan barang-barang perhiasan yang dirampok.

Sebetulnya Mahisa Cempaka sedang sakit setelah dianiaya oleh Kolo Gondo Mayit. Tampak luka-luka bekas goresan pedang di tangan dan punggungnya.
Jadi dia harus beristirahat dikamarnya.

“Suruh dia masuk, aku akan berusaha untuk dapat untuk menemuinya.”

“Siapa?” Tanya Rama kepada pengawal itu.

“Aku tidak tau?”

Rama menjadi ketakutan, karena dia berbohongh kepada Mahisa Cempaka; dan mungkin kebohongannya akan dibongkar oleh sang tamu. Pastilah tamu itu orang yang membunuh para perampok.
Dia keluar dari kamar Mahisa dan pergi keruang tamu, mendahului si pengawal.
Dia melihat Rakeyan dimuka pintu menunggu untuk dapat dipersilahkan masuk.

“Sudah kuduga engkau lagi. Sudah kukatakan pergi dan jangan kembali lagi.
Mengapa engkau kembali lagi?”

“Tidak ada yang dapat melarang aku pergi kemana aku suka. Aku bukan bawahanmu wahai prajurit. Jika engkau tidak suka, marilah kita berkelahi diluar sana.”

Rakeyan mempersiapkan kujangnya dan berjalan ke lapangan rumput, diikuti oleh Rama.
Rama menyerang lebih dulu dengan tusukan keris langsung ke dada Rakeyan. Rakeyan mengelak dengan mundur dua langkah, kemudian balas menyerang.

“Hai hentikan, kukatakan hentikan! Ada apa Rama? Mengapa engkau menyerang tamuku? Jawab Rama!” Tiba-tiba, Mahisa Cempaka keluar dari kamarnya dengan jalan masih terhuyung-huyung.

“Jangan percaya akan kata-katanya Tuan; dia pembohong. Aku yang membunuh perampok itu, bukan dia.” Kata Rama.

“Ya, kamu yang membunuh kepala perampok dan aku membunuh anak buahnya. Bukankah itu sebuah team yang bagus; lalu mengapa engkau marah sama aku?”

“Jawab pertanyaannya Rama, mengapa kamu marah kepada dia. Haya jawab!”

Rama diam saja, dia menjadi bingung dan ragu-ragu.

“Coba kamu ceritakan peristiwa sebenarnya, wahai tamuku yang terhormat.” Pinta Mahisa Cempaka kepada tamunya.

“Tuan Mahisa Cempaka, aku adalah Rakeyan Jayadharma. Aku seorang pengembara dari bagian barat pulau Jawa. Aku kebetulan melihat anak gadis anda menjadi tawanan perampok Kolo Gondo Mayit. Kemudian aku menolongnya. Ku bunuh dengan panah tiga diatara mereka. Aku matikan yang satu dengan tombak. Sedang yang satu lagi melarikan diri, tetapi kemudian tertangkap kembali oleh ku, sedang menjual barang hasil rampokannya dipasar; nah, itu orangnya.

Sementara itu, kawanku itu membantu aku; dia menyerang pimpinan rampok dari arah belakang. Dia berhasil membunuh Kolo; sedang anak gadis Tuan pingsan dan terjatuh kelantai; tetapi sebelum menyentuh lantai, sudah ku tangkap.”

“Jawab pertanyaanku Rama, mengapa engkau marah kepada orang yang membantu pekerjaanmu? Apa alasanmu? Hayo jawab!” Kata Mahisa Cempaka dengan mimik muka marah.”

“Aku ingin menguasai upah semuanya; tidak dikurangi untuk dia.”

“Oh itu alasanmu; percayalah aku akan memberikan semua upah untuk mu, tidak untuk dia. Sekarang engkau boleh pergi.”

“Bohong, dia sedang berbohong. Kamu sebenarnya cemburu kepadaku, karena aku memeluk gadis pujaanmu, tanpa aku sengaja.” Pikir Rakeyan.

Rama pergi dengan langkah gontai. Dia melihat kearah jendela kamar Dyah, tampak seorang gadis sedang mengintai dari balik tirai jendela; pastilah dia kekasihnya, Dyah Lembu Tal.
“Oh Dyah, cintaku tidak terbalas olehmu. Jika begitu, selamat tinggal Dyah, aku akan pergi jauh untuk melupakanmu.” Pikir Rama.

Dyah Lembu Tal sedang tidur, sewaktu dia mendengar suara ramai seperti orang sedang berkelahi dihalaman depan rumahnya. Dia terbangun dan mengintip apa yang sedang terjadi, “Oh sipenolongku sedang berkelahi dengan Rama; seharusnya mereka menjadi kompak dalam menghadapi perampok.
Oh aku tau sekarang, Rama sebetulnya sedang cemburu terhadap sang penolong. Aku menyadari bahwa dia jatuh cinta kepadaku, tetapi tidak pernah diungkapkan kepadaku; jadi, aku diam saja, tidak menanggapinya.” Pikir Lembu Tal.

“Wahai tamuku, masuklah kerumahku untuk minum secangkir kopi dan beristirahat.”

“Terimakasih atas kesediaan Tuan menerima aku sebagai tamu. Nah ini barang-barang yang aku dapatkan dari dia siperampok, aku kembalikan kepadamu; dan dia, siperampok aku serahkan kepadamu.”

Alangkah suka-citanya Mahisa Cempaka, mendapatkan barang dagangannya kembali ketangannya. “Terimakasih wahai penolong,…eh siapa namamu nak, aku lupa.”

“Namaku, Rakeyan Jayadharma.”

“Marilah masuk kerumahku, menginaplah satu atau dua hari dirumahku.”

“Oh alangkah bahagianya aku, karena aku seorang pengembara yang kebetulan memerlukan rumah penginapan.”

“Ya betul, silahkan; anggap saja ini adalah rumahmu.”

Rakeyan menjadi tamu terhormat dikeluarga Mahisa Cempaka sebagai sang penolong Dyah Lembu Tal.

Dyah Lembu Tal diam-diam keluar dari kamar, sekalipun dia belum terlalu sehat. Pengalaman yang mengerikan membuat dia menjadi kurang sehat.
Dia ingin mengucapkan terimakasih kepada Rakeyan, sang penolong.

Dia mendekati Rakeyan, “Aku, Dyah Lembu Tal ingin mengucapkan terimakasih-ku kepada mu sebagai seorang penolong. Engkau betul-brtul seorang petarung yang siap berlaga mengalahkan penjahat seperti Kolo.”

Rakeyan memandang Putri yang cantik itu dan berkata, “Engkau seharusnya berterima kasih para Dewa. Aku hanyalah seorang pengembara yang lemah.”
“Oh Para Dewa, terimakasih atas pertolonganmu didalam bahaya yang mengancam nyawaku kemarin.”

“Apakah keadaanmu baik-baik saja?”

“Aku baik-baik saja, hanya aku menjadi takut apabila teringat Kolo Gondo Mayit.”

“Aku bisa mengerti bagaimana menakutkan pengalaman yang terjadi atas diri mu Pengalaman yang buruk seperti kemarin sebaiknya engkau lupakan perlahan-lahan agar engkau cepat menajadi sehat kembali.” Rakeyan mendekati sang Putri Dyah Lembu Tal, memegang tangannya, dan mencium tangannya; dia menyatakan simpatinya dengan cara itu. Sementara Dyah menatap mukanya dengan penuh harap.

“Ini adalah kesempatan bagiku untuk menyatakan cintaku kepadanya; tetapi bagaimana caranya, seolah-olah tidak ada kata yang akan terucap menghadapi wanita cantik ini.”
Pikir Rakeyan.

Pada akhirnya dia mempunyai cara, sebaiknya aku dan dia berpindah tempat dari ruangan ini, agar aku bebas dari pengawasan ayah dan ibunya.

“Bapa Mahisa, bolehkah aku dan adik Dyah pergi keruang tamu karena ada sesuatu yang perlu dibicarakan.”

“Tentu saja boleh, silahkan.”

Maka kedua sejoli itu pergi keruang tamu; agar keduanya dapat mengungkapkan rasa cintanya.

“Malam ini sungguh sangat indah bagiku, tetapi aku ragu-ragu untuk dapat mendekatimu; karena aku tidak serasi menjadi pasanganmu.”

“Aku senang dengan caramu berbicara; terasa aman, dan menyenangkan. Enkau adalah laki-laki yang menyenangkan bagiku. Mari-lah mendekat kepadaku, jangan malu-malu.”

“Betulkah? Enkau adalah wanita cantik yang pernah aku jumpai.”

“Aku membayangkan bahwa engkau telah mengenal banyak wanita sebelumku dan mereka sekarang sedang patah hati karena mu; betulkah begitu?”

“Jika aku diizinkan untuk dapat mendekatimu dan menjadi laki-laki khusus untukmu, maka engkau adalah wanita terakhir bagiku, percayalah padaku.”

Dyah Lembu Tal terkejut mendengar semua ungkapan cinta yang lain dari pada tradisi di Kerajaan Singosari.
“Bagaimana aku dapat memberi izin kepadamu untuk menjadi kekasihku, sedangkan engkau tidak pernah memperkenalkan diri. Aku tidak ingin mempunyai suami yang aku tidak ketahui asal usulnya.
Siapakah engkau sesungguhnya.” Tanya Dyah Lembu Tal

“Aku minta maaf, karena belum menceritakan asal usul ku.”

“Karena engkau ber-nafsu mengungkapkan perasaan mu; sesungguhnya tidak pernah ada pemuda seperti engkau ditempatku ini. Engkau adalah seorang pemuda yang terbuka.”

“Aku adalah Pangeran Rakeyan Jayadharma dari Kerajaan Galuh di Jawa Barat.”

“Wow, seorang Pangeran; ini sungguh sangat mengejutkan. Apa keperluanmu datang ke Negara kami? Apakah ada keperluan politik?”

“Aku sedang mengembara guna mengenal Negeri-mu dan juga Raja-mu. Hanya itu, tidak ada keperluan yang khusus.”

Percakapan terhenti sejenak karena Rakeyan sedang merenung akan halnya seorang wanita di Galuh Pakuan, kampung halamannya. Disana dia meninggalkan seorang wanita yang sudah dijodohkan untuknya; namanya Dewi Dara Buana. Dia adalah kerabat dekat dari Keluarga Kerajaan Sunda, agar kedua Kerajaan (Sunda dan Galuh) dapat disatukan kembali.
Akan tetapi, Dyah Lembu Tal lebih cantik dan lebih menarik daripada Dewi Dara Buana.

“Hai, apa yang sedang engkau renungkan kakak Rakeyan?”

“Betul perkiraanmu, bahwa sesungguhnya aku sudah dijodohkan dengan seorang wanita dikampungku; itu adalah rencana perkawinan politik.
Tetapi aku tidak suka dengan wanita itu. Engkau adalah wanita yang betul-betul aku cintai.”

“Betulkah engkau mencintaiku?”

“Aku mencintaimu sepenuh hatiku; percayalah padaku, tidak ada wanita lain disampingku.”

“Aku juga mencintaimu; tetapi ini bukan karena engkau bergelar Pangeran, tetapi tulus dari dalam lubuk hatiku.”

Kedua pasangan itu berpelukan dan saling mencium sepuasnya. Tidak ada yang menjadi saksi atas ungkapan rasa cinta mereka, hanya angin berdesir dari jendela kamar yang terbuka.

(Bersambung)

No comments: