Sunday, August 24, 2008

Pendiri Kerajaan Majapahit (Bagian 5)

Pelantikan Raden Wijaya sebagai Raja, gelar Kertarajasa

Diceritakan kembali oleh Satoto Kusasi



Bab 1

Istana Kediri terbakar habis, tetapi tidak terdengar orang yang meminta tolong atau yang sedang mengerang-ngerang meregang nyawa dari dalam Istana yang terbakar.

“Yeh Luchi, Jayakatwang dan tentaranya sedang melarikan diri melalui terowongan rahasia; jadi Istana ini sesungguhnya sudah kosong. Mari kita kejar dimulut terowongan.” Kata Raden Wijaya kepada Yeh Luchi.

Raden Wijaya mempunyai pengalaman yang sama sewaktu Istana Singosari dibakar oleh Jayakatwang.

Kemudian mereka mengitari Istana untuk mencari dimana muara terowongan rahasia itu adanya, “Biasanya muara terowongan itu adalah suatu hutan yang lebat.”

Betul dugaan Raden, tampak barisan tentara Kediri yang sedang keluar dari mulut terowongan, dipimpin oleh Jayakatwang.
Segera tentara Tar-tar menyerang tentara Kediri dibawah pimpinan Jayakatwang.
Maka terjadilah pertempuran ronde kedua. Tentara Kediri bertempur habis-habisan, karena tidak ada lagi tempat untuk melarikan diri. Mereka merasa diatas angin, disebabkan jumlahnya lebih banyak dari tentara Tar-tar.

Tetapi pada akhir pertempuran, tentara Tar-tar yang keluar sebagai pemenang. Hal ini disebabkan tentara Mongol memang profesional dan terlatih.

Tentara Kediri yang tewas berjumlah lima ribu orang; sedang tentara Tar-tar yang tewas berjumlah seribu orang. Raden Wijaya selamat; sedang tentaranya yang tewas berjumlah seratus orang.

Tentara Tar-tar sangat kelelahan, banyak diatara mereka yang tertidur didalam hutan.
Yeh Luchi puas dapat mengalahkan lawannya.

Akan tetapi, ajudannya, Ike Mase merasa tidak puas; dikarenakan dia mempunyai pendapat yang berbeda dengan Yeh Luchi.
“Yeh Luchi seharusnya tidak perlu memerangi Jayakatwang; karena itu bukan tugasnya. Tugasnya adalah hanya menghukum Raja Kertanegara.” Pikir Ike Mase.
Mengenai siapa Raja yang akan berkuasa, diserahkan kepada orang-orang Jawa; bukan urusan orang Mongol. Tetapi yang lebih penting adalah Raja di Jawa harus mengirim upeti secara rutin.
Rasa tidak puas terhadap kepemimpinan Yeh Luchi menyebar keseluruh tentara Tar-tar. Mereka bertekad untuk pulang segera ke Tiongkok; bahkan mereka akan lari dari tugas atau desersi, apabila pimpinannya tidak setuju.

Raden Wijaya mendekati Yeh Luchi, “Kawan, jangan lupa akan upeti yang telah kujanjikan untuk dipersembahkan kepada Raja Kublai Khan. Akan tetapi upeti itu berada di tempat kami, Tanah Majapahit.
Marilah kita bersama-sama mengambilnya kesana.”

Yeh Luchi berseri-seri wajahnya, sekalipun dia lelah dalam pertempuran. Dia mendekati para ajudannya dan para perwira militernya, untuk berunding, apakah mereka mau singgah sebentar ke tanah Majapahit. Tampaknya tidak ada yang mau ke tanah Majapahit guna mengambil upeti; semuanya berkeinginan untuk pulang ke Tuban, angkat sauh dan pulang kembali ke Tiongkok.

Pada akhirnya Yeh Luchi sendiri disertai sepuluh orang pengawalnya yang akan bertugas mengambil upeti; sementara Ike Mase dan seluruh tentara Tar-tar pulang kembali ke Tuban.

Raden Wijaya sangat bersyukur kepada para Dewa, “Oh Dewa yang Agung, engkau telah memberikan kemudahan didalam perjuanganku.”

Yeh Luchi memperlihatkan sikap yang lebih bersahabat kepada Raden Wijaya, “Aku atas nama Kerajaan Mongol mempercayakan kekuasaan di tanah Jawa ini kepadamu Raden. Tandanya bahwa kamu sudah tunduk kepada kami, adalah dengan mengirimkan upeti secara rutin berkesinambungan kepada kami.”

“Baik, aku akan laksanakan.”

Sepanjang perjalanan Yeh Luchi mencoba bercakap-cakap dalam bahasa Jawa sebisanya; hal ini membuat semua orang tertawa. Sehingga suasana memjadi lebih akrab.

Tiba-tiba, seorang tentara Tar-tar berteriak terkena panah dipunggungnya dan langsung mati.

“Raden Wijaya, kita diserang kembali oleh Jayakatwang. Siap-siap untuk bertempur.” Yeh Luchi memberi komando.

Darimana serangan itu datang, tidak ada yang tau. Tentara Tar-tar yang kedua tumbang terkena panah. Kemudian ketiga, keempat dan kelima.
Semua orang merunduk dan bersembunyi disemak-semak.

Setelah beberapa saat, keadaan kembali tenang. Yeh Luchi pucat ketakutan, “Raden, bertindaklah! Kita sedang diserang oleh musuh.”

“Yang menyerang adalah aku. Bunuh semua!” Perintah Raden Wijaya.
Segera prajurit-prajurit Majapahit menyerang sisa-sisa tentara Tar-tar, termasuk Yeh Luchi, hingga semua orang Mongol itu mati.

Tak lama kemudian seribu prajurit Majapahit dipimpin oleh Aria Wiraraja datang menemui Raden Wijaya. Kedua grup menyatu dan langsung mengejar tentara Tar-tar yang akan sampai ke Tuban.

Sebagian tentara Tar-tar sudah menaiki kapal-kapalnya dan sebagian yang lain masih didarat. Nampaknya mereka setuju untuk meninggalkan pimpinan mereka, Yeh Luchi.

Mereka yang masih didarat terpaksa menghadapi pertempuran kembali dengan tentara Majapahit yang dipimpin oleh Aria Wiraraja. Pertempuran berjalan sengit sehingga jatuh banyak korban pada kedua belah pihak.

Pada akhirnya mereka menaiki perahu-perahunya dan berlayar menuju kapal-kapal mereka yang sudah mengangkat sauh; pulang ke Tiongkok.


Bab 2

Raden Wijaya beserta keempat istrinya dinobatkan sebagai Raja di Kerajaan Majapahit dengan gelar Kertarajasa.

Raja memerintahkan untuk membuat Istana yang baru di tanah Majapahit. Istana tersebut diberi nama Trowulan.

Seluruh rakyat Majapahit bersyukur atas kemenangan tentara Singosari atas tentara Tar-tar.

Kegembiraan bertambah dengan kedatangan Adytiawarman dari tanah jajahan di sebelah barat Nusantara. Adytiawarman datang bersama seorang Putri Kerajaan yang bernama Dara Petak dari Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat.

Raja menikahi Putri Dara Petak dan mendapatkan anak bernama Kala Gemet atau Raja Jayanegara. Jayanegara yang akan menjadi Raja menggantikan Raden Wijaya.

Sementara itu Adytiawarman terheran-heran melihat Istana Singosari hancur berantakan, “Siapa orang yang mengamuk?”

“Ada pemberontakan sewaktu Tuan berada di Luar Negeri; orang itu ialah Jayakatwang.”


(Tamat)

No comments: