Sunday, August 31, 2008

Hikayat Raja Ken Arok (Bagian 1)


Raja yang Menjadi Nenek dari Raja-Raja Jawa

Diceritakan kembali oleh Satoto Kusasi


Prolog

Tersebutlah kisah, seorang ibu yang sedang melahirkan bayinya dengan susah payah; dia dibantu oleh seorang temannya. Pada akhirnya sang bayi laki-laki dapat lahir dengan selamat. Bayi itu langsung menangis sekuat-kuatnya, seolah-olah dia ingin berkata, memberitahukan Dunia, “Hai, aku sudah lahir di Dunia ini; aku nanti akan menjadi Raja dan sekaligus nenek dari Raja-Raja diseluruh Jawa.”

Ibunya yang bernama Ken Endok, selamat. Dia memegang bayinya dengan kasih sayang, “Wahai anakku, engkau kuberi nama Ken Arok. Aku, ibumu adalah termasuk kaum yang miskin, jadi hanya nama itulah yang dapat kuberikan kepadamu.
Aku tau, engkau tentu menanyakan dimana ayahmu berada; dia tidak mau mengawini aku, karena dia dari kasta Brahma.”

“Tampaknya dia lapar; jadi sebaiknya engkau susukan bayimu” Kata temannya yang menolong.

Ken Endok menyusukan bayinya, “Hai jangan kuat-kuat gigitan-mu”

“Anak nakal! Tetapi dia gagah dan cakap” Komentar temannya.

Ken Endok merasa tidak sanggup memelihara Ken Arok karena masalah biaya; maka diputuskan untuk menaruh sang bayi di suatu kuburan, dengan harapan akan ada orang yang berbaik hati untuk memeliharanya.

Sang bayi diletakan diatas tanah dengan disertai sepucuk surat, “Berbaik hatilah untuk memelihara bayiku; dia sudah kuberi nama “Ken Arok”. Hanya ucapan terimakasih yang dapat engkau terima dariku.”

Seorang pencuri kebetulan lewat di daerah kuburan itu, mendengar bayi lapar yang sedang menangis, dan dia menghampiri sumber suara bayi. Dilihatnya ada bayi yang manis dan lucu, ditinggal sendirian oleh ibunya. Maka bayi itu diambil dan dipelihara oleh pencuri tadi.

Jadilah Ken Arok sebagai anak pungut dari keluarga pencuri. Dia tumbuh besar sebagai seorang pemuda yang cakap. Akan tetapi achlak budipekertinya jelek, karena pendidikan dari ayah tirinya. Ken Arok belajar mencuri, merampok, menipu, berjudi dan masih banyak pekerjaan tercela; yang semuanya sudah dipraktekan.


Bab 1

Disuatu dusun, orang-orang ramai berjudi menyabung ayam. Hari itu adalah hari untuk menyabung ayam. Ayam-ayam jago dikurung dalam kandangnya. Ketika berkokok suara ayam itu membuat gaduh.

Terlihat seorang pemuda dari kampung lainnya datang untuk berjudi. Dia adalah Ken Arok. Dia baru saja memaksa ibunya untuk memberinya uang. Memang kedua orang tua tirinya telah dibuat susah dengan kelakuan Ken Arok yang suka meminta uang dengan paksa.

“Hai, taruhlah uang mu disini. Ayam-ayam jago ku akan segera berlaga.” Teriak si bandar judi kepada Ken Arok. Ken Arok datang menghampiri dan melihat ayam jago yang mana yang akan menjadi jagonya. Yang satu merah dan kelihatan kuat; sementara yang lain berwarna putih, langsing.

“Ini ayam jagoku yang berwarna merah kuberi nama “Sipemberani” dan ini yang putih kuberi nama “Tak pernah mati”, kamu mau pilih jago yang mana?”

“Aku pilih Sipemberani.” Kata Ken Arok sambil memberikan uangnya kepada bandar judi. Kemudian uang disimpan dilaci mejanya.

Tak lama kemudian banyak pelanggan datang ikut memasang. Bandar menjadi lebih sibuk mengumpulkan uang kedalam laci mejanya.

“Pertandingan segera dimulai.”

Sipemberani menyerang lebih dulu; kelihatannya dia ganas. Tak pernah mati hanya bertahan saja, sekali-kali balik menyerang. Manusia-manusia yang menonton suka sekali hewan itu kesakitan. Mereka bertepuk tangan dan memberikan semangat kepada hewan-hewan yang malang itu.

Lama kelamaan, Sipemberani menjadi kelelahan dan sebaliknya Tak pernah mati balik menyerang dengan ganas.

“Jagoku akan kalah sebentar lagi. Ini berarti uangku akan hilang melayang.” Pikir Ken Arok. Dia mendekati meja Bandar, kemudian dia ambil semua uang yang ada dilaci meja dan angkat kaki. Tidak seorang pun yang memperhatikan tindakan Ken Arok, karena mereka bersemangat melihat ayam-ayam yang sedang berlaga.

Ken Arok melarikan diri kedalam hutan, mencari tempat persembunyian yang diperkirakan sudah aman. Dia diam disitu.
Hutan itu sunyi, tidak ada seorangpun berada disana. Hanya kendengaran suara burung hantu. “Seharusnya burung hantu berbunyi apabila hari menjelang senja, tetapi sepagi ini dia sudah berbunyi?” Pikir Ken Arok.

Tak lama kemudian seseorang dengan pakaian putih panjang memasuki hutan. Kedengaran ranting kayu yang patah terinjak langkahnya didasar hutan. Terdengar suara burung hantu yang ternyata di suarakan oleh orang ini. Melihat pakaiannya dia adalah seorang pendeta Hindu. Melihat hidungnya yang mancung dan kulitnya yang gelap pastilah dia orang India yang menyebarkan agama Hindu di Kerajaan Kediri.

“Ada sasaran empuk untuk dirampok, seorang tua yang lemah. Kukira dia pasti membawa banyak uang. Sebaiknya kurampok orang ini.” Pikir Ken Arok.

Ken Arok keluar dari persembunyiannya dengan keris ditangan, langsung menyerang sasarannya. Si Pendeta sudah waspada. Dengan sigap dia menangkap tangan yang membawa keris, diplintir kebelakang badanya.

“Apa maksudmu tiba-tiba menyerangku? Minta ampunlah engkau kepadaku atau aku patahkan tangan mu!”

“Aku minta ampun, tolong lepaskan tangan ku.”

Pendeta itu melepaskan tangan Ken Arok. “Mengapa engkau menyerangku?”

“Aku sedang merampok kamu?”

“Apakah tidak ada pekerjaan lain yang lebih baik dari merampok?”

“Itu pekerjaanku sehari-hari.”

“Kalau itu memang pekerjaanmu, engkau akan kubawa ke kantor polisi. Engkau harus dihukum.”

“Jangan! Aku menyerah kepada kamu. Hukumlah aku dsini, tetapi jangan dibawa kekantor polisi.”

“Aku seorang Pendeta bukan polisi, jadi tidak bisa menghukum kamu.
Baiklah, siapakah namamu?”

“Namaku Ken Arok.”

Pendeta itu kelihatan terkejut mendengar nama Ken Arok. Dia terdiam sejenak.

“Pendeta, apakah ada yang salah dengan namaku?”

“Tidak, itu nama yang bagus.”
Kelihatannya sikap Pendeta pada Ken Arok berubah, menjadi lebih baik dan sopan.

“Bapa Pendeta, aku mohon, jadikanlah aku seorang muridmu.”

“Ilmu apa yang engkau minta diajarkan kepadamu dariku?”

“Ilmu bela diri. Aku telah salah sangka terhadapmu, ternyata engkau seorang ahli beladiri yang hebat. Aku kagum kepadamu. Ajarkan aku cara berkelahi.”

“Ilmu yang ada padaku adalah ilmu Agama. Jika engkau menjadi muridku, aku akan mengajarkan engkau budi pekerti sehingga engkau menjadi orang baik, bukan cara berkelahi untuk menjadi penjahat.
Maukah engkau menjadi petani, pedagang, prajurit atau Raja?

“Aku ingin menjadi Raja.”

“Itu cita-cita yang baik, aku suka engkau menjadi Raja.”

“Akan tetapi, seorang Raja juga perlu mempelajari ilmu bela diri. Oleh sebab itu, akupun perlu mempelajarinya sebelum menjadi Raja.”

Tiba-tiba, Ken Arok melarikan diri masuk kedalam hutan. Pendeta heran, apa maksud anak ini sebenarnya.

Tak lama kemudian datang beberapa orang menghampiri, “Hai orang suci, apakah engkau melihat seorang pemuda dihutan ini?”

“Ya, dia sudah melarikan diri kearah sana.” Pendeta menunjuk kearah Ken Arok melarikan diri.

Beberapa orang yang tegap-tegap badannya berhamburan masuk kedalam hutan yang ditunjuk oleh Pendeta. Tak lama kemudian, mereka sudah menangkap Ken Arok dengan tangan yang terikat.

Ternyata pimpinan rombongan adalah Bandar judi yang kehilangan uang dilaci meja. Mereka mencurigai seorang pemuda yang tiba-tiba menghilang bersama hilangnya uang dilaci.

“Mana uang yang engkau telah curi?” Bandar judi itu mengeraskan ikatan tangannya.

“Ada, aku akan ambil didalam hutan dan akan kukembalikan; tetapi tolong lepaskan dulu ikatan ini.”

“Apakah engkau dapat dipercaya?”

Ken Arok memandang muka Pendeta, seolah-olah meminta bantuan Pendeta.
Pendeta itu berkata, “Jika dia melarikan diri, tangkaplah aku sebagai gantinya. Dia adalah muridku.”

Semua orang disitu saling pandang. Mereka tidak percaya, bagaimana penjahat seperti itu, ternyata adalah murid seorang Pendeta suci dan terhormat. Akhirnya ikatan Ken Arok dilepas dan dia dibiarkan masuk kedalan hutan.

Tak lama kemudian, dia kembali lagi dengan sekantung uang kepeng, diserahkan kepada Bandar judi dengan permohonan maaf.

Perlahan-lahan Ken Arok mendekati Pendeta, jongkok dimuka kakinya dan memeluk kakinya, “Bapa Pendeta, alangkah senangnya aku hari ini, karena Bapa Pendeta telah memanggil aku murid. Oh Dewa yang Agung terimakasih yang mana engkau telah mengirim orang suci kepadaku hari ini.”

Semua yang hadir disitu bertepuk tangan melihat adegan-adegan yang mengharukan.
Bandar judi itu mendekati Pendeta, “Bapak Pendeta, engkau telah menjalankan tugasmu sebagai Pendeta dengan baik. Tolong didik penjahat ini agar menjadi orang baik-baik.”

Sesungguhnya, Pendeta itu yang bernama Loh Gawe memang datang dari India khusus untuk mencari seseorang yang bernama Ken Arok di pulau Jawa.

Loh Gawe berdoa, “Oh Dewa yang Agung, Aku sudah menemukan orang yang bernama Ken Arok, titisan Dewa Wisnu. Aku terkejut, ternyata dia adalah seorang penjahat. Serasa aku tidak sanggup mendidik dia untuk menjadi Raja di tanah Jawa.
Aku tau bahwa ini semua terjadi adalah atas kehendakmu.
Walaupun begitu, aku akan berusaha sedapat mungkin melaksanakan perintahmu.”

“Guru, apakah aku titisan Dewa Wisnu?”

“Ya benar!”

“Darimana engkau tau Guru?”

“Aku datang dari India, hanya untuk mencari seseorang yang bernama Ken Arok untuk ku-didik menjadi seorang Raja di tanah Jawa ini. Sewaktu aku bermeditasi, aku dapat berdialog dengan Dewa, “Datanglah ke Kerajaan Kediri, engkau harus mencari titisan Dewa Wisnu yang bernama Ken Arok. Dia akan menjadi Raja dan akan memakmurkan rakyat Jawa”.

“Wow menakjubkan, aku seorang Dewa. Pada kenyataannya aku adalah seorang penjahat yang sedang dikejar-kejar. Baiklah Guru aku akan belajar budipekerti agar aku menjadi orang baik-baik. Aku percaya akan keyakinan Guru bahwa aku akan menjadi Raja kelak.”

Kudua orang itu memohon maaf kepada Bandar dan melanjutkan perantauannya. Sejak itu, Ken Arok menjadi murid Loh Gawe dan mengikutinya kemana pergi.


Bab 2

Distrik Tumapel termasuk daerah Kerajaan Kediri.
Raja Kediri pada waktu itu adalah Raja Kertajaya.

Akuwu (=pangkat setara dengan Bupati) yang berkuasa di distrik Tumapel adalah Tunggul Ametung. Tumapel adalah daerah yang maju dan makmur. Akuwu Tunggul Ametung mempunyai Istana sendiri dan hidupnya senang. Akan tetapi dia belum mempunyai istri. Waktunya yang senggang digunakan untuk berburu dihutan.

Sewaktu dia pergi berburu dihutan; dia melihat sebuah rumah kecil (pondok) ditengah hutan. “Siapakah penghuni rumah ini? Biasanya dia adalah seorang dukun tenung yang bermaksud jahat; seperti menyebarkan wabah penyakit. Sebaiknya aku akan usir dia.”

Tunggul Ametung mendekati pondok itu, melihat-lihat kalau ada penghuninya dan berteriak, “Hai siapa didalam? Aku Akuwu Tumapel ingin bertemu dengan mu.”

Tidak ada jawaban. Seruannya diulang-ulang hingga tiga kali, juga tidak ada jawaban dari penghuni pondok. Tunggul tidak berputus-asa, dia tinggalkan pondok itu, kemudian dia bersembunyi di bawah semak.

Betul dugaannya, si penghuni keluar dari pondok dan menoleh kekanan dan kekiri, mencari tamu yang tidak diundang dan berteriak-teriak.

“Wow, alangkah cantiknya wanita itu; bagai Bidadari dari kayangan. Alangkah indahnya hidupku apabila dia bisa kudapatkan dan selalu ada disampingku.”

Tunggul segera keluar dari persembunyiannya dan sedikit berlari kearah pondok. Akan tetapi si cantik lebih cepat lagi, masuk kedalam rumahnya dan menutup pintu.

“Wahai penghuni rumah yang cantik, bolehkah aku masuk kerumahmu? Hanya sebentar saja, agar aku tau siapa engkau gerangan.”

Tidak ada jawaban dari dalam. Tunggul akan memaksa masuk; akan tetapi dia melihat garis putih yang dibentuk dari kapur, melintang didepan pintu halaman. Itu berarti, siapapun tidak boleh masuk kepondok.

“Namaku Akuwu Tunggul Ametung; aku Akuwu di Tumapel. Siapakah engkau gerangan, beritahukan aku. Aku tidak akan memaksa masuk kerumahmu.”

Akhirnya sipenghuni rumah mau menjawab pertanyaan Akuwu, “Pulanglah engkau setelah kuberitahukan namaku. Namaku Ken Dedes. Jangan kembali lagi. Aku akan beritahukan ayahku akan kedatanganmu. Bila engkau berani kembali maka ayahku akan marah besar kepadamu.”

“Baiklah Ken Dedes, aku akan pulang. Aku masih mengharap akan bertemu kembali denganmu, dilain waktu.”

Akuwu Tunggul Ametung pulang dengan pikiran yang selalu tertuju kepada wanita ditengah hutan itu. Bahkan setelah dia pulang ke Istananya. Dia tidak bisa tidur karena bayang-bayang wajahnya selalu hadir dimimpinya.

“Aku betul-betul jatuh cinta kepadanya. Tidak ada jalan lain untuk mendapatkannya selain dengan kekerasan. Akan kupikirkan bagaimana caranya.”

Siapakah Ken Dedes sebenarnya. Dia adalah anak seorang Pendeta yang bernama Empu Purwa. Empu Purwa membuka pondok ditengah hutan, karena dia akan menyepi di hutan dan guha-guha. Dia hanya mempunyai seorang putri; istrinya sudah meninggal dunia. Putrinya dibawa serta kedalam hutan, karena tidak ada yang menemaninya dikota.
Sejak pagi hingga menjelang senja, Empu Purwa bersemedi di guha; kemudian dia pulang untuk berkumpul kembali dengan Putrinya. Keesokan paginya dia bersemedi kembali dan seterusnya.

Niat Tunggul Ametung untuk memperistri Ken Dedes tidak dapat dibendung; maka dia pergi kembali kepondok ditengan hutan itu. Kudanya berjalan perlahan-lahan menuju tempat kekasihnya yang dirindukan siang dan malam.

Semua perlengkapan sudah disiapkan untuk menangkap Ken Dedes.

“Ken Dedes! Aku, Akuwu datang kembali untuk mu sayang. Bukakan pintu.”

“Pulanglah Akuwu! Aku tidak sudi bertemu denganmu.”

Ken Dedes membuat surat kepada ayahnya, “Ayah dia datang kembali; kali ini dia kelihatan serius. Mungkin dia akan menangkapku dan menculik ku. Dia Akuwu Tunggul Ametung, penguasa Tumapel.”

Dugaan Ken Dedes menjadi kenyataan. Tiba-tiba, dia dipegang dari belakang, diikat tangan dan kakinya, mulut ditutup dengan kain dan kemudian digotong keluar pondok. Dia dinaikan ke punggung kudanya dan dbawa lari kearah Tumapel.
Ken Dedes tidak dapat menjerit meminta tolong, karena mulutnya ditutup kain.

Ayah Ken Dedes pulang dari hutan di waktu senja, “Ken Dedes! Ayah pulang, tolong bukakan pintu.”

Biasanya Putrinya cepat membukakan pintu, tetapi kali ini tidak. Akhirnya, Empu Purwa masuk pondok yang sudah tidak terkunci; ternyata Putrinya sudah tidak ada; hanya ada sepucuk surat. Surat itu dibaca dengan seksama.

Empu Purwa marah besar, “Hai Akuwu Tunggul Ametung, aku kutuk engkau; hidupmu tidak akan selamat; engkau akan dibunuh. Wahai Para Dewa, dengarkan kutukanku, semoga engkau sejalan dengan ku.”


Bab 3

Akhirnya, Ken Dedes dengan terpaksa menikah dengan Tunggul Ametung; walaupun dia tidak pernah mencintai laki-laki yang menculiknya.
Tunggul mencoba merayu dan membujuk Ken Dedes agar hatinya me-lunak dan mau dikasihi. Akan tetapi, dari hari kehari dia hanya dapat menangis saja dan menolak rayuan Akuwu Tunggul Ametung.

Walaupun begitu, perkawinan kedua insan Tuhan itu tetap berlangsung dan membuahkan hasil; Ken Dedes mulai hamil muda.

Istana Tumapel mempunyai halaman yang luas; orang menyebutnya Taman Baboji. Taman itu indah sekali, tetapi sayang umum dilarang masuk. Taman hanya diperuntukan bagi keluarga Akuwu saja.

Datanglah sepasang pengembara masuk kedalam taman Baboji. Keduanya tampak kelelahan; yang tua tertidur dibawah pohon rindang; yang muda berkeliaran memeriksa keadaan taman. Mereka adalah Pendeta Loh Gawe bersama muridnya Ken Arok.

Sementara Gurunya tidur, Ken Arok mempunyai kesempatan untuk memeriksa tempat yang indah itu. Biasanya, Gurunya terlalu banyak mengatur, tidak boleh itu dan ini.

Ken Arok berjalan di taman, masuk lebih jauh dan hampir mendekati Istana. Tiba-tiba terdengar derap sepatu kuda; terlihat empat ekor kuda menarik kereta kencana, diikuti beberapa prajurit dibelakangnya. Celaka bagi Ken Arok, bila ketahuan dia akan dihukum; oleh sebab itu dia bersembunyi dibalik pohon besar.

“Siapakah yang berada didalam kereta kencana?” Pikir Ken Arok.

Kereta berhenti untuk menurunkan penumpangnya; tampak seorang Putri turun dari kereta. Dia menuruni tangga kereta. Tiba-tiba angin bertiup agak kencang, sehingga pakaian bawah sang Putri tersingkap, sehingga dapat terlihat bagian vital-nya. Tetapi Ken Arok tidak bisa melihatnya, karena sinar terang keluar dari bagian vital itu yang membuat mata Ken Arok silau.

“Sungguh aneh pengalamanku ini; mengapa ada sinar yang menyilaukan keluar dari situ. Guru harus tau akan hal ini.”
Ken Arok selamat, tidak ketahuan oleh para prajurit pengawal. Kemudian dia kembali ke Gurunya yang sedang tidur.

“Oh Guru, engkau sudah bangun?
Guru aku mempunyai pengalaman aneh, Guru harus mendengarkan pengalamanku itu.”

“Untung engkau tidak ditangkap oleh para prajurit itu; aku tau engkau pergi mendekati Istana dan engkau telah bertemu dengan seorang putri; betulkan begitu?”

“Ya betul Guru; apakah Guru mengikuti aku, tadi?”

“Tidak, aku melihat dengan mata batinku. Kewajibanku adalah menjagamu dari bahaya; oleh sebab itu engkau telah kusamarkan dari pandangan mereka.”

“Terimakasih Guru. Aku kagum padamu Guru, engkau benar-benar sakti. Apakah aku cukup berharga untuk engkau jaga dari bahaya, Guru?”

“Ingatlah, engkau adalah titisan Dewa Wisnu dan aku mendapat mandat dari Dewa untuk menjagamu, jadi engkau sangat berharga.”

“Nah ceritanya begini Guru, sewaktu Putri itu turun dari kereta, bertiup angin yang menerbangkan pakaian sang Putri. Bagian vital dari sang Putri seharusnya dapat kulihat, tetapi tidak. Karena keluar sinar terang yang menyilaukan mataku dari bagian vitalnya.
Apakah artinya itu Guru?”

“Dia adalah Ken Dedes, istri dari Akuwu Tunggul Ametung. Ken Dedes mendapat anugrah dari Para Dewa untuk dapat melahirkan para Raja-Raja di tanah Jawa ini. Itulah sebabnya bagian vitalnya mengeluarkan sinar yang menyilaukan.

Jodoh Ken Dedes sebenarnya adalah engkau Ken Arok. Jadi aku sarankan kepadamu, untuk dapat merebut Ken Dedes dari tangan Tunggul Ametung.”

“Itu suatu dosa Guru.”

“Bukan, itu adalah skenario yang sedang dimainkan oleh para Dewa. Kita hidup di Dunia ini hanyalah sebagai anak wayang, dalangnya adalah para Dewa diatas Nirvana”

“Cara merebutnya bagaimana Guru?”

“Bunuhlah Tunggul Ametung.”

“Wow! Guru pasti salah ucap; bukankah selama ini Guru mengatakan perbuatan itu adalah dosa. Aku harus menanggung dua dosa, membunuh dan merebut istri orang.”

“Muridku, engkau benar adanya. Akan tetapi, kali ini engkau salah. Yang mengatakan itu adalah Dewa karena itu adalah rencana para Dewa. Kemudian tugasku adalah menggerakan anak wayang yang bernama Ken Arok dengan perkataan yang sekarang aku ucapkan.”
“Mengapa Akuwu itu harus dibunuh, apa salahnya?”

“Karena dia menculik Ken Dedes dan mengawininya secara paksa. Kesemuanya membuat ayah Ken Dedes merasa sedih, maka dia mengucapkan kutukan. Celakanya Para Dewa menyetujui kutukan itu sehingga Tunggul Ametung harus dibunuh.
Begitulah yang aku dengar dari Dewa.”

“Apakah aku yang harus membunuhnya?”

“Aku tidak tau, dia tidak berkomentar tentang itu.
Waktu yang akan menjawab pertanyaanmu.”

“Guru, ajarkan aku ilmumu itu, ilmu berdialog dengan para Dewa.”

“Semua orang didunia ini mampu berdialog dengan Dewa-Dewa, termasuk kamu.”

“Tidak, aku tidak mampu Guru. Tolong ajarkan aku.”

“Sucikan dirimu, baru Dewa mau berdialog dengan mu”

“Jika aku titisan Dewa Wisnu, maka aku akan lebih sakti dari pada Guru. Pada kenyataannya tidak. Jadi aku tidak percaya bahwa aku adalah titisan Dewa Wisnu. Mungkin taktik Guru untuk mendidik agar aku lebih bermoral, dengan menyebut aku titsan Dewa.
Aku hanyalah seorang manusia biasa yang penuh dengan nafsu.” Pikir Ken Arok.

Keduanya termenung sejenak. Jalan hidup yang akan dilalui oleh Ken Arok didunia telah dibuka atau didengar oleh Ken Arok dari Gurunya. Itu adalah seperti cerita yang skenarionya sudah dibuat oleh Para Dewa.

Akhirnya Loh Gawe berkata, “Muridku, sudah lama engkau mengikuti ku dan sekarang adalah waktunya untuk kita berpisah. Engkau sudah sampai pada puncak karir mu; engkau akan menjadi Raja. Dan kemudian memakmurkan rakyat mu. Dimulai dari tempat inilah karir puncakmu akan dicapai.”

“Guru mau kemana?”

“Aku akan pulang ke Negeriku, India. Disana keluargaku sedang menunggu aku. Aku kasihan kepada mereka.”

“Mengapa Guru berkelana di Kerajaan Kediri?”

“Aku mempunyai tujuan, bukan sekedar berkelana. Aku mendapat mandat tugas dari para Dewa untuk menemui kamu, sebagai titisan Dewa Wisnu; dan kemudian mengantarkan kamu untuk menjadi Raja. Dan engkau sendiri tugasmu adalah memakmurkan tanah Jawa ini.”

Ken Arok sangat terharu mendengarkan penjelasan Gurunya. Dia berjongkok dan memeluk kaki Gurunya sambil menangis.


Bab 4

Distrik Tumapel sibuk dengan pendatang dari Kediri. Mengapa mereka suka datang ke Tumapel dari pusat Kerajaan. Bahkan mereka mau menetap di Tumapel, utamanya para agamawan Hindu.

Terbetik berita bahwa Raja Kertajaya dari Kerajaan Kediri bertindak aneh; dia ingin rakyatnya menyembah dia, karena dia memazulkan dirinya sebagai Tuhan.
Tidak puas sebagai Raja, tetapi dia ingin lebih tinggi lagi, Tuhan.

Tentu saja rakyat Kediri tidak setuju dan menentang; terutama dari kasta Brahma beserta para Pendeta Hindu. Mereka bersiap-siap akan melancarkan pemberontakan.

Istana Tumapel tenang. Akuwu Tunggul Ametung beserta istrinya Ken Dedes dalam keadaan bahagia di Istananya. Apakah mereka bahagia? Sebetulnya tidak, karena sebenarnya mereka selalu bertengkar, dikarenakan tidak sependapat.

Perlu kita ketahui, Akuwu sangat pencemburu terhadap setiap pemuda yang mendekati istrinya. Bahkan telah disiapkan pasukan rahasia yang bertugas mengamati kelakuan istrinya. Ken Dedes ingin sekali berpisah dengan suaminya karena hidupnya tertekan.

Ken Arok ingin tinggal di Tumapel, sepeninggal Gurunya. Kepandaiannya yang diandalkan adalah silat atau tehnik berkelahi; karena Loh Gawe mengajarkan dia cara berkelahi. Oleh sebab itu dia mengajukan lamaran sebagai prajurit di Tumapel.

Ken Arok datang ke sekretariat untuk lamarannya. Dia diterima sebagai prajurit dan langsung mendapat tugas sebagai prajurit jaga di Istana Tumapel.
Dia memang perlu kerja untuk hidup. Dia mendapat banyak kawan dari satu regunya, diantara kawannya adalah Kebo Ijo.

Pada suatu malam yang sunyi di Istana Tumapel, Ken Arok mendapat tugas jaga. Dia melihat gerakan yang mencurigakan dari kamar Akuwu. Seseorang wanita keluar dari kamar dan berlari ke halaman Istana secepatnya. Nampaknya dia ingin menghindari sesuatu bahaya.

Ken Arok mengejar dari belakang. Wanita itu adalah Ken Dedes. Dia berkelahi dengan suaminya malam itu; kemudian dia melarikan diri ke luar Istana.
Akhirnya Ken Arok berhasil menyusul wanita yang ingin melarikan diri itu.

Dari belakang mereka, menyusul Akuwu yang ingin menjemput istrinya. Nampaknya Akuwu ingin berdamai kembali.

“Siapakah engkau?” Tanya Ken Dedes kepada Ken Arok.

“Aku seorang prajurit jaga; namaku Ken Arok.”

Kemudian Ken Dedes diserahkan kembali kepada suaminya oleh Ken Arok.

Itulah pengalaman dalam kedinasan militer di Istana Tumapel. Untuk kedua kalinya Ken Arok bertemu dengan wanita itu. Kedua pengalaman itu membawa kesan yang mendalam dalam benak Ken Arok, “Dia wanita cantik. Aku akan bahagia apabila dapat bersanding dengannya.”

Hari-hari berlalu, Ken Arok sudah melupakan pertemuannya dengan Ken Dedes.
Akan tetapi pertemuan dengannya kembali terjadi. Kali ini Ken Dedes aktif menghampiri sang prajurit jaga.

“Apakah engkau yang bernama Ken Arok? Prajurit jaga yang menangkap aku?”

“Ya benar Tuan Putri.”

“Aku ingin bercakap-cakap secara rahasia dengan mu. Aku tau engkau takut kepada Tunggul, suamiku. Aku tau dia sangat pencemburu.
Nah datanglah ketempat gudang penyimpanan senjata; itu adalah tempat yang aman.”

“Kita akan bercakap tentang apa Tuan Putri?”

“Aku perlu bantuanmu!”

Kemudian Putri Ken Dedes segera beranjak pergi.

Ken Arok pergi ketempat yang dimaksud, gudang senjata. Disitu memang benar ada Ken Dedes menunggu. Kelihatannya dia sedang cemas.

Ken Dedes menggandeng tangan Ken Arok dan dibawa masuk kedalam gudang, kemudian pintu ditutup, “Jangan keras-keras berbicara, aku takut ada orang yang akan mendengarkan pembicaraan kita.”

“Baik Tuan Putri.”

“Aku meminta bantuanmu untuk membunuh suamiku.”

Alangkah terkejutnya Ken Arok mendengar permintaan itu. Ken Arok diam sesaat. Dia tidak sanggup membunuh junjungannya.

“Bagaimana? Jika engkau tidak sanggup, simpanlah rahasia ini dan hubungan kita sampai disini saja.”

“Apakah Tuan Putri mempunyai kekasih? Jika ya, hamba sarankan, serahkan tugas berat ini pada kekasih Tuan Putri. Untuk mendapatkan Putri secantik Tuan Putri dia harus bekerja keras. Bukan santai, kemudian tugas beratnya dilimpahkan kepada orang lain.”

“Ya aku punya kekasih, yaitu engkau. Jika engkau mau dengan calon janda yang malang seperti aku, maka aku siap menjadi pendampingmu.”

“Apa? Aku akan menjadi kekasihmu?”

“Settt, jangan keras-keras kamu berbicara, nanti ada orang yang tau, kita bisa celaka.”

“Tuan Putri, aku setuju sekali, karena aku memang jatuh cinta kepadamu.”

Ken Arok mulai berani kepada junjungannya. Dia mendekati Ken Dedes, dipeluknya dan diciumnya, “Aku mencintaimu Ken Dedes.”

Ken Arok pulang ke rumahnya, diperumahan prajurit. Sekarang kelakuannya menjadi berubah, lebih banyak termenung dan tidak bisa tidur. Ada tugas berat yang menghadang dimukanya, membunuh Akuwu Tunggul Ametung. Pembunuhan harus secara rahasia, jika tidak, dia bisa dihukum gantung bersama Ken Dedes.

Pertemuan kedua terjadi lagi di gudang senjata.

“Ken Arok kekasihku, kamu harus secepatnya melaksanakan tugasmu.
Harus kamu sadari bahwa anak Tunggul Ametung akan lahir. Jika dia lahir dan sudah menjadi besar baru kamu melaksanakan tugasmu, maka anak itu akan membalas dendam kepadamu. Jadi laksanakan lah sekarang juga sebelum dia lahir
Dan kamu harus menganggap bayi yang akan lahir itu adalah anakmu sendiri.”

“Baiklah kekasihku.”

Kali ini Ken Arok menjadi risau karena tekanan kekasihnya itu. Dia mulai berpikir untuk mencari keris yang sakti mandraguna; yang akan dapat menembus kulit Akuwu Tunggul Ametung. Dia teringat akan Empu Gandring sipembuat keris sakti.

Maka si prajurit jaga meminta izin cuti kepada atasannya guna melihat keluarga yang ditinggalkan, pada hal dia ingin pergi mencari sang pembuat keris, Empu Gandring.

Ken Arok mendatangi bengkel senjata Empu Gandring. Setelah harga ditetapkan dan persyratan kondisi keris juga ditetapkan, maka Ken Arok pulang kembali ke Tumapel.

Satu bulan kemudian, Ken Arok kembali kebengkel Empu Gandring untuk melihat progres pembuatan kerisnya.

“Empu, aku ingin melihat senjata yang kupesan bulan lalu.”

Empu dengan senang hati memperlihatkan hasil karya-nya, “Secara fisik sudah selesai, tetapi yang agak lama adalah memberikan isi berupa mentera-mentera dan syarat-syrat agar senjata ini menjadi sakti untuk melawan musuh yang juga sakti.”

“Aku sesungguhnya ingin mendapatkan sekarang juga, karena keperluan ku mendesak”

“Aku malu apabila Tuan kalah dalam laga melawan musuh Tuan yang terkenal sakti.
Oleh sebab itu keris ini harus kuberi mentera; akan kubawa ikut berendam ditengah sungai, ditengah malam pada saat bulan purnama dan aku akan bacakan mentera-mentera.”

Tiba-tiba Ken Arok menusukan keris tersebut ke perut Empu Gandring. Empu Gandring dalam keadaan sekarat mengucapkan kutukan kepada Ken Arok, “Aku mengutuk engkau Ken Arok. Ingatlah kutukanku, senjata itu akan meminta korban tujuh keturunanmu. Semoga Dewa ikut mengutuk engkau”. Akhirnya, Empu Gandring mati.

Ken Arok pulang kembali ke asrama prajurit bersama keris buatan Empu Gandring. Keris itu baru beberapa kali dibacakan mentera, tetapi sudah kelihatan angker dan menyeramkan.

Kebo Ijo teman satu regunya kebetulan pernah melihat keris barunya Ken Arok.
Dia berkomentar, “Keris yang bagus, suatu saat aku perlu meminjamnya.”

“Untuk apa?”

“Untuk berkelahi dengan perampok di kampungku, namanya Sawunggaling.”

“Ya aku pernah mendengar nama perampok itu. Aku setuju engkau menumpasnya secara pribadi. Tentara Kerajaan pun sudah takut pada Sawunggaling. Tetapi aku percaya jika engkau menggunakan senjata ini, maka Sawunggaling tidak akan dapat berkutik.”

“Jadi, kalau begitu aku boleh meminjam kerismu sekarang?”

“Boleh, tetapi ada syaratnya.”

“Apa syaratnya?”

“Engkau harus mengaku pada kawan-kawanmu bahwa keris tersebut adalah benar milikmu, bukan milik ku”

“Syarat yang aneh; mengapa begitu Ken Arok?”

“Jika engkau mengaku keris itu sebagai barang pinjaman, maka kekuatan sakti didalam keris itu akan hilang. Engkau akan kalah melawan Sawunggaling.”

“Oh begitu! Baiklah aku dapat mengerti. Aku meminta maaf sebelumnya yang berani mengaku-aku pemilik kerismu.”

“Tidak mengapa karena hal itu penting sebagai syarat.”

Maka Kebo Ijo selalu membawa keris itu kemana-mana dan dibanggakan sebagai dia yang punya. Dia mengaku bahwa keris itu adalah harta warisan dari kakeknya.

Dia giat berlatih silat untuk menghadapi Sawunggaling. Setelah dirasakan sudah cukup berlatih, dia bersiap-siap untuk pulang kampung guna bertarung.

Sawunggaling sudah menguasai kampung Kenanga. Bahkan rakyat sudah tidak membayar pajak lagi kepada Raja Kediri, tetapi kepada Sawunggaling. Pengawal-pengawalnya banyak, seolah-olah mereka adalah prajuritnya. Beberapa kali prajurit Kediri menyerang Sawunggaling tetapi tidak berhasil mengalahkannya.

Sawunggaling mempunyai senjata andalan yaitu sebuah cemeti yang bertuah. Cemetinya dapat melilit keris atau pedang musuh yang kemudian ter-rampas.

Kedatangan Kebo Ijo disambut oleh rakyat dan kepala desa. Mereka sudah mendapat khabar bahwa Kebo Ijo akan menantang berkelahi pada Sawunggaling.

Kepala Desa sebagai perantara, memberi tahukan Sawunggaling akan halnya tantangan tersebut. “Suruh dia pulang dan katakan kepada ibunya agar menjaga anaknya supaya jangan nakal.” Kata Sawunggaling.

Pendek cerita, maka duel sudah ditetapkan tempat dan waktunya. Persyaratan juga sudah dibicarakan, salah satunya adalah anak buah Sawunggaling tidak boleh membantu Tuannya.

Kebo Ijo menyerang lebih dulu dengan tusukan keris yang bertubi-tubi. Sawunggaling mundur selangkah dan kemudian menyabetkan cemetinya. Keris Kebo Ijo dapat dililit oleh cemeti dan kemudian terampas.

Semua penonton terperangah dan kecewa; bagaimana senjata jagonya dapat dirampas.

Kebo Ijo mengeluarkan keris kedua, yaitu keris yang dibuat oleh Empu Gandring. Kemudian dia menyerang kembali. Lagi cemeti melilit kerisnya. Tetapi kali ini, cemeti Sawunggaling putus, tersobek oleh keris. Tampak Sawunggaling pucat mukanya.

Kebo Ijo menyerang lebih bernafsu. Kerisnya berhasil bersarang pada perut Sawunggaling dengan mudah. Nampaknya sudah hilang kesaktiannya; mungkin kareana senjata andalannya sudah putus.

Kebo Ijo menyerang kembali secepat kilat dan kali ini kerisnya bersarang tepat didada Sawunggaling; maka Sawunggaling tumbang dan mati.

Satu anak buahnya melompat keatas podium guna menunutut balas. Tetapi dengan mudah dapat dikalahkan. Yang lainnya ketakutan, tidak berani menuntut balas. Mereka meminta izin untuk membawa jenasah Tuannya dengan sopan.

Semua orang berteriak gembira menyambut kemenangan Kebo Ijo. Mereka terheran-heran dengan keris Kebo Ijo yang dapat memutuskan cemeti Sawunggaling.

Kebo Ijo diarak menuju kantor kepala desa guna dinobatkan sebagai pahlawan Kerajaan. Semua orang bangga karena Kebo Ijo adalah penduduk asli Desa Kenanga.
Sudah sepantasnya dia bertindak mengaamankan kampungnya sendiri.

Sejak itu Kebo Ijo menjadi terkenal bersama kerisnya yang sakti. Banyak teman-teman seangkatan kalangan militer yang ikut memeriksa keris sakti itu. Meraka kagum dan menanyakan darimana dia mendapatkan keris itu. Belinya dimana. Siapa yang memberi mentera-mentera. Dan lain sebagainya.

“Senjata itu adalah barang warisan dari kakekku” Itu adalah jawaban Kebo Ijo.

Karena Kebo Ijo selalu ingat pesan Ken Arok bahwa keris itu harus diakui sebagai kepunyaannya.


Bab 5

Kembali Ken Dedes menemui kekasih gelapnya di gudang senjata, “Ken Arok bertindaklah sekarang juga. Kandungan ku semakin besar. Kamu ini seorang prajurit yang pengecut nampaknya. Hayo cepat laksanakan jika engkau tidak mau disebut sebagai prajurit pengecut.”

“Sabar kekasihku, sesungguhnya aku sedang mengatur strategi agar perbuatan kita tidak ketahuan. Aku akan laksanakan dalam beberapa hari lagi.”

Pada suatu malam yang sunyi, seorang pencuri masuk kedalam rumah Kebo Ijo. Dia memakai masker penutup muka, dia berhasil memasuki kamar tidur Kebo Ijo, mengambil kerisnya dan kabur.

Kebo Ijo sedang tidur nyenyak. Akan tetapi istrinya masih bangun dan melihat pencuri masuk; dia pura-pura tertidur karena dia tau pencuri itu adalah Ken Arok sahabat suaminya. Untuk apa dia mengambil keris kepunyaannya sendiri dengan jalan seperti itu.?

Kemudian pencuri itu datang ke Istana, masuk ke kamar Akuwu dan membunuh Akuwu yang sedang tidur. Ken Dedes tau ada orang yang membunuh suaminya, tetapi dia diam saja. Setelah si pembunuh selesai dengan pekerjaannya dan kemudian lari, baru dia pura-pura terkejut dan berteriak-teriak, “Tolong, tolong ada orang masuk kedalam kamar. Tolong ada pencuri.)

Beberapa prajurit jaga berlari kekamar Akuwu. Mereka mendapatkan Akuwu sudah mati dengan sebilah keris masih tertancap didadanya.

“Apakah Tuan Putri juga dianiaya oleh orang itu?”

“Tidak! Aku beruntung tidak diapa-apakan.”

Kemudian mereka mencabut keris itu dan memeriksa senjata itu. Keris itu adalah keris Kebo Ijo yang digunakan untuk membunuh Sawunggaling. Mereka sudah mengenal keris sakti tersebut.

Salah seorang dari mereka berteriak, “Tangkap Kebo Ijo, dia adalah pembunuhnya.”

Mereka pergi ke rumah Kebo Ijo saat itu juga.
Sementara ada seorang prajurit jaga mengikuti dari belakang. Dia adalah Ken Arok.

Rumah Kebo Ijo didobrak secara paksa menandakan kemarahan mereka.

“Hai Kebo Ijo, jangan pura-pura tidur! Engkau baru saja membunuh Akuwu.”

“Aku tidak membunuh siapapun, aku sedang tidur nyenyak” Kata Kebo Ijo.

“Ini buktinya, keris yang digunakan masih berlumuran darah, adalah kerismu.”

“Tolong terangkan, bagaimana keris itu ada disana.”

“Engkau yang harus menerangkan, bukan kami.”

Istri Kebo Ijo hendak buka suara, “Tadi aku melihat seorang pencuri…” Tetapi sayang perkataannya dipotong oleh tindakan Ken Arok.

Tiba-tiba, Ken Arok merebut keris yang masih berlumuran darah kemudian ditusukan ke Kebo Ijo. “Jangan bayak tanya; sudah pasti dia si pembunuhnya.” Kata Ken Arok.

Istri Kebo Ijo menjerit ketakutan.
“Lebih baik aku diam dulu, dari pada dibunuh sama Ken Arok seperti suamiku.”

Istrinya hanya dapat menangis ketakutan, “Oh Dewa yang Agung tolonglah aku; tunjukanlah kepada mereka, siapa yang salah dan siapa yang benar.
Ini sudah pasti pembunuhan politik untuk merebut kekuasaan. Pelakunya adalah Ken Arok” Pikir istri Kebo Ijo.


Bab 6

Distrik Tumapel berkabung karena Akuwu mendapat musibah; dia telah dibunuh oleh Kebo Ijo. Upacara pemakaman dipimpin oleh pejabat yang mewakili diikuti oleh Ken Dedes dan Ken Arok.

Rakyat percaya bahwa Kebo Ijo yang membunuh Akuwu. Tetapi mereka hanya menduga-duga saja akan motif pembunuhan yaitu ingin merebut kekuasaan.

Kekuasaan sementara dipegang oleh Ken Dedes. Satu bulan kemudian Ken Arok menikahi Ken Dedes. Dengan mudah Ken Dedes menyerahkan kekuasaan pada Ken Arok. Rakyat setuju saja dengan penguasa yang baru.

Beberapa bulan kemudian, lahirlah bayi laki-laki Ken Dedes yang diberi nama Anusapati.

Ken Dedes lebih tenang hidup dengan suami yang baru; nampaknya kedua insan itu memang saling mencintai. Ken Arok juga mencintai Anusapati, seperti anaknya. Bahkan dia merahasiakan ayah sebenarnya Anusapati. Anusapati juga tidak pernah menanyakan ayahnya yang sebenarnya; Ken Arok adalah ayahnya.

Kerajaan Kediri pada waktu itu dalam keadaan krisis kepercayaan terhadap Raja Kertajaya. Hal ini disebabkan Raja menyatakan dirinya Tuhan. Banyak penduduk Kediri pusat pindah ke Tumapel karena menghindari upacara-upacara menyembah Raja Kertajaya yang dianggap Tuhan.

Pada akhirnya, Pimpinan masyarakat pendatang menghadap Akuwu Tumapel yang baru, Akuwu Ken Arok. Mereka mendesak agar Akuwu Ken Arok segera mengambil perhatian akan halnya masalah dipusat, “Ken Arok, kami melaporkan bahwa semua orang resah dikarenakan Raja kita menganggap dirinya sebagai Tuhan. Dia tidak puas dihormati sebagai Raja, tetapi ingin dihormati dan disembah sebagai Tuhan.
Kami semua sepakat agar Akuwu mau memimpin kami untuk suatu gerakan pemberontakan melawan Raja yang sudah tidak benar jalan pikirannya. Apakah Akuwu bersedia?”

Ken Arok diam sejenak, kemudian bertanya, “Apa keuntungan ku didalam pemberontakan ini?”

“Bila kita menang, maka anda adalah Raja kami yang baru.”

“Baiklah, semoga Dewa-Dewa berpihak kepada kita.”

Didalam jabatan Akuwu yang dijabat belum terlalu lama, Ken Arok harus memimpin pemberontakan melawan atasannya sendiri, Raja Kertajaya di Kediri.

Setelah persiapan yang matang, maka barisan pemberontak dibawah pimpinan Ken Arok melakukan serangan ke Istana Kediri. Betul bahwa Para Dewa berpihak kepada Ken Arok, karena Raja Kertajaya dapat ditumbangkan dengan mudah. Nampaknya semua rakyat sudah muak akan upacara menyembah Raja yang dianggap Tuhan. Rakyat berpihak kepada Ken Arok.

Ken Arok dinobatkan sebagai Raja. Kerajaan Kediri runtuh sudah dengan Raja terakhir Raja Kertajaya. Nama Kerajan diganti menjadi Kerajaan Singosari, dengan Raja pertamanya adalah Ken Arok.

Anak Raja Kertajaya yang bernama Jayakatwang melarikan diri masuk hutan bersama Keluarga Kerajaan. Jayakatwang masih terlalu muda untuk ikut dalam percaturan politik; yang penting bagi dia adalah selamat dari kejaran musuh.

Ken Arok sekarang menjabat kedudukan Raja; hal ini sesuai dengan skenario Para Dewa seperti yang diutarakan oleh Loh Gawe. Selanjutnya dari skenario yang dibuat Para Dewa adalah membuat rakyat Jawa menjadi makmur.

Timbul pemikiran Raja Ken Arok untuk membuka diri dengan pergaulan Internasional; maka untuk itu dibuat pelabuhan laut di Tuban. Cita-cita Ken Arok adalah Kerajaan Singosari sebagai Kerajaan Bahari, menguasai lautan dengan membasmi para perompak yang mengganggu perdagangan. Maka dibangun angkatan laut.

Pelabuhan Tuban berfungsi dengan baik ditandai dengan kunjungan pedagang-pedagang asing dari tanah Melayu, Sumatra, Malaka, Riau.dan bahkan China dan Arab.

Rakyat merasakan kemakmuran dengan perdagangan Internasioanal tersebut. Rakyat ikut aktif berdagang hasil bumi dan rempah-rempah.

Raja Ken Arok semakin kaya, maka dibangun Istana yang baru, Istana Singosari.

Beberapa tahun kemudian, Anusapati mempunyai adik bernama Mahisa Wongateleng. Anusapati senang mendapatkan teman bermain.

Kerajaan Singosari dibawah Raja Ken Arok mengalami kemajuan ekonomi, rakyat makmur. Dibidang politik, Kerajaan melakukan ekspansi sehingga tapal batas Kerajaan semakin lebar dan menaklukan Kerajaan kecil diluar Jawa, seperti Madura dan Bali.

Sesungguhnya Ken Dedes mencintai suaminya yang baru, Ken Arok. Akan tetapi Ken Arok memiliki wanita lain sebagai selir, Ken Umang. Maka hubungan kedua insan agak retak; Ken Dedes sangat cemburu dengan selir itu. Oleh sebab itu, Ken Umang tidak pernah hadir di Istana, karena takut dengan Ken Dedes.
Seorang bayi laki-laki lahir dari rahim Ken Umang; diberi nama Panji Tohjaya.

(Bersambung)

No comments: