Sunday, August 31, 2008

Hikayat Raja Ken Arok (Bagian 2)

Pemberontakan Terselubung

Diceritakan kembali oleh Satoto Kusasi


Bab 1

Pasar adalah tempat orang berjual-beli; akan tetapi ada juga yang datang untuk mengemis. Tersebutlah seorang ibu menggendong anaknya, bernyanyi dengan memakai alat musik seadanya, untuk mengemis. Banyak pengemis yang lain, akan tetapi pengemis yang satu ini agak berbeda; nyanyiannya menyinggung kecurangan Raja yang sedang memerintah. Dia bernyanyi,

Jangan salahkan aku mengemis
Karena suamiku telah mati dibunuh
Sedih dan pilu aku hanya dapat menangis
Kubawa dendam ini, dada terasa penuh

Mengapa Raja membunuh?
Karena dia ingin merebut wanita
Wanita cantik dan berpengaruh
Engkau pasti tau siapa dia

Dimanakah keadilan kan kudapat
Ku percaya Tuhan tidak tidur
Oh Dewa, tunjukan kekuasan mu
Perintahkan Raja untuk mundur

“Hai dia berpantun tentang Raja; alangkah beraninya dia. Sebentar lagi pasti dia ditangkap oleh laskar Singosari. Mari kita tanyakan maksud pantun itu.”

“Hai wanita, apakah suamimu telah dibunuh oleh Raja? Apa alasan Raja membunuh suamimu?”

“Ya benar, disebabkan Raja ingin merebut seorang wanita cantik. Sekarang dia dapatkan”

“Apakah yang engkau maksud Raja Ken Arok?”

Dia mengangguk, dan kemudian cepat-cepat dia pergi sambil mengemas alat musiknya.
Tak lama kemudian serombongan serdadu Singosari datang untuk menangkap sipengemis wanita; tetapi dia sudah pergi.

“Hai kawan, apakah engkau melihat seorang pengemis wanita?” Tanya Komandan kompi.

“Kau datang terlambat, karena baru saja dia angkat kaki.
Untuk menangkap seorang wanita, engkau tidak perlu membawa sedemikian banyak prajurit. Ha ha ha.”

“Wanita itu sudah kami nyatakan sebagai pemberontak. Karena bukan dia saja, banyak teman-temannya yang bekerjasama dengan dia untuk membuat kekacauan di Negeri ini. Jadi memang sedang terjadi pemberontakan terselubung.”

Seseorang memberi keterangan, “Dia bernama Ken Merak, istri almarhum Kebo Ijo. Dia tidak puas dengan kematian suaminya yang dituduh membunuh Akuwu. Bahkan dia balik menuduh dengan bernyanyi katanya, gara-gara seorang wanita cantik yang ingin direbut, maka dia mau membunuh teman sendiri.”

Yang lain memberi komentar, “Memang persoalan ini harus diangkat kembali; marilah kita menegakkan keadilan di Negeri kita.”

Semakin ramai orang membicarakan Ken Merak yang bernyanyi menuduh Raja Ken Arok sudah bertindak tidak adil terhadap suaminya.

Ken Merak datang untuk mengemis disetiap tempat ramai dan selalu berpindah-pindah. Yang aneh dari dia adalah tidak mudah polisi menangkapnya; selalu polisi terlambat datang, seolah-olah ada yang memberitahukan kedatangan polisi kepada dia.

Pada akhirnya seluruh rakyat tau duduk permasalahannya; padahal peristiwa terbunuhnya Akuwu Tunggul Ametung sudah empat belas tahun yang lalu. Mengapa Ken Merak baru sekarang meminta keadilan? Apakah dia memberi kesempatan kepada Ken Arok untuk menjadi Raja sesaat dan baru sekarang meminta dia mundur.
Tidak ada yang tau jawabannya.


Bab 2

Anusapati muda suka sekali berkelana. Dia tau bahwa dia dibesarkan di Istana Tumapel. Dia sekarang rindu dengan tempat bermain di masa kecilnya. Ayah dan ibunya sering kali melarang dia untuk datang ke Istana Tumapel; dia tidak tau alasannya mengapa.

Pada suatu hari, dia diam-diam pergi ke Istana Tumapel, guna bersenang-senang.
Sekarang, Istana Tumapel ditempati oleh Akuwu yang baru bernama Demang Chandra.
Demang Chandra menyambut Pangeran Singosari dengan penuh hormat, walaupun kedatangannya informil bahkan mengejutkan.

“Paman, antarkan aku untuk melihat-lihat tempat aku bermain dulu, semasa aku masih anak-anak.” Pinta Anusapati kepada Demang Chandra. Mereka berjalan mengitari Istana dan taman Balboji.

“Paman, ada sebuah kamar yang terkunci; bukalah, aku mau melihat dalam kamar itu.”

“Aku mendapat perintah dari Akuwu yang lama untuk tidak membuka kamar ini, aku tidak tau alasannya, mengapa dia melarang aku.”

“Baiklah, tidak usah dibuka; mungkin didalam sana ada hantu yang dapat mengganggu kita.”

Setelah puas berputar-putar di Istana Tumapel, Anusapati muda minta diri untuk pulang.

Dia memakai kereta kencana menuju Istana Kediri. Ditengah jalan, hampir saja kereta kencana menabrak seorang penyebrang jalan. Untuk peristiwa itu, Anusapati mengambil kesempatan untuk turun dari kereta guna meminta maaf kepada wanita yang malang itu.

“Ibu, apakah engkau baik-baik saja?”

“Aku baik-baik, hanya ada luka sedikit, tetapi tidak mengapa.”

“Apakah engkau mau turut dengan ku? Aku akan antarkan engkau menuju tujuan.”

“Wow, aku bahagia dan tersanjung, aku mau.”

Biasanya seorang rakyat jelata menolak tawaran yang hanya sekedar basa-basi dari seorang Ningrat, anak Raja. Tetapi wanita ini malah menerima tawaran Pangeran Anusapati, ini sesuatu yang agak janggal.

Sesampainya dirumah wanita itu, dia memaksa Anusapati untuk singgah sebentar, “Aku akan menceritakan sesuatu hal yang kamu harus mengetahuinya. Jadi aku minta untuk engkau dapat singgah sebentar untuk mendengarkan keterangan dariku.”

“Baiklah. Hal apakah yang aku belum mengetahui? Apakah itu penting untuk aku ketahui?”

“Sungguh penting untuk engkau ketahui. Mari masuk kedalam rumahku yang sempit ini.”

“Nah Pangeran, aku tau bahwa engkau ingin masuk kedalam suatu kamar yang terkunci. Kamar itu tidak boleh dimasuki siapapun, atas perintah ibumu dan ayahmu. Sampai saat ini engkau ingin tau, maka aku beritahukan alasannya.
Kamar itu adalah tempat ayahmu yang sebenarnya dibunuh, Akuwu Tunggul Ametung. Ayahmu dibunuh saat beliau sedang tidur nyenyak bersama istrinya, KenDedes. Si pembunuh adalah Ken Arok, Raja yang berkuasa sekarang.
Alasan pembunuhan adalah, Ken Arok berambisi untuk menjadi Akuwu di Tumapel dan yang paling penting adalah dia ingin merebut Ken Dedes dari Tunggul.

Strategi untuk membunuh Tunggul sudah dirancang sedemikian rapi sehingga membawa Kebo Ijo, suamiku menjadi tersangka pembunuh Tunggul’.

Pangeran Anusapati menjadi pucat, nafasnya cepat, ‘Bagaimana ceritanya sehingga suamimu terlibat dalam pembunuhan itu sebagai tersangka?’

‘Ken Arok meminjamkan kerisnya yang sakti kepada suamiku. Kebetulan suamiku harus menghadapi seorang perampok dikampungnya, jadi dia memang membutuhkan keris itu.

Pada malam pembunuhan, seorang pencuri masuk kedalam rumahku, hanya untuk mencuri keris tersebut. Aku tau siapa pencuri itu walaupun dia memakai masker penutup wajah; dia adalah Ken Arok, dengan memperhatikan gayanya dan gerak geriknya.
Sementara itu, aku berpura-pura tidur.

Beberapa jam kemudian serombongan prajurit jaga datang kerumahku dan mengatakan bahwa suamiku yang sedang tidur nyenyak adalah si pembunuh Akuwu. Ken Arok langsung membunuh suamiku dihadapanku. Suamiku dihukum tanpa melaui peradilan yang benar. Dia dihukum hanya kedapatan kerisnya masih tertancap didada Akuwu. Itulah satu-satunya bukti untuk menuduh suamiku, pada hal keris itu telah dicuri oleh Ken Arok, sebelum pembunuhan itu terjadi.

Berita yang sungguh nyata ini sangat dirahasiakan untukmu; tidak seorangpun berani menceritakan, kecuali aku. Sekarang aku ingin tau bagaimana reaksimu setelah mendengar cerita yang sebenarnya.’

‘Jadi ayahku yang sebenarnya adalah Akuwu Tunggul Ametung dan dibunuh oleh ayah tiriku, Ken Arok. Sesuatu cerita yang mencengangkan.’

‘Apakah engkau menjadi benci kepada ayah tirimu?”

“Seharusnya aku dapat melihat ketidak adilan yang telah dijalankan oleh Ken Arok, ayahku. Akan etapi, dia adalah ayahku yang baik, kepala rumah tangga yang baik. Bahkan Raja yang bijak di Kerajaan Singosari yang telah membuat rakyat menjadi lebih makmur.”

‘Betul, yang sakit hati adalah aku, Ken Merak, istri Kebo Ijo. Dendamku kupendam sedemikian lama, akan tetapi hari ini aku tidak sanggup menahannya.
Jika engkau menjadi aku, apakah engkau akan membalas dendam atas kematian keluarga yang dicintai? Aku yakin jawabanya ya.’

‘Ken Merak; engkau sedang sakit hati atas perbuatan Ken Arok, aku sesungguhnya dapat mengerti perasaanmu. Sekarang engkau menemukan teman seperjuangan, yaitu aku. Karena aku bernasib sama denganmu; aku telah kehilangan ayahku sejati, Akuwu Tunggul Ametung, sedangkan engkau telah kehilangan suami yang engkau cintai.
Apakah engkau mau mengadakan pemberontakan melawan Raja?’

‘Ya aku mau jika aku mendapat dukungan darimu. Apakah engkau mau mendukung aku ? Engkau tidak perlu ikut didalam barisanku, tetapi cukup berada di Istana saja ; dan bahkan engkau harus menjaga sikapmu terhadap ayah tirimu, seolah-olah engkau belum mengetahui rahasia pembunuhan Akuwu Tunggul Ametung.
Apakah engkau mau mendukungku didalam pertempuran ini ?’

‘Demi keadilan dan demi ayahku, aku akan mengatakan, ya. Aku akan mendukungmu.’

Ken Merak mendekat Pangeran Anusapati, jongkok dan memeluk kaki Pangeran, ‘Aku adalah serdadumu didalam pertempuran yang akan kita laksanakan. Aku akan berada digaris terdepan. Semoga Para Dewa berpihak kepada kita, demi keadilan.’

‘Apakah engkau merencanakan suatu pertempuran dan kekacauan ?’

‘Aku tidak akan membawa senjata; aku hanya akan menyebar rumor kebusukan Raja. Aku hanya akan bernyanyi di tempat-tempat rakyat berkumpul. Pantun ku berisi hujatan terhadap Raja dan juga berita kesedihanku akan kematian suamiku. Aku mengharapkan semua rakyat akan mendengar dan mengerti kebusukan Raja yang hampir terkubur. Walaupun dia seorang Raja yang bijak dan baik hati, tetapi sebenarnya dia adalah setan.’

‘Aku setuju denganmu. Bahkan aku akan mengirimkan pasukan rahasiaku untuk membantumu. Tetapi aku tidak ingin menyakiti ayah tiriku; aku meminta tolong orang lain untuk menyingkirkan KenArok. Aku meminta kamu untuk mengatur pembunuhan Ken Arok.”


Bab 3

Anusapati baru pulang dari Istana Tumapel. Dia langsung mendapatkan ibunya, Ken Dedes. Ibunya sedang bersama adiknya, Mahisa Wongateleng.

“Mam, aku baru pulang dari Istana Tumapel, untuk berjalan-jalan saja.”

‘Tetapi engkau tidak pamit kepadaku, seharusnya engkau pamit kepadaku’

‘Sudah lama aku meminta izin untuk berjalan-jalan ke tempat itu, tetapi engkau selalu melarang. Jadi kali ini aku sengaja tidak berpamitan denganmu. Nampaknya engkau menyimpan sesuatu rahasia di Istana Tumapel, benarkah Mam ?’

Terkejut Ibu Ken Dedes mendengar pertanyaan anaknya ; nampak mukanya menjadi pucat. ‘Nak, apa yang engkau dapatkan didalam Istana tua itu?’

‘Ada satu kamar yang pintunya selalu tertutup, dikunci oleh orang. Aku minta kepada Demang Chandra untuk membuka pintu kamar itu, akan tetapi dia menolak dikarenakan engkau melarangnya, benarkan begitu?’

‘Ya benar, lalu apa yang sudah kamu ketahui akan kamar itu?’

‘Mam, disitu sudah terjadi pembunuhan. Akuwu Tunggul Ametung dibunuh ditempat itu. Yang lebih mencengangkan adalah, Akuwu itu adalah ayah ku yang sebenarnya dan si pembunuh adalah Ken Arok ayah tiriku yang sekarang sudah ku akui sebagai ayahku sebenarnya.’

Ken Dedes terdiam, dia merenung, ‘Rahasia ini memang sudah kuduga akan terbongkar oleh anakku; seolah-olah arwah ayahnya belum tidur. Dan sekarang dia, arwah ayahnya sudah memberitahukan keadaan sebenarnya akan dirinya’ Pikir Ken Dedes.

“Siapakah yang menceritakan berita ini?”

“Ken Merak, istri dari Kebo Ijo. Dia menyimpan dendam kesumat akan kematian suaminya yang dibunuh oleh Ken Arok. Baru kali ini dia ingin melampiaskan dendam tersebut. Dia bercerita semuanya tentang Ken Arok yang merebut kekuasaan dan merebut engkau dari ayahku, secara curang.
Dia juga membunuh Kebo Ijo, suami dari Ken Merak, agar semua kesalahan ditimpakan kepada Kebo Ijo.
Mam, apakah engkau terlibat didalam pembunuhan ayahku?”

Kembali Ken Dedes menjadi pucat mukanya dan terdiam.

Tiba-tiba, Mahisa Wongateleng menghunus kerisnya dan berdiri diatara Ken Dedes dan Anusapati, ‘Kakak, jangan menggangu ibu kita; jika engkau mau menciderai ibu kita, engkau harus melangkahi mayatku dulu.”

Anusapati terkejut menyaksikan ulah adiknya, kemudian dia menangis dan memeluk Mahisa Wongateleng dan ibunya. Kini, ketiga-tiganya menangis bersama-sama.

“Maafkan aku adik dan ibu-ku, aku tidak bermaksud menciderai ibu kita.”

“Baiklah anakku; seolah engkau memaksa ibu menceritakan riwayat ku yang kelam kelabu. Ayahmu menikahi ku dengan cara kekerasan, penuh paksa. Sesungguhnya aku tidak mencintai dia; sehingga kehidupan rumah tangga ku seperti neraka. Aku seolah menjadi budaknya. Dia menculik aku dari rumah ayahku ditengah hutan, untuk dipaksa kawin dengannya.

Pada suatu malam, terpaksa aku melarikan diri dari Istana Tumapel. Seorang prajurit jaga mengejarku dan menyerahkan aku kembali kepada suamiku. Prajurit itu bernama Ken Arok. Aku menaruh harapan kepadanya untuk aku dapat lepas dari jerat perkawinan ini. Dia mau melepaskan aku dari Tunggul dan dia juga menyatakan cintanya kepadaku.

Demikian akhirnya terjadi pembunuhan-pembunuhan itu.
Apakah engkau sekarang membenci ayah tirimu ?

“Aku akan tetap sayang kepada ayahku, Ken Arok; walaupun aku tahu dia lah pembunuh ayahku yang sebenarnya.
Akan tetapi aku sudah memberikan dukungan dan simpatiku pada perjuangan Ken Merak.”

“Ken Merak akan berbuat apa?”

“Ken Merak akan mengadakan pemberontakan melawan Raja, tetapi secara terselubung. Dia akan memberitahukan kepada masyarakat akan suaminya yang tidak bersalah.
Dan dia akan menceritakan pembunuhan yang telah dilakukan Raja terhadap Akuwu Tunggul.
Dia sekarang telah menjadi pengemis yang bernyanyi tentang kejelekan Raja Ken Arok. Dia berkeliling kota, ketempat-tempat rakyat berkumpul seperti pasar untuk bernyanyi.

Sekarang aku ingin tau pendapatmu Mam, apakah aku memang seharusnya membenci Ken Arok?”

“Engkau tidak perlu membenci ayah tirimu, Ken Arok.
Dia telah membesarkan engkau seperti membesarkan anaknya sendiri.’

‘Semuanya itu karena engkau Mam yang telah menjaga keselamatanku, terimakasih Mam. Jika tidak ada engkau, tentu aku sudah lama dibunuh oleh Ken Arok.

Mam, apakah engkau juga mau ikut mendukung perjuangan Ken Merak, seperti aku?”

“Jadi engkau berencana untuk menyingkirkan Ken Arok, betulkah begitu?”

“Aku sesungguhnya lebih senang mengatakan tidak dari pada ya, tetapi mengingat akan halnya ayahku, terpaksa aku harus mengatakan ya.’

‘Baiklah, aku akan ikut denganmu, tetapi dengan alasan yang lain. Sesungguhnya aku sedang cemburu kepadanya karena dia mempunyai selir, Ken Umang.’


Bab 4

Ken Arok merasa resah dan takut dikarenakan rumor tentang tindakannya yang brutal pada masa lalu. Semua anggota masyarakat sedang hangat-hangatnya membicarakan kembali pembunuhan Tunggul Ametung yang telah lama terjadi.

Pada mulanya mereka percaya bahwa yang membunuh Tunggul adalah Kebo Ijo. Akan tetapi dengan adanya berita baru yang dinyanyikan oleh Ken Merak, mereka sekarang tau bahwa hal itu tidak benar. Bahkan mereka menjadi yakin bahwa yang membunuh adalah Raja Ken Arok sendiri.

Raja memanggil Anusapati untuk mendiskusikan rumor tersebut.

“Hai Anusapati, apakah engkau sudah mendengar berita hangat tentang diriku? Mereka mengatakan bahwa aku yang membunuh Akuwu Tunggul Ametung. Itu tidak benar.”

“Aku sudah mendengar apa-apa yang mereka katakan; akan tetapi, aku tidak percaya kepada mereka.”

“Yang membunuh adalah Kebo Ijo dan dia sudah dihukum. Jadi permasalahannya sudah selesai. Mengapa mereka sekarang mendiskusikan lagi; seharusnya mereka mau berpikir maju ke masa depan bukan berpikir mundur ke masa silam. Apakah engkau sependapat dengan ku?.

“Untuk sementara ayah jangan menampakan diri dimuka umum, seolah-olah ayah sedang sakit. Apabila rumor ini sudah tenang, baru ayah keluar Istana, memperlihatkan diri.”

Ken Arok mendekati Anusapati dan memeluknya, “Engkau selalu membela ayahmu dengan gagah berani. Apakah engkau mendengar berita yang mereka diskusikan sepanjang hari dipasar?”

“Ya aku mendengar apa yang mereka katakan.”

“Apakah engkau percaya bahwa aku yang telah membunuh Akuwu Tunggul Ametung?”

“Mengapa ayah bertanya seperti itu kepadaku. Aku hanya percaya kepada ayahku saja. Ingatlah ayah, bahwa kita adalah keluarga yang kompak dan ayah adalah kepala keluarga yang baik. Bahkan ayah adalah pemimpin Negeri yang sukses membawa kemakmuran Rakyat Singosari.”

Kembali Ken Arok memeluk Anusapati, tetapi sekarang disertai dengan air mata yang berderai. Anusapati juga ikut menangis, ‘Ayah, kita sedang menghadapi ujian berat.’

Sementara itu di dalam kota Daha, masyarakat semakin ramai membicarakan kematian Kebo Ijo yang diriwayatkan Ken Merak. Mereka sependapat bahwa itu suatu bentuk ketidak adilan yang dilakukan oleh Raja Ken Arok.

Mereka berkumpul, membentuk barisan dan bergerak kemuka Istana Singosari guna menghadap Raja. Mereka ingin menanyakan langsung kepada Raja akan berita terbaru dari Ken Merak.

“Baginda, rakyat berkumpul dimuka Istana, ingin menghadap Baginda.”

“Berapa kira-kira jumlah mereka?”

“Lebih dari dua ribu orang.’

Ken Arok menggandeng tangan Anusapati untuk menemaninya menghadap rakyatnya sendiri yang akan mengadilinya. Anusapati mengajak ibunya dan adiknya.
Sementara Ken Umang, selir Raja dan putranya, Panji Tohjaya tidak ikut serta karena mereka memang tidak tinggal di Istana.

‘Anusapati, engkau mewakili ayah untuk berbicara dimuka umum.’

‘Baik ayah.’

‘Wahai rakyat Singosari yang kami cintai, semoga Para Dewa ikut bersama kita dan memberikan berkah kepada kita dan juga memberikan ampunan kepada kita.
Apakah engkau juga ikut memberikan ampunan kepada orang yang pernah bersalah ? Aku kira begitu adanya.”

Rakyat berbisik, bercakap dan berseru-seru ramai seperti lebah berdengung.
Salah seorang dari mereka berteriak, “Bukan masalah Tuhan atau Dewa yang akan kita bicarakan hari ini, tetapi dosa Raja Ken Arok. Mengakulah wahai Raja, akan kesalahanmu yang telah membunuh secara keji Akuwu Tunggul Ametung dan Kebo Ijo.”

Ken Arok menjadi pucat mukanya.

Tiba-tiba sebatang anak panah lepas dari busurnya dan menembus perut Raja. Raja tumbang disertai rasa sakit diperutnya. Segera Anusapati membawa Raja diikuti oleh Keluarga Kerajaan kedalam Istana.

Pasukan keamanan mengusir rakyat yang sedang marah. Pekerjaan itu dengan mudah dilaksanakan, seolah-olah ada kerjasama antara rakyat denga pasukan keamanan.

Raja dibawa masuk kedalam kamarnya dan dibaringkan.

“Anusapati anakku, bunuhlah ayah dengan memakai keris Empu Gandring. Aku akan memenuhi kutukan Empu Gandring. Aku tidak mau menahan sakit lebih lama lagi.”
“Engkau memintanya ayah. Baiklah akan kupenuhi permintaan ayah.”
Anusapati menusukan keris Empu Gandring ke dada Ken Arok. Ken Arok menemui ajalnya segera.

Anusapati merasa berdosa untuk pembunuhan yang diminta, oleh sebab itu, segera keris dicabut dan dilemparkan kelantai begitu saja.

Kemudian dia mengumumkan kepada staf Istana bahwa Raja telah wafat dikarenakan kehilangan banyak darah pada luka diperutnya. Dia tidak mengatakan karena ditusuk dengan keris didadanya. Semua orang mengerti bahwa yang membunuh adalah rakyat yang tidak puas dengan dosa Raja di masa lalu.

Akan tetapi ada staf militer yang mengawal Raja. Dia selalu berada diluar kamar Raja, tetapi pendengarannya cukup tajam untuk mendengarkan perkataan terakhir Raja Ken Arok. Dia menyimpulkan bahwa Anusapati lah telah mengakhiri riwayat Ken Arok.

Orang ini masuk kedalam kamar Raja untuk membereskan kamar. Dia menemukan keris Empu Gandring yang tergeletak dilantai, penuh darah. Keris tersebut diambil dan disimpan olehnya.


Bab 5

Anusapati dilantik menjadi Raja menggantikan Ken Arok. Singosari menjadi tengang dan damai. Semua anggota masyarakat setuju dan puas dengan pemerintahan Anusapati.

Kecuali Panji Tohjaya, ‘Yang syah menjadi Raja di Singosari adalah aku, bukan dia. Karena aku adalah keturunan langsung Ken Arok. Ken Arok tidak pernah mengumumkan bahwa Anusapati adalah pengganti Raja secara hukum. Dia adalah keturunan Akuwu Tunggul Ametung, bukan Ken Arok.’

Panji Tohjaya membawa keluarganya masuk kedalam hutan dan mendirikan markas militer guna melancarkan pemberontakan disaat yang tepat. Dia giat mengumpulkan para pengikut setia ayahnya dan juga orang-orang yang kecewa dengan Kerajaan Singosari.
Anggota militer para pemberontak berlatih setiap hari didalam hutan itu.

Sementara itu adiknya, Mahisa Wongateleng tidak mau menjadi Raja, dia lebih senang menjadi pedagang dengan kedudukan sebagai rakyat biasa saja.

No comments: