Friday, May 31, 2013

AIRLANGGA, Sang Raja titisan Dewa Wisnu

Diceritakan oleh Satoto Kusasi

Prakata


Jawa Timur, di Kota Watugaluh, pada tahun 1006, tersebutlah kisah akan seorang Raja yang bijaksana dan terkenal.  Raja itu dipercaya sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.

Pada tahun itu lah terjadi malapetaka yang membawa kehancuran Istana Watugaluh sewaktu diadakan pesta perkawinan Keluarga Kerajaan Medang; Dikarenakan serangan militer Raja Wurawari dari Lwaram ( sekarang Blora) dengan dibantu oleh tentara Sriwijaya.  
Serangan datang tiba-tiba, sehingga Raja beserta seluruh Keluarga Kerajaan mati terbunuh, kecuali anak menantu nya sebagai pengantin pria, yang berhasil melarikan diri. Maka dikala itu, runtuhlah sudah Kerajaan Medang.
Cerita ini bukan catatan sejarah, akan tetapi cerita nenek ku.  Nenek sangat kagum akan kebesaran Raja Airlangga yang dipercaya sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.
Nenek ku mencoba menerangkan akan hal nya ‘Hukum Karma’ yang dipercaya sebagai sebab dan akibat dari peristiwa-peristiwa tragis mengerikan yang dialami oleh tiga Kerajaan, Kerajaan Medang, Sriwijaya dan Chola Tamil.  Percaya atau tidak percaya, peristiwa-peristiwa itu memang saling kait-mengkait, sesuai dengan hukum karma;  Yang dipercaya sebagai hukum alam yang tidak akan berubah, dan akan menimpa setiap manusia di Dunia ini.
Sebelum memulai cerita nya, Nenek bernyanyi akan isi cerita nya.

Duka nestapa sedang ku alami

Bencana datang secara tiba-tiba tanpa kuasa untuk ditolak
Keluarga, teman setia dan bahkan calon istriku, telah mati tak berdaya
Apakah kami harus menyalahkan musuh kami ?
Sesungguhnya mereka seperti anak wayang

Jadi, siapa yang harus dipersalahkan ?

Aku menanggung dendam dan amarah, kepada siapa ku balaskan sakit hati ku ?
Dikarenakan, mereka yang datang untuk menyakiti, sesungguhnya juga pernah disakiti.
Oleh siapa ?
Dengan berat hati, kami harus mengakui;  Ya benar, oleh kami, kami sendiri.

Jadi, sesunguhnya kami lah yang bersalah

Yang harus menanggung hukuman dari Tuhan, karena harus patuh Hukum Karma..
Biarkan lah urusan balas-membalas akan dendam-amarah itu diserahkan kepada Tuhan.
Karena cara memberi hukuman kepada orang yang curang, adalah hak Tuhan
Engkau tidak mempunyai hak.; Engkau hanya boleh memperhatikan; Apa yang akan terjadi.

Hanya waktu yang akan membuktikan bahwa Hukum Karma itu sungguh benar ada.

Percayalah ! Tuhan tidak tidur !


Prolog


Upacara perkawinan antara Airlangga dengan Dewi Laksmi Anggraini berlangsung meriah; Rakyat Medang bergembira ria melalui pesta besar yang diadakan oleh Kerajaan.  Pesta perkawinan diadakan didalam Istana Kerajaan di Kota Watugaluh, (sekarang Jombang). 

Raja Dharmawangsa Teguh sedang mengadakan perhelatan perkawinan Putrinya dengan menantu yang bernama Sri Lokeswara Airlangga, dari Kerajaan Bali.
Sepasang pengantin duduk bersanding dengan memakai pakaian kebesaran Para Raja; Dikelilingi oleh Keluarga Kerajaan.   Sementara penabuh gamelan memulai menabuh alat musiknya mengiringi nyanyian pesinden;  Tak lama kemudian keluarlah para penari yang menarikan tarian khas Istana.
Para pelayan Istana sibuk menyediakan hidangan yang sungguh lezat untuk para undangan.  Semua para tamu undangan merasa puas dengan hidangan dapur Istana.
Dengan demikian, maka Raja Dharmawangsa Teguh mempunyai anak menantu dari Bali, Airlangga, yang mempererat tali persahabatan kedua Kerajaan, Bali dan Medang.

Kegembiraan Raja Dharmawangsa tidak lah terlalu lama, karena datang musibah, secara tiba-tiba.


Tiba-tiba, semua orang  yang hadir dikejutkan dengan suara bentakan-bentakan yang tidak sopan dari serombongan orang yang datang mengamuk, “ Hancurkan !  Hancurkan ! Hancurkan !  Bunuh semua nya !  Bunuh semua nya !  Bunuh semuanya !”
Mereka datang tanpa diundang, menyeruak masuk kedalam Istana dan membuat kekacauan.  Para pengacau ini tidak sedikit jumlahnya, semakin lama semakin banyak berdatangan.

Tentara Medang yang menjaga keamanan juga terkejut mendapatkan orang-orang yang tiba-tiba datang mengamuk;  Mereka benar-benar ingin melakukan kekacauan didalam suatu pesta yang diadakan oleh Kerajaan Medang.
Seorang tentara Medang bertanya, “ Hai siapakah kalian ?  Siapa pemimpin kalian ? “
Mereka tidak menjawab pertanyaan Mahapatih Medang, tetapi pedang dan keris-nya lah yang berbicara.  Banyak rakyat yang mati tertusuk keris dan tersabet oleh pedang.
Para tamu undangan menjadi gempar; Terdengar jeritan kaum wanita dan tangisan anak-anak, disertai oleh suara bentakan dari kaum pengacau. 
Mereka bukan perampok, tetapi tentara yang terlatih dalam pertempuran.  Maka dalam waktu yang singkat, banyak korban yang mati perlaya, didalam pesta perkawinan yang berubah menjadi kekacauan.  Mayat-mayat berserakan didalam dan diluar Istana.  Beberapa diantara mereka yang sedang sekarat mau mati, mengerang-ngerang kesakitan dan meminta tolong, karena belum mau mati.

Tentara Medang menjadi kacau balau; Mereka berusaha sedapat mungkin untuk menyelamatkan Raja Dharmawangsa beserta seluruh Keluarga Kerajaan.  Tetapi usaha mereka sia-sia, karena Raja tewas dengan banyak tikaman keris ditubuhnya;  Demikan juga seluruh keluarga Kerajaan, semua tewas secara mengenaskan; Termasuk pengantin perempuan, istri Airlangga sendiri. 

Rakyat yang ikut hadir, beserta tentara Medang yang masih hidup, melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya; Termasuk menantu Raja, Airlangga.  Dia beruntung tidak menemui maut didalam kekacauan itu.

Istana Watugaluh dibakar oleh pengacau; Api semakin besar dan akhirnya Istana yang megah itu, binasa, menghitam, menjadi debu dan arang.  Begitu juga mayat-mayat yang ada didalam Istana, hangus menghitam tidak dapat dikenali lagi.
Airlangga berkuda ditemani oleh pengawalnya, Narottama.  Dia melarikan diri kedalam hutan untuk bersembunyi dari kejaran musuh.


Bab 1.


Airlangga sampai ditempat persembunyianya yang dia anggap sudah aman dari kejaran musuh; Nafas nya masih terengah-engah, mukanya pucat ketakutan dan perasaannya tertekan sedih;  Perasaan takut bercampur dengan rasa dendam kepada musuhnya, ada pada diri nya.


Airlangga bertanya kepada Narottama, “ Siapakah musuh kita yang sudah berani berbuat kurang ajar ?  Alangkah kejam dan biadab nya perbuatan mereka.  Apa salah kita ?”
Narottama datang membawakan air minum kendi, dan diminumkan pada junjungannya. Setelah terdiam sementara waktu, Narottama menjawab, “  Aku tidak tau Paduka ! Siapa sebenarnya musuh kita itu ? Akan tetapi  Melihat caranya mereka berbicara, kelihatannya mereka datang dari daerah Lwaram. (sekarang Blora )”
“ Beraninya mereka; Bukankah Lwaram termasuk daerah kekuasaan Medang ? “
“ Benar Paduka !  Sudah seharusnya mereka menjadi sekutu kita.
Aku tadi melihat beberapa dari mereka adalah tentara asing; Aku mengenal seragam mereka sebagai Tentara Sriwijaya.  Itulah sebabnya mereka berani menyerang kita.”
“ Apa ? Sriwijaya ? ......  Oh kalau begitu, aku bisa mengerti.
Sriwijaya telah datang untuk menyerang kita sebagai bentuk pembalasan .  Dikarenakan ayah mertua ku, Raja Dharmawangsa pernah menyerang Sriwijaya, bebarapa tahun yang lalu.”
Narottama menambahkan, “  Jadi, orang-orang Lwaram telah bersekutu dengan Sriwijaya.”
“Benar kata mu Narottama, bahwa Raja Wurawari dari Lwaram telah memberontak terhadap kita.  Mereka menjadi berani karena mendapat dukungan dari Kerajaan Sriwijaya.  
Maka, dengan kejadian ini, Kerajaan Medang kunyatakan telah menyerah kalah; Telah dikuasai oleh Sriwijaya.”
“Sekarang kemana kita akan pergi wahai Paduka ? ”
“Aku akan tetap bersembunyi didalam hutan, hingga orang-orang Sriwijaya itu pulang kembali ke Kerajaannya di Sumatera.  Kemudian, ku akan bangun kembali Kerajaan ayah mertuaku.”
“Tuan, penjajahan Sriwijaya di tanah Jawa, ku duga akan berlangsung lama; Terlebih jika mereka merasa nyaman hidup di tanah Jawa.  Apakah dengan demikian, Tuan akan terus tinggal di hutan seperti ini ? “
“Aku tidak mau !  Engkau benar Narottama, bahwa mereka akan datang beramai-ramai kesini, bersenang-senang, dan berlama-lama disini.  Akan tetapi, jika tujuan mereka hanya membalas serangan Raja Dharmawangsa, tentu nya mereka akan segera pulang. 
Tetapi percayalah ! Aku akan berjuang mengusir mereka; Aku juga memohon kepada Para Dewa untuk membantu ku didalam perjuanganku.”

Kemudian, Airlangga berdoa, memohon kepada Para Dewa di Nirwana,

Oh Dewa yang Agung !
Cukupkan lah sudah hukuman dari mu
Kami sudah cukup menderita
Dengan “Hukuman Pralaya” yang engkau berikan untuk kedua kali.

Letusan Gunung Merapi  pernah membuat kami menderita

Lahar, debu dan batu panas telah engkau tebarkan diantara penduduk
Engkau telah membuat kami terusir dari Istana, rumah dan ladang kami
Dan sekarang, kembali engkau hukum kami dengan “Pralaya yang lain”

Keluarga ku, teman ku dan juga sebagian rakyat Medang terbunuh oleh musuh.

Aku tau, bahwa engkau lah yang telah mengirim bencana ini, secara tiba-tiba.
Aku mengerti, karena engkau telah menghukum kami.
Karena ayah mertuaku lebih dahulu menyerang mereka.
Ini lah “ Hukum Karma “ yang ditimpakan pada seorang Raja.

Oh Dewa-Dewa yang Agung.

Cukuplah sudah ! Cukuplah sudah!
Aku beserta seluruh rakyat Medang ingin perdamaian.
Bukan peperangan.

Lapangkanlah dada musuh-musuh kami, agar mereka mau berdamai.


Narottama tidak setuju dengan doa Tuannya, “ Tuan, jadi Tuan ingin berdamai dengan mereka yang telah mengamuk didalam pesta perkawinan Tuan ?  Bahkan mereka telah membunuh pengantin perempuan, yang nyata-nyata adalah istri Tuan ?  Lebih dari itu, mereka telah membunuh ayah mertua Tuan, yang merupakan Raja kami yang kami cintai, Dharmawangsa Teguh ?

Sesuatu yang janggal ada pada diri Tuan !
Kita harus membalas perbuatan mereka yang brutal dan sadis !  Hai Sriwijaya, tunggulah pembalasan dari kami ! ”
Airlangga terdiam, merenungkan nasib dan memikirkan tindakan selanjutnya menghadapi musuh Negara, yaitu Kerajaan Sriwijaya.   Dia tau bahwa Sriwijaya bukan Kerajaan kecil, sekecil Lwaram, sekutunya.  Kerajaan itu membentang dari Campa (Cambodia) Thai (Thailand), Malaka, Sumatra, Kalimantan Barat, hingga sampai ke Pulau Jawa dan juga sekarang ini sudah sampai ke Jawa Timur.   Pusat Kerajaan Sriwijaya bukan saja ada di Sumatera Selatan, tetapi hampir semua kota pelabuhan di sembarang tempat, adalah pusat kekuatan militer, tentara marinir nya.  
Sukar untuk diperangi; Nyata nya Raja Dharmawangsa yang telah mencoba memerangi Sriwijaya, menemui ke gagalan ; Raja telah mengalami kekalahan.
Airlangga berpikir didalam hati, “ Kerajaan Medang sekarang ini, nyata nya sudah lumpuh; Dengan penyerangan tepat di  Watugaluh, jantung Ibu Kota Medang, maka tentara Medang cerai-berai dan sebagian rakyat nya yang hadir didalam pesta, mati semua nya;  Suatu pembantaian masal yang sungguh sadis.  
Bahkan Raja dan seluruh Keluarganya, juga turut mati; Kecuali aku dan Narottama.
Jadi, aku harus bagaimana ?  Apa lagi yang harus kulakukan ? Sungguh aku berputus asa.“

Tiba-tiba Airlangga mendengar seseorang berbisik ditelinganya.

Seolah-olah ada orang berbisik, walaupun nyata nya tidak ada orang disitu,
“ Wahai Airlangga, aku dapat mengerti akan kesengsaraan mu, kesukaran mu; Aku Dewa Wisnu yang sengaja datang kehadapan mu, untuk membantu mu.  Benar sudah yang engkau pikirkan, bahwa Sriwijaya sukar untuk ditundukan atau diperangi; Engkau bagaikan seekor semut yang akan melawan seekor gajah.
Oleh sebab itu, engkau harus berdamai dengan mereka, sekalipun mereka itu musuh yang sangat sadis dan menakutkan.   Tekanlah perasaan marah mu, perasaan benci dan dendam mu kepada mereka.  Ini adalah satu-satu nya cara, jalan menuju kemenangan, untuk membangun kembali Kerajaan Medang, Kerajaan ayah mertua mu.
Aku yang akan memberi hukuman kepada Kerajaan Sriwijaya, bukan engkau; Karena hukuman ini adalah urusan ku.
Bencana yang menimpa di Istana Watugaluh, sewaktu engkau sedang bersenang-senang, memang sudah ditulis dan digariskan oleh ku; Aku, Dewa Wisnu.
Aku akan menulis ulang cerita riwayat hidupmu, menuju kebahagiaan bersama rakyat Medang; Percayalah padaku !   
Aku akan selalu ada disampingmu, membantu mu pada saat menghadapi tentara Sriwijaya;  Dan kisah jalan hidup mu, akan berubah menuju kebahagiaan.”

Airlangga terkejut mendengar bisikan dari Dewa Wisnu, membuat jantungnya berdebar-debar.

Setelah termenung, Airlangga melanjutkan pembicaraan nya, “ Dendam ku pada Kerajaan Sriwijaya sungguh mendalam, Narottama !;  Sama hal- nya seperti yang sedang engkau pikirkan.
Akan tetapi, apakah istriku akan hidup kembali, jika aku membalas dendam kita, dengan membunuh mereka, orang-orang Sriwijaya itu ? 
Tentunya tidak, bukan ? Tidak mungkin istri ku hidup kembali.”
“ Jadi apa yang akan kita lakukan ? “  Tanya Narottama; Kelihatannya dia juga berputus asa.
“  Narottama !  Aku percaya bahwa ini adalah Hukum Karma yang dijatuhkan oleh Dewa yang Agung, kepada Raja Dharmawangsa Teguh, dikarenakan dia pernah menyerang Sriwijaya.
Jadi alangkah baiknya, jika kita meminta ampun kepada Para Dewa di Nirwana atas dosa ayah mertuaku, yang pernah beliau lakukan dulu.
Dendam kesumat yang ada di benak kita, sebaiknya kita serahkan kepada Para Dewa di Nirwana;  Merekalah yang akan menghakimi manusia di Bumi ini;  Mereka lah yang berhak memberi hukuman kepada musuh kita; Dewa-Dewa lah yang akan mewakili kita, membalas kan sakit hati kita.”
Narottama berkata, “ Alangkah indahnya kata-katamu wahai Paduka yang bijaksana.
Engkau seperti seorang Pendeta Hindu.   Tetapi nyata nya engkau adalah seorang Raja, Raja Kerajaan Medang, bukan Pendeta.”

“Dulu sewaktu aku tinggal di Pulau Bali, ibu dan ayah ku menginginkan aku menjadi pendeta Hindu di Pure Besakih.  Memang aku giat belajar Agama Hindu ditempat itu. Salah satu dari ilmu yang kutekuni adalah upaya menekan nafsu dendam, yang sekarang sedang kita alami bersama.


 Aku percaya Para Dewa sedang mendengar doa dan percakapan kita.  Bahkan aku juga percaya bahwa jalan cerita hidup kita diDunia ini, sesungguhnya sudah ditulis oleh Para Dewa, jauh-jauh hari sebelum terjadi nya bencana ini. 

Jadi inilah cerita riwayat hidup ku di Dunia ini, termasuk juga cerita nya orang-orang yang datang tanpa diundang dan mengamuk didalam pesta perkawinan ku.”
“ Bagaimana cerita riwayat hidup mu selanjutnya ?  Wahai Paduka yang Mulia ! Jika itu sebuah buku, aku ingin membaca halaman berikutnya !“
“ Aku tidak tau !  Itu rahasia Para Dewa di Nirwana.
Akan tetapi, Para Dewa seolah-olah telah membisikan kepadaku, untuk tidak membalas kebiadaban musuh.   Justru, aku harus mengadakan perdamaian dengan mereka;  Dan itulah yang telah membuat engkau ter heran-heran dan kemudian bertanya kepada ku.”
“ Oh...... itu sebab nya !  
Apakah Paduka juga heran akan bisikan Dewa-Dewa itu ?”

“  Aku tidak merasa heran, karena aku memang berkeinginan untuk berdamai dengan orang-orang sadis itu.   Karena aku sungguh berputus asa.


Memang benar, didalam diriku telah terjadi perdebatan antara kemauan untuk membalas dendam dan kemauan untuk berdamai.   Lama sekali perdebatan itu, maka aku tadi terdiam cukup lama.  


Ilmu yang kupelajari dari Para Resi di Bali, kupraktekan ditempat ini.  Dan nyatanya aku berhasil.   Hasilnya, aku ingin berdamai;  Karena memang kita sedang terpuruk, kalah. Maka engkau bertanya kepadaku dengan nada putus asa, Jadi kita harus bagaimana ? 


Dewa Wisnu berbisik kepadaku, untuk kita dapat berdamai dengan musuh.  Dan mengenai dendam kita kepada mereka, itu adalah urusan Para Dewa di Nirwana; Karena Dewa lah yang berhak menghakimi manusia di muka bumi ini.


 Jika dikaji secara mendalam, maka sesungguhnya kita lah yang akan diuntungkan. Kita tidak perlu ber cape-lelah melawan Sriwijaya, tetapi ada yang mewakili kita untuk membalas sakit hati kita, yaitu Dewa. 

Percayalah wahai Narottama !  Percayalah kepada Para Dewa di Nirwana.

Narottama, didalam masa krisis seperti ini, aku perlu lebih dekat dengan Para Dewa.  Aku ingin Para Dewa itu selalu ada didekatku,  disampingku.”

“ Bagaimana cara nya Tuan ?”
“ Aku ingin menjadi seorang Pertapa dihutan sunyi.”
“ Hai, engkau adalah Raja Medang !   Jadi,  jangan lah engkau lari dari kewajibanmu sebagai Raja Medang !  Rakyat Medang sedang menunggu mu, menunggu aksimu didalam perjuangan mu melawan Sriwijaya .”
“ Aku mengerti Narottama ! Aku tau akan kewajaban ku !  
Bukankah tentara Medang sudah cerai-berai dan rakyat nya juga begitu.  Tinggal kita berdua yang kebetulan selamat dari suatu pembunuhan yang sadis, secara masal.  
Jadi, bagaimana cara nya kita akan melawan Sriwijaya, menurut pendapat mu ?
Upaya apa lagi untuk dapat melawan Sriwijaya.?

Bukankah setiap langkah kita akan menemui kegagalan dan jalan buntu ? 


Kerajaan kita ini telah lumpuh;  Jika dia seorang manusia, maka dia tidak dapat lagi menggerakan anggota badan nya; Sungguh dia seperti orang yang sedang sakit parah. ”


Narottama terdiam, kemudian merenung.  Hutan disekeliling mereka menjadi lebih sunyi.

Akhirnya Airlangga berkata lagi, “ Hanya Para Dewa yang akan membantu kita;  Sekalipun mereka tidak terlihat, tetapi aku percaya mereka ada, bahkan ada disekeliling kita, sedang mendengarkan. 
Oleh sebab itu lah aku ingin menjadi Pertapa; Justru Para Dewa itu yang menjadi harapanku sekarang ini.
Aku bertekad akan membangun kembali Kerajaan Medang, Kerajaan ayah mertua ku.”
Jalan pemikiran Narottama belum searah dan sejajar dengan jalan pikiran Airlangga.
Narottama berkata, “ Hanya dengan cara termenung di hutan sunyi, tidak lah akan mungkin membangun kembali Kerajaan Medang; Cara mu tidak masuk di akal.”
“ Bukankah sudah kukatakan, bahwa riwayat hidup kita di Dunia ini sudah ditulis oleh Para Dewa di Nirwana.?
Ku akan memohon kepada Para Dewa, agar mereka mau menulis ulang riwayat hidupku, yang akan merubah jalan hidupku di hari esok.  Sehingga aku tidak lagi selalu mengalami malapetaka, didalam hidup ku;  Tetapi kebahagiaan bersama seluruh rakyat Medang.”
Narottama kembali terpekur.  Akhirnya dia dapat mengerti jalan pikiran Tuan nya.
“ Baiklah, aku mulai mengerti jalan pikiran Tuan;  Para Dewa memang berkuasa untuk mengubah segala-galanya, termasuk jalan hidup, atau nasib kita di Dunia ini.
Baiklah........ Aku percaya !  Dewa akan membantu kita !“
“Narottama, selama aku bertapa, engkau ku tugaskan untuk mengadakan pendekatan kepada para tetua masyarakat;  Dan mengadakan persatuan guna menghimpun kekuatan sosial di masyarakat.   Katakan kepada mereka, bahwa semangat Raja Dharmawangsa masih tetap hidup diantara anak negeri Medang, untuk bersama-sama menuju kemenangan.
Panggilah semua tentara Medang yang desersi, kumpulkan mereka untuk berhimpun didalam Angkatan Perang Medang.”
“ Aku harus tau tempat Tuan bertapa,; Dimana Tuan akan bertapa ? “
“ Ditengah hutan Vanagiri ( sekarang Wonogiri).”
“ Tuan, ketahuilah bahwa tugas yang diberikan kepada ku adalah nyata.   Sedangkan upaya mu yang akan meminta bantuan Para Dewa, adalah tidak nyata.  Tetapi aku percaya, dan mendukung upaya Tuan.”


Bab 2


Airlangga adalah anak pertama dari Ratu Mahendradatta, dari Kerajaan Bali.

Dia bergelar, Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramotunggadewa .  Lahir tahun 991, meninggal Dunia tahun 1049
Ratu Mahendradatta sendiri, sebelumnya adalah Pangeran Putri dari Kerajaan Medang di Watugaluh, Jawa Timur;  Jauh sebelum Airlangga dilahirkan.  
Pangeran Putri Mahendradatta dijodohkan dengan Raja Udayana dari Kerajaan Bali. Kemudian mereka menikah; Dengan demikian, maka Mahendradatta menjadi Ratu di Bali. 
Perjodohan ini mempunyai tujuan politik;  Diharapkan, Kerajaan Bali dapat menjadi sekutu dari Kerajaan Medang, dikarenakan perkawinan ini.
Raja di Medang pada saat itu adalah Raja Dharmawangsa Teguh, yang menjadi kakak kandung Pangeran Putri Mahendradatta.
Sebelum perkawinan Mahendradatta dengan Raja Udayana, telah terungkap suatu aib yang menjadi rahasia Keluarga Kerajaan Medang,  ; Yaitu, Pangeran Putri sedang hamil muda.
Sejarah tidak pernah mengungkapkan, siapa ayah sebenarnya dari kandungan yang ada pada diri Putri Mahendradatta ?  Kemungkinan Putri Mahendradatta telah mengadakan hubungan badan diluar nikah, dengan seseorang laki-laki, yang merupakan kekasih gelap nya.

Apakah Raja Udayana mau menerima Putri dari Kerajaan Medang , yang sudah ternoda ?  Ini merupakan masalah tersendiri dari Keluarga Kerajaan. 
Sungguh, kandungan Putri membuat cemas  seluruh Keluarga Istana Medang, terlebih lagi bagi Putri Mahedradatta sendiri.
Keluarga Istana masih mengharapkan perjodohan ini dapat berlangsung aman;  Segala daya  upaya telah dilakukan agar misi perjodohan ini dapat membuahkan hasil yang baik.
Kapal yang akan membawa Putri Pangeran Mahendradatta ke Bali, sudah mulai mengangkat sauh dan layar sudah dikembangkan.   Lambaian tangan dari Keluarga Kerajaan dan handai tolan, mengiringi kepergian kapal.

Para Pendeta Hindu sengaja didatangkan dipantai guna memanjatkan doa kepada Para Dewa, agar misi Pangeran Putri Mahendradatta dapat mencapai hasil tanpa halangan.  Bunga-bunga juga ditaburkan ke laut, seiring dengan doa-doa.
Mahendradatta berdoa didalam hatinya, “ Oh Para Dewa yang menghuni Nirwana;  Aku membawa misi Kerajaan Medang untuk dapat menikah dengan Raja Bali, Raja Udayana Warmadewa.  Berikan lah pertolonganmu, agar misi ini berjalan lancar tanpa halangan.  Lunakanlah hati nya, agar dia mau menerima aku dengan cinta nya yang murni; Akupun akan membalas cinta nya, sehingga kami dapat bersatu didalam keluarga yang berbahagia.”

Dia tidak menyinggung bayi-janin yang ada didalam kandungannya, didalam doa nya;  Tetapi kiranya, Para Dewa sudah tau permasalahan pada dirinya dan dapat memaklumi; Sekiranya demikian, akan baik jadinya.
Ada dua kapal lain dari pihak militer Kerajaan yang ikut mengiringi kapal Putri Pangeran Mahendradatta;  Kedua nya dipenuhi oleh tentara Medang yang akan menjaga keselamatan Putri.

Bahkan seminggu sebelum perjalanan Putri,  Kerajaan telah memberangkatkan utusan Kerajaan Medang, ke Kerajaan Bali;  Guna membicarakan masalah perjodohan tersebut.
Itulah semua upaya-upaya dari para petinggi Kerajaan yang telah dilaksanakan; Adalah untuk meperlancar pernikahan Putri Pangeran Mahendradatta dengan Raja Udayana Warmadewa. 

Raja Udayana Warmadewa merasa tersanjung dengan semua upaya-upaya tersebut; Beliau sangat gembira dan menyambut kedatangan kekasihnya dengan tangan terbuka.
Terlebih lagi, sewaktu beliau bertemu dengan calon istrinya untuk pertamakalinya; Beliau menilai, bahwa calon istri-nya, sungguh cantik jelita.  Dia langsung jatuh cinta.  Demikian juga Putri Mahendradatta; Dia menerima pelukan calon suaminya dengan mesra.
Maka dari itu, segera dilangsungkan upacara pernikahan bagi kedua mempelai yang berbahagia.  Pesta pernikahan di Istana, juga merupakan pesta untuk Rakyat Bali;  Sehingga diadakan semeriah mungkin.
Semua rencana berjalan lancar, tidak ada halangan sejauh ini.  Hari demi hari dilalui oleh pasangan itu dengan penuh kemesraan dan kebahagiaan.
Hingga pada suatu ketika, Raja memperhatikan perubahan-perubahan pada diri kekasihnya; Kemudian beliau berkomentar sambil bersenda gurau, “ Adinda, mengapa perubahan dibadan mu sebagai tanda-tanda suatu kehamilan, datang nya lebih cepat ?  Seakan-akan engkau sedang hamil empat atau enam bulan.  Apakah mungkin engkau memang benar sudah hamil, sejak engkau datang ke tempat ku ini ?”
Yang ditanya diam saja dan mukanya menjadi pucat; Karena dia merasa bersalah.
Yang bertanya menjadi semakin curiga, karena kekasihnya diam saja.
Raja Udayana berkata, “ Jika ya, apakah aku harus marah kepadamu ?  Apakah aku boleh marah kepadamu ? ”

Mahendradatta menangis dengan suara perlahan, ditahan.  Akhirnya dia berkata, “ Engkau mempunyai hak untuk marah kepada ku, karena aku memang sedang hamil, tetapi bukan karena benih dari mu;  Marah lah kepadaku !  Aku memang pantas untuk engkau marahi ! “
Raja Udayana terperanjat adan kecewa.  Terjadi diskusi didalam otaknya, tentang Raja Dharmawangsa; Apa maksud sebenarnya Raja Dharmawangsa ?

 Raja berpikir didalam hati, “ Aku menjadi bimbang akan maksud Kakanda Raja Dharmawangsa; Apakah dia ingin mempermalukan aku ? Dengan mengirim seorang wanita janda yang sedang hamil kepada ku ?  


Oh tidak ! Tidak ! Tidak !  Dharmawangsa ingin mempererat persahabatab antar dua Kerajaan; Itu lah maksud sebenarnya.  Suatu rencana dari Raja Dharmawangsa yang yang sangat baik bagi Medang maupun Bali.


Sesungguhnya aku jatuh cinta pada istriku; Apapun yang ada pada dirinya aku akan terima;  Aku akan menerima apa adanya, dengan lapang dada. 

Karena aku sungguh mencintai dia, istriku.

Jadi, aku mengambil kesimpulan, bahwa semua yang sudah dilakukan oleh Kerajaan Medang, mempunyai harapan agar aku mau menerima Putri Mahendradatta sebagai istriku, sekali gus sebagai Ratu rakyat Bali. 

Akan tetapi, semua yang dilakukan nya itu, ternyata hanya lah untuk menutupi noda gelap  yang ada pada diri Putri-nya;  Ternyata dia seorang janda ! Dan ku yakin, mereka memang sudah mengetahui.

Baiklah wahai Dharmawangsa !..,
Aku akan tetap menerima Mahendradatta sebagai istriku.  Dan aku akan berpura-pura tidak tau permasalahan pada diri Putri Mahendradatta.  Semua nya kuserahkan kepada Para Dewa.”

Sungguh beruntung Mahendradatta, karena Raja mempunyai sifat sabar dan bijaksana.
Raja menjawab, “ Apakah gunanya marah kepadamu ?  Walaupun janin itu bukan benih dariku, tetapi dia adalah mahluk Tuhan yang suci bersih. 
Aku sungguh mencintai mu !
Maka aku mengucapkan, selamat datang wahai anak ku ! 
Aku akan memanggil mu, anakku.
Karena engkau adalah bagian dari Keluargaku juga.”

Mahendradatta menangis semakin keras, kemudian memeluk suaminya erat-erat.

“ Engkau bagaikan Dewa Wisnu yang turun dari Khayangan; Seolah engkau bukan manusia, wahai suamiku yang bijaksana.  Sungguh tidak dapat dipercaya !
Bagaimana caranya aku berterimakasih kepada mu, wahai suami ku ? Karena engkau tidak mau marah kepadaku, atau bahkan mau mengusir aku ?
Sekarang, aku kotor dan penuh dosa;  Apakah aku masih diperkenankan oleh mu, untuk tetap berada disampingmu, wahai kekasihku ?”
Raja menjawab dengan kalem, “ Tentu saja, karena engkau adalah istriku yang syah. 
Caranya engkau berterima kasih kepadaku, adalah, engkau tidak perlu mengungkit-ungkit kesalahanmu yang lalu dihadapanku.
Semua kenangan lama mu, harus dilupakan ! Jangan juga engkau ceritakan kepada orang lain !”

Mahendradatta dapat bernafas  lega; Sekarang, sudah terlepas semua beban yang seolah-olah ada dipunggungnya.  
Kandungannya tiba-tiba bergerak-gerak, seolah-olah ikut bergembira, karena ibu nya sedang gembira.
 “ Hai anak nakal !  Ketahuilah oleh mu bahwa ayah tirimu telah menyatakan, dirimu adalah bagian dari keluarganya.”

Empat bulan kemudian, anak pertama lahir dengan selamat; Ibu dan anak dalam keadaan selamat dan sehat.

Anak itu diberi nama oleh Raja Udayana, dengan nama Sri Lokeswara.
Semua orang di Istana dan anak negeri di Bali ikut bergembira.  Para Pendeta Hindu sembahyang di Pure tempat pemujaan, mengungkapkan kegembiraan nya.
Akan tetapi,....beberapa orang berkomentar bahwa kelahiran bayi itu terlalu cepat.  Sebagian yang lain menduga-duga, bahwa Ratu memang seorang wanita janda yang sedang hamil.   Yang lain berpendapat bahwa bayi itu bukan anak dari Raja, tetapi anak orang lain.

Walaupun dibicarakan secara berbisik-bisik, tetapi berita itu cepat menyebar diseluruh Negeri.
Sungguh kasihan Sri Lokeswara !
Seolah-olah semua orang di Bali menolak kehadirannya.

Dan juga sungguh kasihan Ratu Mahendradatta, karena turut dipergunjingkan.

Bahkan ada seorang seniman yang membuat cerita sindiran kepada Ratu, akan cerita “Rangda” ( Janda ) Yaitu tentang janda yang mengandung sifat setan jahat, penjelmaan Betari Durga.   Hingga saat ini, kisah ‘Rangda’ masih tetap di sandiwarakan di panggung teater, ditempat hiburan umum.

Setelah Sri Lokeswara menjadi seorang pemuda tampan, ibunda nya mempunyai niatan untuk memindahkan tempat tinggal nya ke Jawa Timur; Sri Lokeswara lebih tepat menempati Istana Kerajaan Medang di Kota Watugaluh.


Mahendradatta berkata kepada anak nya, dihadapan ayah tirinya, Raja Udayana, “ Wahai anak ku, Sri Lokeswara !  Ibu akan memindahkan engkau ke tempat tinggal mu yang baru di ke Kerajaan Medang.   Engkau akan dipelihara oleh Pak –De mu, Raja Dharmawangsa Teguh.”


“ Mengapa ibu mempunyai niatan seperti itu, Ibu ?  Aku berharap ayah dan ibu tidak mempunyai niatan jelek, sehingga aku harus dipindahkan .”


Ibu nya menangis, tetapi air matanya cepat-cepat dihapus, agar tidak diketahui oleh anaknya, “ Tentu saja tidak anakku.  Di Kerajaan Medang, terbuka banyak kesempatan bagi mu untuk meniti karier mu.  Itu lah alasan kami berdua,.... lain tidak.”


“ Ayah dan Ibu !, Aku sungguh mencintai kalian berdua.  Berat rasa hatiku untuk berpisah.  Aku merasa dimanjakan oleh mu wahai ibu ku dan juga ayah ku.”


Ruangan menjadi sunyi sejenak, karena Mahendradatta sedang berpikir akan nasib anak nya yang tertua ini.


“ Wahai anak ku !  Dengan kepindahan mu, engkau seolah-olah sedang melompat  diatas  air; Yang kumaksudkan dengan air, adalah air laut di Selat Bali.

Jadi nama mu akan kutambah dengan “Airlangga” (= Melompat diatas air)
Sekarang nama mu adalah Sri Lokeswara Airlangga.
Apakah engkau setuju ?”

“ Sangat setuju !  Sungguh indah nama itu, Sri Lokeswara Airlangga. 

Terimakasih Ibu.”

“Karier atau pekerjaan mu di Kerajaan Medang sungguh beragam; Semua menanti kehadiran mu. Apakah engkau mau menjadi seorang pedagang, petani, prajurit atau Raja ?  Semua terserah kepadamu.


Jika engkau ingin menjadi seorang pemimpin masyarakat, maka engkau harus meniti karier mu mulai dari sekarang;  Banyak-banyak lah bergaul dengan masyarakat.

Pak-De mu, Raja Dharmawangsa pasti akan menolong mu didalam karier politik mu, hingga engkau menjadi Raja di Kerajaan Medang.”

Raja Udayana berkata, “ Ya benar ucapan ibu mu, ayah mu juga menginginkan engkau menjadi Raja di Kerajaan Medang.”


“ Perkataan ayah dan ibu adalah doa kehadapan Para Dewa; Dan Para Dewa sedang mendengarkan doa yang baik itu, untuk ku.  Terimakasih wahai ayah dan ibu.”


Kedua orang tua nya memperhatikan tingkah laku Airlangga, terutama Ibunda nya;  Mahendradatta sangat menyayangi putra nya ini, “ Tingkah lakunya tidak berbeda dengan ayah nya, baik hati, dapat dipercaya, taat beragama dan juga ganteng.” Pikir nya.


Siapakah yang dimaksudkan dengan “ayah nya” ?  Tak seorang pun yang dapat menjawab nya, kecuali kakak Mahendradatta, Raja Dharmawangsa Teguh.   Nampaknya Raja pernah memutuskan hubungan cinta antara Mahendradatta dengan seorang laki-laki, hanya dikarenakan alasan politik; Yaitu Raja Dharmawangsa ingin menjodohkan Pangeran Putri Medang dengan Raja Bali.  Jadi, sesungguhnya Mahendradatta menjadi patah hati, karena tindakan kakak nya.


Akhirnya Mahendradatta berkata pada anaknya, “ Jika engkau setuju, maka aku akan mempersiapkan perjalanan mu;  Aku akan siapkan surat ku untuk Raja Dharmawangsa, yang berisi permohonanku untuk menerima engkau dengan baik.  

Perjalanan mu akan dikawal oleh banyak prajurit-prajurit Kerajaan Bali, karena engkau adalah seorang Pangeran dari Kerajaan Bali.”

“ Wow, aku seorang Pangeran dari Kerajaan Bali ? Betulkah itu ?

Baik lah Ibu dan Ayah !  Aku siap sedia untuk meniti karier ku di tanah Jawa.”

Raja Udayana menggandeng tangan istrinya untuk membawa  masuk istrinya kedalam kamar;  Kemudian dia membisikan  istrinya, “ Aku tidak setuju dengan gelar Pangeran pada diri Airlangga;  Jika yang engkau maksud kan dengan Pangeran adalah Putra Mahkota.   Karena aku telah mempersiapkan adik dari Airlangga untuk menjadi Putra Mahkota.”


“ Ya aku setuju dan aku mengerti, karena Airlangga bukan anak mu, dia adalah anak tirimu.  Aku berterima kasih kepada mu, karena Airlangga dan engkau dapat hidup seperti layaknya anak dan ayah yang sesungguh nya.”


“ Terimakasih istriku.”


“ Justru kepergian nya ke tanah Jawa adalah untuk menghindarkan terjadinya perebutan kekuasaan, antara dirinya dengan adiknya.

Jadi, Bali untuk Makatara, sang Pangeran Putra Mahkota.
Sedangkan Medang untuk Sri Lokeswara Airlangga.”

“ Sekali lagi terimakasih; Engkau sungguh mengerti dan menyadari keadaan.”


Mahendradatta membuat surat kepada kakak nya, Raja Dharmawangsa Teguh,



Kakanda tercinta,


Bersama surat ini, aku membawa anak ku yang pertama kehadapan mu, untuk engkau dapat ikut memelihara nya.  Dia bernama Sri Lokeswara Airlangga.   Aku bangga dan sungguh mencintai anak ku;  Dia seperti ayah nya yang sesungguhnya.


Maafkan aku jika aku salah, telah menyebut dan mengingat-ingat akan ayah nya.


Harapanku adalah Airlangga dapat menjadi anak yang berguna untuk Tanah Airnya, Kerajaan Medang; Dibawah asuhan Pak-De nya.


Tanah air nya adalah Medang, bukan Bali.  Dikarenakan Bali hanya untuk adik-adik nya saja.


Keadaanku di sini baik-baik saja.  Suamiku, Raja Udayana Warmadewa dalam keadaan baik-baik saja.  Dia sungguh mencintai aku.  Jadi, kakak tidak salah pilih akan hal nya suami ku yang sekarang.  Salam hormat dari suamiku.


Aku mendoa kan kepada Para Dewa, agar Kerajaan Medang terus maju dan Anak Negerinya menjadi makmur sentosa.


Hormat ku


Mahendradatta.



Dengan diiringi lambaian tangan para petinggi Kerajaan Bali, Airlangga berlayar menuju Pelabuhan Tuban di Jawa Timur.  Perjalanannya kemudian dilanjutkankan hingga ke Kota Watugaluh, Ibu Kota Kerajaan Medang.


Ternyata staf Istana telah lama menanti Airlangga di pelabuhan dengan membawa kereta yang ditarik empat ekor kuda.  Beruntung Airlangga dapat menumpang kereta kuda yang disediakan oleh Pak-De nya.

Sungguh Raja Dharmawangsa sangat sayang dengan keponakan nya dari Bali.

Raja Dharmawangsa beserta Para Menteri dan Jajaran militer Kerajaan Medang, ikut menyambut kedatangan anak muda ini, di muka tangga Istana.  Beliau sendiri ada didepan Istana menanti sang keponakan menaiki anak tangga, untuk menemui nya.


Kemudian, Raja memeluk Airlangga erat-erat, karena suka cita nya.

Sesuatu hal yang membuat semua orang heran.  Apakah istimewanya si Airlangga ini ?

Sungguh mengherankan, mengapa Raja Dharmawangsa membuat penyambutan sedemikian rupa, seperti menyambut seorang Raja Perkasa ?   Walaupun tamunya itu hanyalah seorang anak muda.


Tidak lah berlebihan, hal itu disebabkan ucapan kedua orang tua nya;  Suatu harapan agar Airlangga dapat menjadi Raja di Kerajaan Medang.  

Dan ucapan mereka juga merupakan doa kepada Para Dewa.

 Bukankah penyambutan dirinya sudah seperti Raja, sekarang ini ?   Percaya atau tidak percaya, kenyataan nya memang seperti itu .


 Raja Dharmawangsa berkata,” Marilah kita bersantap bersama, karena hidangan makan siang sudah siap diatas meja.”


Tiba-tiba dari dalam Istana keluar seorang wanita muda mendapatkan Airlangga dan memperkenalkan diri, “ Aku adalah Putri Dewi Laksmi Anggraeni, selamat datang di Watugaluh ! “


Berdebar-debar jantung Airlangga melihat wanita muda lagi cantik jelita, datang untuk berkenalan.  “ Aku Pangeran Sri Lokeswara Airlangga dari Kerajaan Bali.”


Raja Dharmawangsa ikut berkata, “ Airlangga,dia adalah Putriku,satu-satu nya anak ku.  Perkenalan kalian terlalu formil;  Marilah kita santai di ruang makan, sambil menikmati hidangan.”


“ Ya benar Pak De !Seharusnya kita harus santai saja.”  Kata Airlangga.


Mereka yang terdiri dari, ayah, putri, ibu dan juga seoarang tamu, makan bersama.

Hidangan yang sedap cita rasanya sudah mereka rasakan; Kemudian mereka berpindah ruang,ke ruang keluarga untuk berbincang-bincang.

Airlangga memulai pembicaraan, “ Istana ini sungguh luas dan nyaman, aku suka.”


Raja berkata, “ Bagaimana Istana mu yang ada di Bali, apakah sama besar dengan yang ada disini ? “


“ Sedikit lebih kecil, tapi aku lebih suka yang ada di Watugaluh.”


“ Apa khabar ibu dan ayah mu, wahai Airlangga ? Ku harap mereka sehat-sehat saja.”


“ Kami semua sehat-sehat saja ,Pak De; Para Dewa melindungi kami “


“  Jadi apakah engkau suka tinggal di Istana Watugaluh ?”  


“  Sungguh aku suka .

Jika aku boleh tinggal disini,untuk sementara waktu, aku akan berterima kasih “

“ Tentu saja boleh, wahai Airlangga.”


“ Tidak terlalu lama Pk De;  Hingga aku mendapatkan suatu pekerjaan di Kerajaan Medang ini, kemudian aku akan keluar dari Istana ini.”


“ Pekerjaan ?

Sesungguhnya untuk engkau, aku sudah menyiapkan pekerjaan.
Dan engkau tidak perlu keluar dari Istana ini.”

Airlangga terdiam, karena tidak mengerti maksud Pak de nya.


“ Jangan lah bergurau Pak De.!

Memang benar, ibu ku berpesan kepada ku,untuk meminta bantuan Pak De untuk mencarikan pekerjaan.  Tetapi sesungguhnya aku sungkan kepada Pak De.
Karena kedudukan Pak De adalah Raja.”

“ Jangan lah engkau terkejut wahai Airlangga !

Sesungguhnya pekerjaan mu adalah Raja Medang selanjutnya, untuk menggantikan kedudukan ku; Aku yang sudah mulai tua dan sakit-sakit an.”

Seperti di sambar halilintar Airlangga mendengar Pak De nya berbicara.  Dia sekarang menjadi pucat seperti mau pingsan.


Pak De nya meminta secangkir kopi untuk Airlangga; Kemudian kopi diminumkan kepada Airlangga.


Setelah terdiam cukup lama, kemudian Airlangga berkata, “ Wahai Raja Dharmawangsa yang perkasa, aku tidak kuasa dan tidak sanggup menjadi Raja Medang.


Aku mengusulkan, pengganti Raja Dharmawangsa adalah seorang Ratu, yaitu Ratu Dewi Laksmi Anggraeni;  Dia lebih pantas untuk menjadi pengganti Paduka yang mulia.”


Airlangga sekarang tidak bisa lagi santai, tetapi harus formil dalam menghadapi Raja Dharmawangsa.  Karena arah topik pembicaraan sudah berubah, akan hal nya Raja.


Dewi Laksmi Anggraeni menjawab, “ Aku sudah lama mengatakan kepada ayahku, bahwa aku tidak sanggup untuk menjadi Ratu; Suatu Pekerjaan yang mengatur dan mengurus banyak kelompok manusia.


Sulit bagiku untuk membuat mereka hidup layak dan makmur, penuh kedamaian dan dapat saling bekerja sama.”


Raja Dharmawangsa berkata, “ Sesungguhnya engkau lah Airlangga yang pantas menjadi Raja;  Aku sangat yakin akan engkau untuk menjadi Raja Medang.

Engkau juga akan kukawinkan dengan Putri ku, Dewi Laksmi Anggraeni.

Percayalah bahwa semua ini adalah karunia Dewa atas mu, seorang; Karena Para Dewa sangat menyayangi diri mu; Jangan lah engkau tolak lagi ! “


Setelah termenung sebentar Airlangga menjawab, “ Baiklah, aku terima mandat Raja dari mu Wahai Raja Dharmawangsa, mertua ku.”


Raja Dharmawangsa Teguh hanya mempunyai Putri seorang.  Terpikir oleh Raja, akan menyerahkan kedudukan Raja Medang kelak, kepada Airlangga.  Maka Airlangga dijodohkan dengan putri nya.  


Walaupun Dewi Laksmi Anggraeni masih ada hubungan darah, tetapi demi penerus Raja di Medang, maka Airlangga yang dipilih oleh Raja.


Seperti yang sudah diceritakan dimuka, telah terjadi malapetaka akan serangan Raja Wurawari bersama pasukan Sriwijaya, langsung kedalam Istana Watugaluh, pada saat Airlangga melangsungkan pernikahannya dengan Dewi Laksmi Anggraeni.


Airlangga menyebut malapetaka ini sebagai ‘pralaya yang kedua’.



Bab 3


Raja Sriwijaya yang menyerang Medang , adalah Raja Sri Culamanivarmadewa. 

Raja Sriwijaya memandang Kerajaan Medang sebagai ancaman keamanan terhadap Sriwijaya, karena sudah terbukti dari pengalamannya, akan serangan Raja Dharmawangsa.   Itu lah alasan Raja menyerang Kerajaan Medang.

Raja Sri Culamanivarmadewa bersekutu dengan Raja Wurawari dari Lwarman, pada waktu menyerang Istana Watugaluh.


Sementara itu menantu Raja Dharmawangsa, Airlangga, dengan sabar menanti kepergian para penjajah Sriwijaya dari tanah Jawa.  Airlangga bersembunyi di hutan sunyi Vanagiri, selama 15 tahun.  Saat menunggu tersebut, waktu yang terluang dipergunakan untuk tapa- meditasi, mendekatkan diri kepada Dewa. 


Beliau sudah memutuskan strateginya didalam perlawanan menghadapi Sriwijaya, untuk tidak menyerang; Bahkan kalau bisa berdamai.


Tidak diketahui lagi khabar dari Raja Wurawari, setelah peristiwa pembantaian didalam pesta di Istana Watugaluh.  Menurut khabar yang diterima dari masyarakat Medang, Raja itu sudah melarikan diri ke Palembang; Mungkin takut akan pembalasan dari Airlangga.


Narottama berhasil didalam tugas nya, untuk menghimpun sisa-sisa kekuatan Kerajaan Demak.  Narottama berhasil mengumpulkan kembali tentara yang disersi, menjadi tentara yang kompak dan loyal kepada Kerajaan Medang.


Narottama berdatang sembah kehadapan Airlangga, “ Ya Paduka yang Mulia, kami sudah berhasil menghimpun tentara Medang yang melarikan diri;  Mereka sekarang siap sedia berjuang di medan laga, menunggu perintah Paduka.

Juga sudah banyak tetua masyarakat yang ingin berggabung secara sukarela, karena ingin membangun kembali Kerajaan Medang.”

“ Terimakasih Narottama; Engkau patut menjadi suri tauladan  setiap orang di Medang.”


Banyak tetua masyarakat yang melaporkan diri ke hutan Vanagiri, dengan maksud persatuan Kerajaan Medang.   Mereka langsung melapor kepada Airlangga.


Karena tapa nya yang benar menghadap Para Dewa, maka Dewa Wisnu telah datang didalam mimpi nya Airlangga, untuk kedua kalinya.   Dewa Wisnu berjanji kepada Airlangga untuk datang membantu didalam perjuangan Airlangga.


Kedatangan Dewa Wisnu yang pertama, sewaktu Dewa Wisnu membisikan untuk tidak membalas dendam kepada orang-orang Sriwijaya, tetapi berdamai.  Jadi strategi perlawanan menghadapi Sriwijaya adalah strategi yang diperintahkan oleh Dewa Wisnu.


Pada pertemuan yang ke tiga didalam mimpinya, Airlangga berdialog dengan Dewa Wisnu.    


Airlangga menyapa Dewa Wisnu, “ Wahai Dewa Wisnu yang Agung, bila kah aku dapat keluar dari hutan Vanagiri ini dan langsung berhadap-hadapan dengan tentara musuh, Sriwijaya ?”


Dewa Wisnu, “ Untuk apa ? Apakah engkau akan mengayunkan pedangmu ke leher mereka ?  Jika begitu, maka engkau bermaksud akan membalas dendam kepada mereka; Dendam kesumat mu dan perasaan amarah mu, ternyata masih ada didalam hati mu, sekalipun engkau sudah memohon kepadaku untuk di lenyapkan dari hati mu.”


“ Ampun wahai Dewa yang Agung !”


“ Ingatlah bahwa ada hukum di Dunia ini yang tetap, tidak akan berubah; Yaitu Hukum Karma. Ketahuilah bahwa setiap perbuatan mu akan menuai hasil;  Jika engkau berbuat sesuatu yang baik dan menyenangkan orang lain, maka engkau akan menuai hasil yang baik dan menyenangkan, untuk diri mu sendiri.  Tetapi, sebaliknya dari itu.


Mengenai masalah dendam dan pembalasannya dari orang yang disakiti, itu adalah masalah ku.  Aku yang akan menghakimi manusia di Dunia ini.  Engkau tidak perlu mengajari aku bagaimana caranya memberi hukuman kepada manusia yang curang, tetapi aku lebih pandai dari mu.


Jika engkau berhadap-hadapan pada tentara musuh mu, maka bawalah bendera berwarna putih bersih, itulah tanda bahwa engkau ingin berdamai dengan mereka. 


Bukankah dendam mereka sudah terbayarkan sewaktu mereka mengamuk di pesta pernikahan mu dulu.?  Dan kemudian engkau dan keluargamu sudah menderita karena mereka ?


Aku akan hadir pada saat engkau sedang menghadapi musuh mu; Aku akan menahan pedang mereka sewaktu di ayunkan ke lehermu;  Jadi janganlah engkau takut untuk menghadapi mereka.!


Aku berharap untuk engkau dapat berjabat tangan dengan mereka, bahkan memeluknya;  Dan jika mungkin engkau dapat menikahi anak gadis mereka.  

Jika semua dapat terlaksana, maka akan membawa kemakmuran pada rakyat di Negeri mu.”

Kemudian Dewa Wisnu menghilang dari mimpi Airlangga.


Sungguh aneh kata-kata Dewa Wisnu, ketika dia mengharapkan Airlangga menikahi Putri dari musuhnya, apakah hal itu mungkin ?  Berjabat tangan saja belum tentu dapat dilaksanakan !


Narottama memberi laporan situasi di Negeri Medang, setelah lama peristiwa pembunuhan masal di Istana, “ Tuan, nampaknya mereka sudah mulai bosan dengan keadaan di Medang; Nampaknya mereka rindu dengan tanah-airnya sendiri di Sumatra, setelah tinggal dan be-rumah-tangga di tanah Jawa lebih dari sepuluh tahun.”


Airlangga bertanya, “ Ada khabar apa dari mereka ?”


“ Banyak kapal-kapal yang mengangkut tentara Sriwijaya bertolak dari pelabuhan Tuban.”


Airlangga merenung sebentar, kemudian dia berkata, “ Tentara Sriwijaya pergi ?  Sudah pasti ada musuh yang sedang menyerang Negeri mereka, dan tentara mereka  diperlukan datang ke Ibu Kota, untuk membela Negara nya.”


“ Kami menunggu komando Tuan, kalau khabar itu adalah penting untuk kita segera mengambil keputusan ! “


“ Berapa jumlah tentara Medang yang sudah terhimpun ? “


“ Hanya dua ribu prajurit dan satu Penyewu ( pangkat didalam kemiliteran )”


“ Sudah cukup baik, karena kita akan berdamai dengan mereka, bukan berperang.”


Narottama heran mendengar kata-kata Airlangga, “ Apa ?  Kita sedang berperang Tuan, ingat lah tuan !  Kita akan pergi ke medan laga  dan kita akan bunuh-membunuh melawan musuh ! “


“ Itulah namanya peperangan, tapi aku menginginkan sebaliknya dari itu;  Saling berjabat tangan dan saling berpelukan.  Tetapi dengan syarat, kita harus melupakan dendam-kesumat dan rasa amarah kita, kepada mereka;  Ingatlah !”


“ Kembali kata-kata itu saja yang engkau ulang-ulang, wahai Paduka Airlangga !

Sesungguhnya engkau adalah Raja, pemimpin kami yang sedang menghadapi musuh besar, Sriwijaya.
Ketahuilah, bahwa engkau seorang Raja, bukan seorang Pendeta Hindu.”

“ Aku memang seorang Raja, dan aku berani membunuh setiap prajurit musuh, seperti katamu.  Kalau perlu aku akan berada dimuka barisan untuk bunuh-membunuh.  Tetapi, pikirkan lah kembali, apa yang akan terjadi sesudah peperangan itu ?  Kita akan mendapatkan ratusan mayat berserakan di medan-laga, baik itu mayat prajurit musuh maupun mayat dari kawan-kawan kita sendiri.

Apakah itu yang engkau inginkan ?

Jika aku,.... maka aku tidak ingin seperti itu, tetapi perdamaian.”


“ Baiklah !  Itulah komando dari mu wahai sang Pemimpin;  Kami siap melaksanakan !”


“ Nah, engkau Narottama !  Segera adakan rapat militer untuk melaksanaka strategi pertempuran yang kucanangkan ini, yaitu perdamaian ! 

Aku yang akan memimpin diplomasi menghadapi musuh berat kita, Sriwijaya.

Akan tetapi, engkau memang harus bersiap-siap untuk bertempur; Apa bila diplomasi ini menemui jalan buntu, maka kita memang harus saling bunuh, apa boleh buat ?


Ingatlah persyaratan kita ! Hilangkan rasa dendam dan kebencian di hati mu dan di hati setiap prajurit Medang;  Hanya Dewa yang ber hak menghakimi dan memberi hukuman kepada manusia curang di Dunia ini.  Sampaikan kata-kata ku kepada setiap prajurit kita.”



Bab 4


Tersebutlah sebuah Kerajaan yang besar di India Selatan, nama nya Kerajaan Chola.   Kerajaan Tamil ini menguasai India, Asia Selatan hingga sampai ke Nusantara. 


Mereka juga mulai merambah ke Sumatra, untuk menaklukan Kerajaan Sriwijaya.  Pada saat penaklukan Sriwijaya tersebut,  Airlangga sedang berada di hutan Vanagiri dan dia mendengar khabar akan banyaknya kapal-kapal yang memuat tentara Sriwijaya yang berangkat dari pelabuhan Tuban. 


Airlangga menduga akan pertempuran di pusat Kerajaan Sriwijaya, melawan musuh nya.  Memang benar adanya, ternyata adalah tentara Kerajaan Chola dari Tamil India.


Raja Rajendra Chola I adalah Raja Chola yang berhasil menaklukan Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya pada saat itu diperintah oleh Raja Sangramavijayattunggadewa.  Raja Sriwijaya yang terakhir ini dapat ditangkap oleh musuh dan dipenjarakan.  Runtuh lah sudah Kerajaan besar Sriwijaya.


Sementara, seluruh Keluarga Istana dapat melarikan diri dan kemudian menjadi pengungsi.  Daerah pengungsian yang dianggap aman adalah Kerajaan Medang, yang merupakan jajahan Sriwijaya di Jawa Timur.


Jika kita kaji, maka runtuhnya Sriwijaya adalah (salah satu nya) disebabkan penyerangan Raja Rajendra Chola I. 

Mungkin, hal ini ada kaitannya dengan Hukum Karma yang diungkapkan oleh Dewa Wisnu kepada Airlangga.

Hukum Karma juga berlaku pada diri Raja Dharmawangsa; Dewa telah menghukum Raja Dharmawangsa Teguh, dengan penyerangan  sadis oleh tentara Sriwijaya langsung ke Istana Watugaluh. 

Dikarenakan Hukum Karma, hukuman Tuhan kepada Raja Dharmawangsa yang pernah membuat kesalahan, menyerang Sriwijaya.

Sekarang Dewa telah menurunkan hukuman kepada Kerajaan Sriwijaya, karena Sriwijaya pernah menyerang Kerajaan Medang.  Maka itu, Raja Rajendra Chola I menyerang Sriwijaya dan menangkap Raja Sangramavijayattunggadewa.


Akankah Dewa memberi hukuman juga kepada Kerajaan Chola, dikarenakan mereka menyerang Sriwijaya ?  Sejarah tidak mencatat akan hal itu.



Bab 5


Kekuatan militer Sriwijaya berkurang di Jawa Timur, secara berangsur-angsur; Cengkraman kuku-kuku Sriwijaya mulai mengendur.  Maka sang mangsa, Kerajaan Medang mulai menggeliat untuk melepaskan diri.  

Medang dibawah pimpinan menantu Raja, yaitu Airlangga, memulai aksi militernya.

Dengan kekuatan kurang dari dua ribu personil militer, Airlangga bergerak maju menghadapi tentara Sriwijaya yang berjumlah lebih dari lima ribu tentara; Tentara yang terlatih.


Akan tetapi tentara Sriwijaya tidak mempunyai semangat untuk berkelahi.   Sesungguhnya mereka tidak mempunyai tujuan politik yang jelas untuk berperang melawan tentara Jawa; Sesungguhnya mereka hanya membalas serangan Raja Dharmawangsa, tetapi tidak mau menduduki Medang, sebagai daerah koloni. 


Terlebih lagi, mereka sedang berperang melawan Pasukan Raja Rajendra Chola dari daerah Tamil India, yang datang menyerbu Palembang.


Airlangga berada dimuka barisan serdadunya, dengan membawa bendera putih.  Setelah mendekati Markas Besar mereka, bendera putih dikibar-kibar kan.

Sebagai tanda ingin berdamai.

Tidak ada reaksi dari pihak musuh, maka Airlangga harus bersabar.  Barisan di istirahatkan dulu, menunggu reaksi musuh.


Setelah menunggu beberapa saat;   Tiba-tiba tentara Sriwijaya keluar dari markasnya tanpa diketahui dan seketika mereka sudah ada di samping barisan Airlangga;  Dengan busur panah ditujukan ke arah Airlangga beserta tentaranya.  


Ternyata, Airlangga dan tentara nya sudah dikepung rapat oleh musuh, secara tak terduga.


Komandan musuh berteriak, “ Letakan senjata mu, atau engkau mati sia-sia !”

Komandan memakai bahasa Melayu Kuno; Tetapi dapat dimengerti oleh Airlangga.

Airlangga memberi perintah dengan kode tangannya, untuk meletakan semua senjata ke tanah.  Pasukan Medang seperti tikus di muka kucing yang garang, siap menerkam.


Komandan pasukan Sriwijaya berbadan besar, berkumis lebat, dengan sikap melawan; Kemudian dia menghunus pedang nya,  di ayun-ayun kan, seolah-olah mencoba untuk menebas leher musuh nya.



Airlangga ber doa, “  Wahai Wisnu, Dewa yang Agung !   Sekarang aku membutuhkan bantuan mu; Aku tau engkau sekarang berada disampingku. 


Ingatlah, bahwa Engkau adalah aku !  Aku adalah engkau !  Engkau adalah aku ! Aku adalah engkau ! 


Datanglah meraga sukma kedalam tubuhku, pakailah otot-ototku untuk engkau bertindak; Pakailah lidahku untuk engkau bercakap-cakap menghadapi musuh ku.

Kehendakmu juga akan menjadi kehendakku.”

Itulah doa Airlangga yang diucapkan dengan penuh hikmat.


Airlangga menjadi berani setelah ber doa;  Dia melangkahkan kakinya mendekati sang Komandan pasukan Sriwijaya; Seolah-olah dia adalah Dewa Wisnu, nyatanya bukan.  Sebaliknya, Komandan merasa gentar menghadapi Airlangga, yang berani maju mendekati diri nya; Seolah-olah  sang komandan sedang berhadapan dengan Tuhan, nyatanya itu adalah Airlangga, bukan Tuhan.


Airlangga berhenti melangkah, sejauh pedang musuh nya tidak akan melukai diri nya.  Kemudian Airlangga berkata, “ Lihatlah !  Yang kubawa ditangan ku ini adalah bendera putih bersih yang memberi arti akan perdamaian;  Sesungguhnya aku meminta kepada seluruh tentara Sriwijaya untuk mau ber damai dengan kami.

Mau kah engkau berdamai ? ”

Komandan terheran-heran mendengar kata-kata Airlangga, pikirnya, “ Bukankah dia harus marah, karena aku dan pasukanku dan juga pasukan Wurawari telah pernah mengamuk di Istananya ?  Dia seperti sedang bergurau, tetapi ini tidak lucu sama sekali.”  


Dia menoleh kepada asistennya yang ada disampingnya.  Asisten nya pun menjadi bingung, jadi harus bagaimana, apa yang harus dilakukan ?


Lapangan medan laga menjadi sunyi, setelah mendengarkan kata-kata Airlangga;  Semua orang menunggu jawaban sang komandan.


Lama sekali jawaban dari pihak Sriwijaya. 


Sesungguhnya, kebanyakan tentara Sriwijaya enggan untuk membunuh kembali orang-orang Medang yang tertinggal , karena mereka sudah puas, bahkan Raja Medang pun sudah mati di bunuh;  Jadi apa lagi yang akan dituntut oleh mereka ?


Terlebih, mereka harus segera meninggalkan Jawa Timur, untuk kemudian kembali berperang di Negeri nya, melawan pasukan Chola dari Kerajaan Tamil di India Selatan.


Akhirnya komandan berseru, “ Baiklah, kami juga ingin berdamai; Akan tetapi perdamaian ini tanpa syarat apa pun.  Jika engkau mengajukan syarat, maka kami siap untuk berperang melawan mu.”


Airlangga berkata, “Kami memang kalah dan engkau menang;  Dan kami tidak menuntut ganti rugi atas perbuatanmu yang telah menghancurkan Istana kami, karena kami menyadari kami di pihak yang kalah.


Tetapi,  kami memohon kepada mu untuk menarik semua tentara mu, keluar dari Negeri kami;  Ini adalah suatu permohonan, bukan suatu persyaratan.”


Kembali sang komandan terdiam, karena Airlangga kelihatan sangat berpengaruh.


Akhirnya Komandan berkata,

“ Jika kami tidak mau, engkau mau apa ?  Kami berhak untuk menolak, karena kami dipihak  yang menang. “

“ Dengan terpaksa kami harus bertempur mati-mati an melawan engkau.”


“ Apakah engkau berani melawan kami ?  Lihatlah ! Engkau sudah terkepung dan engkau semua akan mati dengan cara yang mudah.  Kami tidak segan untuk membunuhmu.”


Airlangga terdiam sebentar, kemudian dia memanjatkan doa, “ Ya Dewa Wisnu, saat ini lah engkau tahan semua pedang, keris, tombak dan panah dari musuh-musuhku  ! 

Enkau tahan juga tangan-tangan mereka untuk dapat digerakan !  Engkau tahan juga kemauan mereka untuk bertindak terhadap kami.  Lumpuhkan lah semangat nya !

Kuatkan lah hati kami dan kemampuan kami untuk berperang.”


Airlangga langsung memberi komando, “ Pasukan !  Ambil kembali senjata mu,kita lawan musuh-musuh kita yang sudah pernah mengamuk di pesta perkawinan ku !”


Gegap gempita suara para prajurit Medang, “ Siap ! “


Sementara itu pasukan Sriwijaya terdiam, seolah-olah sedang kebingungan akan sikap Airlangga yang memberi komando perang.

Mereka masih mempunyai rasa kebanggan dan memandang rendah pasukan Medang; Mereka berpikir didalam hati,
“ Sungguh bodoh Raja Medang ini, bagaimana pasukan kecil dan lemah, akan melawan pasukan kuat dan banyak seperti pasukan Sriwijaya ?  Pasti lah mereka akan kami kalahkan ! “

Akan tetapi, Dewa Wisnu telah beraksi; Dewa telah menahan senjata tentara Sriwijaya.


Kembali Airlangga memberi komando, “ Serang ! “


Gegap gempita suara para prajurit Medang yang membuat takut musuh-musuh nya.


Pasukan Sriwijaya masih terdiam, juga komandan nya ikut diam seperti orang bodoh.


Akhirnya komandan tempur mereka berseru, “ Tembakan panah mu !”


Pasukan Sriwijaya mulai mempersiapkan anak panah dan busurnya, tetapi kelihatan nya mereka sangat lambat, seolah-olah anak panah itu terlampau berat untuk dipegang.


Pasukan Medang datang menghampiri dan menusukan kerisnya ke dada musuhnya; Mereka tidak melawan, seolah mereka pasrah menyerah.  Maka, pasukan Sriwijaya banyak yang menemui ajalnya, tanpa perlawanan.


Alangkah terkejutnya komandan melihat hal yang tidak masuk di akal; Komandan berseru, “ Mundur !  Lari !  Mundur !  Lari ! “


Juga mereka tidak mau lari, hanya melangkah mundur sebanyak tiga langkah.


Melihat kejadian yang ganjil di depan matanya, maka komandan pasukan berlari menghampiri Airlangga dan bersujud dimuka nya, “ Tolong perintahkan serdadu mu untuk berhenti menyerang !  Aku memohon kepada mu ! “


Airlangga memberi komando,“ Pasukan kembali ketempat, serangan di hentikan segera”


Pasukan Medang kembali ketempat nya dengan tertib dan teratur, dengan meninggalkan banyak mayat-mayat dari musuhnya. 

Sementara, tak seorangpun yang mendapat cedera dari pihak pasukan Medang.

Airlangga menghampiri musuhnya yang masih sujud di muka kaki nya; Diangkat dengan menarik bahu tangannya dan kemudian dipeluk. “ Aku memaafkan tindakan mu yang sudah memporak porandakan pesta perkawinan ku dan telah membunuh istri, mertua ku dan juga banyak rakyat Medang.  Kiranya Dewa Wisnu juga begitu ada nya dan Hukum Karma tidak akan menimpa mu.”


Komandan pasukan Sriwijaya, meneteskan air mata nya.  Sesungguhnya pantang bagi seorang serdadu untuk menangis karena haru, tetapi hal ini tidak dapat ditahan oleh

Sang Komandan.

“ Wahai Raja yang perkasa, kami semua memohon ampun kepada Rakyat Medang atas perbuatan kami, khusus nya kepada mu wahai Raja yang Mulia.

Kami memohon izin untuk pulang kembali ke tanah air hamba, untuk selanjutnya berperang kembali.”

“ Berperang kembali ? “


“ Ya benar yang Mulia; Kami harus melawan pasukan Chola yang telah datang menyerbu Negeri kami;  Kiranya Yang Mulia mau mendoa kan nasib kami, agar menjadi lebih baik.”


“  Oh sayang sekali ! sudah terlambat.”


“ Mengapa sayang sekali ? Apa maksud yang mulia ? “


“ Jika sekiranya peristiwa sekarang ini, dapat datang lebih awal, maka Hukum Karma untuk mu tidak jadi datang.  Sekarang sudah terlambat, sehingga Hukum Karma itu ternyata sudah datang, yaitu penyerbuan pasukan Chola.”


Sang Komandan terdiam sejenak; Dia belum mau mengerti, “ Hamba belum mengerti Yang Mulia “


“ Ketahuilah oleh mu, bahwa aku telah menunggu selama lima belas tahun di hutan Vanagiri; Menunggu kedatangan mu untuk berdamai, untuk engkau meminta maaf kepada ku dan kepada rakyat ku.  Akan tetapi engkau terlalu sombong untuk datang menemui aku yang sedang menderita.


Ketahuilah oleh mu bahwa ada Hukum yang tetap akan berlaku bagi umat manusia di muka bumi ini, yaitu Hukum Karma.   Setiap orang yang berbuat akan mendapatkan hasilnya.  Jika dia bertindak menolong dan memberi santunan pada orang lain, maka dia akan menikmati hasil nya; Dan sebaliknya dari itu.


Jika sekiranya engkau datang kepada ku beberapa saat setelah engkau menyerang Istana Watugaluh, tentu lah Hukum Karma itu tidak akan datang kepada mu.  Itulah yang kukatakan dengan kata  “sudah terlambat ’ “


Sang Komandan terdiam dan akhirnya berkata, “ Sekarang aku mengerti.”


“ Jadi apakah dengan demikian engkau akan pergi dari Tanah Jawa ? “


“ Ya benar, kami akan segera berangkat ke Palembang.”


“ Apakah engkau mau meng atas namakan Kerajaan Sriwijaya, untuk menyatakan menyerah kepada Kerajaan Medang ?”


“ Ya , kami menyatakan menyerah, atas nama Kerajaan Sriwijaya. “


Prajurit Medang bersorak gembira, suaranya membahana;  Sementara prajurit Sriwijaya sibuk mengobati kawan-kawan nya yang terluka.


“ Pergilah kawan, agar Para Dewa menyertaimu ! “


“ Terimakasih wahai Raja yang Mulia, kami memohon doa dari mu !”


Pasukan Sriwijaya segera berangkat melalui pelabuhan Tuban, dengan memakai hampir seratus kapal.   Mereka akan sampai di Palembang dalam waktu lima hari.

Sementara itu banyak kapal-kapal Angkatan Laut Sriwijaya lain nya yang juga mengirimkan pasukannya dari banyak pelabuhan lain.

Sungguh Sriwijaya pada saat itu sudah menjadi Kerajaan Besar, sewaktu diserang oleh Raja Rajendra Chola I, yang datang dari India Selatan.   Sehingga terjadi perang besar-besaran di Kota Palembang.


Selangkah  demi selangkah, pasukan Chola maju ke arah Istana Sriwijaya; Meninggalkan banyak mayat-mayat prajuritnya dan mayat-mayat musuhnya.


Raja Sriwijaya menanggalkan pakaian kebesaran Raja, memegang pedang dan tombaknya, kemudian ikut bertempur di barisan paling muka bersama-sama prajuritnya.  Sementara seluruh Keluarga Istana sudah mengungsi, jauh-jauh hari sebelum hari pertempuran terjadi.  Raja benar-benar seorang pejuang  yang gagah berani, ditengah prajurit-prajuritnya.


Prajurit-prajurit Sriwijaya tidak terkumpul di pusat kota atau dekat Istana, akan tetapi tersebar di seluruh tanah jajahannya; Termasuk pelabuhan Tuban.  Justru ini yang menjadi kendala, sewaktu musuh tiba-tiba sudah sampai di Istana.


Jika musuh dapat diperkirakan waktu mereka tiba, maka Raja dapat bersembunyi diluar Istana;  Kemudian seluruh tentara marinir angkatan lautnya dapat dipanggil untuk bertempur mempertahankan Istana.

Ternyata pasukan Chola telah datang secara sembunyi-sembunyi.

Pada akhirnya, Raja Sangramawijayattunggadewa dapat ditangkap hidup-hidup oleh musuh.  Pasukannya dapat dipukul mundur, lari ke hulu sungai Musi, bersembunyi di hutan Jambi.   Kemudian Raja Sriwijaya dipenjarakan oleh musuh.


Dengan demikian Kerajaan Sriwijaya dapat ditundukan oleh Kerajaan Chola.



Bab 6


Akan halnya Keluarga Kerajaan, mereka dapat melarikan diri hingga sampai ke Tanjung Tumasik dan menetap ditempat itu untuk sementara waktu.  Tempat itu dirasakan tidak aman bagi Keluarga Istana, sehingga pelayaran dilanjutkan kearah Timur, dan sampai di Tanjung Pura, Kalimantan Barat. 

Tanjung Pura dirasakan aman, maka mereka menetap disitu.

Diantara para pengungsi, adalah Pangeran Putri Kerajaan Sriwijaya yang bernama  Dharmaprasadottunggadewi.  Putri itu sungguh cantik jelita. 

Banyak laki-laki yang memujanya hingga tergila-gila, karena kecantikannya dan berkeinginan untuk dapat menjadi pendampingnya.

Putri terkenal dengan panggilan kesayangan, “Putri Bunga Balium”.  Bunga Balium adalah bunga anggrek yang indah.


Diantara laki-laki yang tergila-gila itu, adalah Raja Rajendra Chola I sendiri; Untuk itu Raja menyebarkan pasukan mata-mata nya untuk mencari keberadaan Putri tersebut, dan untuk kemudian merebutnya.


Sementara pasukan mata-mata Sriwijaya juga ikut menjaga keselamatan Putri;  Semua orang yang dicurigai di tangkap dan diinterogasi.

Hingga akhirnya,  Tanjung Pura juga dinyatakan daerah yang berbahaya, karena sudah diketahui oleh Raja Chola.  Maka dengan terpaksa, Putri Bunga Balium harus pindah lagi ke arah Timur; Ketempat yang lebih jauh lagi.   Hingga pelabuhan Sunda kelapa di Jawa Barat, dipilih untuk dapat disinggahi, sebagai persembunyian sementara.

Ternyata pelabuhan itu sudah diduduki oleh pasukan marinir Chola, sehingga dengan terpaksa kapal berputar haluan, dan melarikan diri ke arah Timur.


Daerah Kerajaan Medang nampaknya aman dari kejaran Raja Chola;  Karena Kerajaan Medang mempunyai wibawa hingga sampai ke Tamil, sehingga Raja Chola menghormati Medang.


Putri Bunga Balium akhirnya memilih pelabuhan Surabaya yang masih berhutan bakau untuk kapalnya dapat disandarkan.


Sungguh Putri sangat menderita didalam pengungsiannya; Muka yang pucat, badan yang kurus dan baju yang sudah robek-robek; Itulah keadaan Putri Bunga Balium yang sudah terkenal karena kecantikannya, tetapi sekarang lusuh tidak terawat.  

Hanya masih ada sedikit cahaya kecantikannya yang hampir padam.

Mereka turun dari kapal, langsung masuk kedalam hutan untuk bersembunyi.  Kapal di tutupi dengan daun-daun pohon agar tidak diketahui oleh orang.

Pengikut Putri ada dua puluh lima orang, termasuk dayang-dayang dan Ibunda nya; Dan yang lain adalah prajurit pengawal Istana.


Bab 7           


Airlangga pulang kembali disertai seluruh tentaranya; Semua dalam keadaan selamat dan membawa kemenangan.


Airlangga berpidato untuk mengucapkan terimakasih kepada seluruh prajuritnya,

“ Aku Raja Airlangga sangat bangga dengan kalian yang telah berjuang membangun Kerajaan Medang.  Tidak lupa aku ucapkan terimakasih kepada mu, atas kemenangan yang kalian capai pada hari ini.

Semua prajuritku telah bekerja keras dan engkau juga Narottama.


Wahai Narottama, karena jasa-jasa mu terhadap Kerajaan, maka engkau mendapat penghargaan dari ku.  Engkau kuangkat menjadi Perdana Menteri Kerajaan.  Gelar kepangkatan mu adalah Rakryan Kanuruhan.


Penyewu pasukan Medang juga kuangkat menjadi Mahapatih Medang.   Engkau kuserahi tugas untuk mengatur kepangkatan didalam kesatuan mu.


Lebih dari itu, kita juga harus mengucapkan terimakasih kepada Dewa Wisnu yang sungguh-sungguh telah bekerja membantu kita.  Aku tau, kalian tentu bertanya kepada ku, bahwa Dewa Wisnu tidak terlihat didalam barisan kita;  Dimana dia ?


Benar dia tidak akan pernah terlihat oleh engkau; Karena dia adalah Dewa yang Agung, tempat dimana doa akan harapan kita, dan juga ampunan kita, selalu kita tujukan kepada dia, Dewa Wisnu. 

Sudah pasti dia tidak terlihat oleh engkau semua, tetapi hadir didekatmu, bahkan disini.

Untuk maksud itu, kita akan membuat sebuah candi yang merupakan perwujudan Wisnu didalam perjuangan kita.  Buatlah patung Wisnu sedang mengendarai burung Garuda. 


Wisnu itu lah sebenarnya yang telah membantu kita;  Tanpa Wisnu tidak lah mungkin kita dapat mengalahkan tentara musuh yang berjumlah lebih dari dua kali lipat dari jumlah kita.   Maka Wisnu sebagai Dewa yang sedang mengendarai burung Garuda, adalah panglima perang kita  yang sebenarnya.


Candi itu kita akan bangun di lereng Gunung Penanggungan, dan kunamakan Candi Belahan.”


Narottama memberi komentar, “ Wahai Paduka Airlangga yang perkasa, Wisnu itulah engkau;  Engkau itu lah Wisnu.

Sesungguhnya Wisnu telah masuk kedalam dirimu dengan cara meraga sukma”

“ Engkau benar Narottama; Karena kuminta kepada nya didalam doa ku, “ Engkau adalah aku; Aku adalah engkau.   Jadi setiap kata yang kuucapkan dan kutujukan kepada musuh kita, sesungguhnya adalah ucapan dan tindakan Wisnu.


Dan aku telah meminta kepada Wisnu untuk menahan semua senjata yang digunakan oleh musuh kita;  Sehingga engkau telah melihat sendiri keajaiban yang mengherankan, yang mana mereka tidak dapat menggunakan senjata mereka. Kemudian mereka terdiam, seperti orang bodoh.”


Mendengar keterangan Airlangga, semua prajurit Medang heran dan kagum kepada pimpinan nya, Raja Airlangga.

Beberapa prajurit berbisik-bisik, “ Sesungguhnya dia sendiri Dewa Wisnu.”  

Yang lain berkata, “ Benar katamu, dia adalah penjelmaan Dewa Wisnu di Bumi.”


Berita akan kemenangan Raja Airlangga menyebar keseluruh Anak Negeri Medang.  Rakyat menyambut khabar gembira itu dengan suka cita.   Rakyat sekarang sudah bebas, karena tentara Sriwijaya sudah pergi.  Maka mereka datang menghadap Raja Airlangga dan menyatakan kesetiaan nya kepada menantu Raja mereka.

Airlangga secara perlahan-lahan mulai membangun kembali semua sarana yang dirusak oleh Raja Wurawari beserta tentara Sriwijaya.  Ibu Kota didirikan di suatu tempat yang dinamakan Watan Mas;  Tak lama kemudian Ibu Kota dipindahkan ke Kota Kahuripan.  Ditempat ini Istana dibangun dan semua sarana Pemerintahan ditempatkan diKota itu.


Airlangga berpendapat bahwa Kerajaan yang sudah diruntuhkan oleh musuh, namanya tidak bisa dipakai lagi;  Maka Airlangga memberi nama baru untuk Kerajaan nya, yaitu Kahuripan, Kerajaan Kahuripan.


Daerah kekuasaan Kerajaan Kahuripan membentang dari timur, adalah Pasuruan hingga ke barat, Madiun.


Dibidang seni, Airlangga tertarik dengan Kitab Suci Mahabharata.  Dia ikut didalam penulisan tentang seorang tokoh didalam Mahabharata, yaitu Arjuna.  Maka terbit lah buku “ Kakawin Arjuna Wiwaha “ yang ditulis oleh Empu Kanwa. Ketertarikan Raja akan cerita Arjuna, disebabkan cerita itu, sejalan dengan cerita akan riwayat hidupnya sendiri;  Hanya Arjuna adalah titisan Betara Indra, sedang Raja sangat dekat dengan Dewa Wisnu.


Raja juga berjasa dibidang pertanian, karena dia akhli cara menanam padi disawah.  Maka banyak tanah-tanah yang dijadikan sawah untuk menanam padi.  Para petani padi dapat meningkatkan hasil pertaniannya, berkat bimbingan dari Raja nya;  Raja langsung datang kehadapan para petani yang sedang menggarap sawah-nya dan memberikan ilmunya, bagaimana cara menanam padi dengan benar.


Untuk mendapatkan air guna mengairi sawah, Raja bersama para petani membuat bendungan di Sungai Kali Brantas.


Didalam bidang agama, Raja juga memberi kebebasan beragama.   Kerajaan Kahuripan memberi kebebasan untuk memilih sendiri agama bagi masing-masing; Agama Hindu atau Agama Budha dan juga agama yang lain.



Bab 8


Pada suatu ketika, seorang prajurit mata-mata datang menghadap ke Istana, untuk melaporkan sesuatu temuan di pantai Surabaya.


Raja Airlangga menerima laporan tersebut dengan penuh minat.


“ Paduka yang Mulia, kami menemukan sebuah kapal Sriwijaya dipantai Surabaya.  Nampaknya kapal itu baru saja dipakai dan kemudian disembunyikan dengan cara ditutupi dengan daun-daun.  Kapal itu sekarang masih ada disana.”


Airlangga bertanya pada Narottama, “ Apa pendapat mu wahai Narottama ?”


“ Mungkin telah terjadi pendaratan pasukan Sriwijaya; Mungkin mereka masih mau menyerang kita kembali.”


“ Wahai prajurit, berapa banyak kapal yang engkau temukan ? “


“ Hanya satu saja Paduka.”


“ Jika begitu, maka Itu bukan suatu pendaratan pasukan;  Mungkin kapal yang karam atau tersesat dari Sriwijaya.  Akan tetapi kita harus selalu waspada, jangan sampai mereka datang ke Istana kita dan kemudian mengamuk, seperti dulu.”


“ Benar Paduka, mari kita lihat ! “  Kata Narottama.


Airlangga dan Narotama diiringi prajurit mata-mata yang melapor, beserta beberapa prajurit pengawal Istana, pergi ke Surabaya;  Mereka menggunakan kuda hingga dapat cepat sampai di tujuan.  


Kebanyakan tentara Sriwijaya tidak pernah menggunakan kuda, tetapi kapal laut.  Mereka adalah tentara marinir, bukan kavaleri.  Maka daerah kekuasaan militer mereka adalah daerah pantai saja, tidak sampai ke pedalaman dan hutan-hutan.


Jika ada penyelundupan mata-mata Sriwijaya, maka mereka pasti masih ada didaerah pantai, karena mereka tidak dapat pergi ketempat jauh.


Airlangga memeriksa kapal yang diikat di pinggir pantai.  Memang benar itu adalah kapal militer angkatan laut Kerajaan Sriwijaya.  Kapal sudah kosong; Nampaknya sudah cukup lama ditinggalkan oleh pemiliknya.  Kapal dapat memuat seratus orang prajurit.


Prajurit mata-mata juga akhli dalam mencari jejak musuh.   Tampak banyak ranting pohon bakau yang patah dan ada beberapa pohon yang tumbang bekas ditebang.


Jejak manusia bersepatu, menuju ke arah hutan ditepi pantai.

Akhirnya Airlangga bertemu dengan pemilik kapal yang sedang berkemah ditempat itu.

Airlangga melangkah maju mendekati perkemahan mereka, sementara para pengawal nya bersiaga.   Beberapa orang laki-laki datang menyongsong dengan senjata ditangan  nya masing-masing.  Kelihatannya mereka gugup, suatu tanda kecemasan pada diri mereka, dikarenakan  peperangan.


“ Jangan engkau bergerak maju, atau engkau akan mati kutikam !”  Bentak salah satu laki-laki itu, memakai bahasa Melayu.


Raja Airlangga menyapa dengan kata-kata lembut dan bersahabat,

“ Selamat datang di Kerajaan Kahuripan.!
Wahai Ki sanak, jika engkau adalah tamu kami yang terhormat, maka engkau boleh tinggal di tempat kami.  Akan tetapi jika engkau adalah pencuri atau perampok, maka engkau harus pergi dari tempat kami.! “

Mendengar cara berbicara yang lembut tetapi tegas, mereka menjadi lega.

Mereka berpikir didalam hati, “ Nampaknya orang ini mau bersahabat.  Melihat cara nya berpakaian, tentu lah dia seorang pembesar, mungkin saja dia seorang Raja ? “

Setelah terdiam sejenak, pemimpin mereka berdatang sembah kepada Raja Airlangga yang memang penuh Kharisma, “ Wahai Raja yang Agung, terimalah kami yang sedang ditimpa kemalangan.  Kami datang dari Istana Sriwijaya di Palembang, dalam derita nestapa, karena dikejar-kejar oleh musuh kami yang datang menyerbu Istana kami.”


“ Siapakah musuh mu yang bernafsu untuk menangkap atau membunuh mu ?”


“ Dia adalah Raja Chola dari India.  Kerajaan kami mengalami kekalahan, bahkan Raja kami tertangkap dan sudah dipenjarakan oleh musuh.”


Tiba-tiba keluar seorang wanita muda dari dalam kemah, berlari-lari menghampiri Raja Airlangga;  Kemudian dia juga ikut bersujud di kaki Airlangga, “ Wahai Raja yang Agung, kami memohon perlindungan dari bahaya, akan ditangkap oleh Raja Rajendra Chola.  Sungguh kami semua dalam ketakutan;  Takut yang sangat mencekam.”


Airlangga meneliti wanita yang datang ini; Dia memakai baju yang robek-robek, kotor dan berbau.  Mukanya kotor berdebu; Begitu juga rambutnya yang panjang, kusut bergumpal, karena tidak mandi;  Dan juga badannya kurus. 

Sungguh wanita ini perlu dikasihani.

“ Hai !  Siapakah engkau wahai Putri ? “


Laki-laki Pemimpin itu menerangkan, “ Dia adalah Putri Bunga Balium, dia adalah Pangeran Putri Kerajaan Sriwijaya.”


Serta merta, Airlangga menggapai tangan sang Putri untuk kemudian diangkat.

“ Jangan engkau bersujud dimuka ku, karena engkau sederajat dengan aku.  Aku Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan yang akan melindungi dirimu beserta seluruh rombongan mu.
Marilah kita semua pulang ke Istanaku di Kahuripan.

Singkat cerita, Airlangga beserta seluruh rombongan Putri Bunga Balium sampai di Istana Kahuripan.   Airlangga memerintahkan untuk merawat dan memberikan semua keperluan Putri dan rombongannya.


Tentu saja Putri Bungan Balium beserta Ibunda nya dan juga seluruh pengawal Istana nya sangat berterimakasih dan gembira.    Rasa cemas  akan ditangkap oleh Raja Chola sirna sudah, berganti dengan kegembiraan.


Semua keperluan Putri Bunga Balium dipenuhi oleh petugas rumah tangga Istana.  Putri dapat mandi dan bersolek dan juga mendapat baju baru yang sesuai.


Sekarang Putri Bunga Balium kembali seperti semula,cantik dan mempersona setiap laki-laki yang melihatnya.

Mereka semua menghadap Raja Airlangga dengan penuh kebahagiaan.

Ibunda Putri berkata, “ Wahai Raja yang Mulia, kami menghaturkan terimakasih atas pertolongan Paduka.  Hanya Dewa-Dewa yang akan membalas budi baik Paduka, nanti.”


Airlangga menjawab, “ Kita semua harus saling tolong menolong; Apa pun kebangsaan dia atau apa pun agama dia, kita wajib untuk saling tolong menolong.

Kita juga wajib menghilangkan rasa benci dan dendam yang ada pada diri kita; Rasa dendam itu harus dilupakan, seolah kita terlahir kembali tanpa dosa.”

Ibunda Putri menjawab, “ Paduka Raja yang bijaksana, engkau seperti seorang Pendeta Resi dari agama Hindu.  Sungguh aku tertarik untuk lebih banyak mendapat kan petuah-petuah keagama-an dari mu, wahai Raja yang Mulia.”


Airlangga bertanya, “ Apakah agama yang engkau peluk ?”


“ Budha ”


“ Yang kukatakan juga pernah diucapkan oleh sang Budha Gautama, setahuku.  Aku pun ingin belajar agama Budha dari mu, wahai Ibunda Putri.”


Putri Bunga Balium bertanya kepada Airlangga, “ Bolehkah kami tinggal untuk sementara didalam Istana mu,wahai Raja yang Mulia ? “


“ Tentu saja boleh wahai Putri yang sedang mendapat kemalangan.  Bila peperangan di Negeri mu sudah mereda, engkau boleh pulang.  Sekarang ini engkau berada ditempat yang aman.”


“ Bila peperangan itu reda ?  Serasa tidak mungkin wahai Paduka, bahkan Raja Chola menginginkan aku untuk dijadikan istri nya diatara banyak istri-istri nya yang lain.”


Airlangga terdiam sejenak, dia berpikir didalam hati nya, “ Kecantikannya telah membuat petaka bagi diri nya, bukan sebaliknya.  Seharusnya kecantikannya membuat dia berbahagia.


Hai ! Mengapa bukan aku yang akan membahagiakan dia ?  Sungguh, sekarang aku  jatuh cinta kepadanya.  Harapan ku, aku tidak bertepuk sebelah tangan.”


Airlangga berkata, “ Wahai Putri Bunga Balium, jika demikian adanya, engkau pun boleh tinggal di Istana ku ini untuk selamanya.

Maukah engkau tinggal di Istana ini untuk selamanya ?”

“ Apa ? Selamanya ? “


Putri heran dan belum mengerti maksud perkataan Raja.

Dia menoleh kepada ibu nya dan memainkan matanya sebagai isyarat bertanya pada ibu nya.   Ibunya mendekati dia dan berbisik, “ Nampaknya Raja menginginkan engkau sebagai istrinya; Maukah engkau ? “
Mendengar pertanyaan dan keterangan ibundanya, merah muka Putri, penuh dengan kebahagiaan.
Putri menganggukan kepalanya, tanda setuju.

“ Ya benar, untuk selamanya engkau berada disampingku.  Maukah engkau wahai Putri Bunga Balium ?”  Tanya Raja Airlangga sekali lagi.


Putri Bunga Balium terdiam, kaget dan tegang, bercampur gembira bahagia.

Dengan suara yang perlahan, hampir tidak terdengar, Putri menjawab,
“ Ya mau “

Airlangga adalah duda yang tampan; Sungguh ganteng. 

Istrinya sudah meninggal Dunia karena telah dibunuh oleh tentara Sriwijaya yang sekarang kawan-kawannya berada tepat dimuka nya. 
Tetapi dia tidak dendam, bahkan mau menikah dengan Putri Kerajaan Sriwijaya.

Sungguh banyak kejadian aneh yang sudah terjadi pada diri Airlangga.  Tetapi itulah cerita riwayat hidup Airlangga yang telah ditulis ulang oleh Dewa Wisnu. 


Dewa Wisnu pernah berkata, “ Peluklah tentara musuh mu dan kalau mungkin menikahlah engkau dengan anak gadis mereka.” 


Tidak terpikir semua ucapan Dewa Wisnu pada saat itu, akan dapat terjadi. 

Tetapi tidak sekarang ini;  Semua telah nyata terjadi pada diri Airlangga.
Dia telah memeluk komandan pasukan Sriwijaya; Dan sekarang seorang Putri dari Kerajaan Sriwijaya, telah sengaja datang dan mau menjadi istrinya.

Semua yang hadir diruang Balairung Istana bertepuk tangan karena gembira;  Semua orang setuju dengan rencana perkawinan Raja dengan Putri Bunga Balium.


Airlangga berkata kepada Ibunda Putri, “ Wahai Ibunda Putri, aku mengajukan lamaran kepada mu.  Yang mana kiranya Putri Bunga Balium dapat menjadi istriku, pendampingku dan ku angkat dia menjadi Ratu Permaisuri di Kerajaan Kahuripan;  Bolehkan wahai Ibunda Putri ? “


“ Ya aku setuju !”


“ Terimakasih Ibunda !

Maka dengan ini aku umumkan kepada seluruh rakyat Kahuripan, bahwa sudah ada perdamaian antara Kerajaan Kahuripan dengan Kerajaan Sriwijaya.
Aku, sebagai Raja Kahuripan akan menjadi menantu Raja Sriwijaya.”

Ibunda Putri menerangkan, “ Nama sebenarnya dari Putri Bunga Balium adalah Dharmoprasadottunggadewi, putri dari Raja Sangramavijayattungavarman.

Ayahnya ditangkap oleh Raja Rajendra Chola I dan kemudian dipenjarakan.

Kami adalah dipihak yang kalah didalam peperangan dengan Kerajaan Chola, bahkan kami masih di kejar-kejar oleh musuh, hingga kami sampai disini.”


Semua yang mendengar keterangan itu, hatinya terenyuh merasa sedih.


Singkat cerita, maka diadakan pesta pernikahan antara Airlangga dengan Putri Dharmoprasadottunggadewi.

Ibunda Putri dan Putri Bunga Balium sangat bahagia, mendapatkan menantu Raja yang kedudukannya sepadan dengan Keluarga Kerajaan Sriwijaya. 

Kebahagiaan ini datang didalam waktu yang tidak tepat, dimana sedang terjadi pertempuran, bahkan Negerinya mengalami kekalahan. 

Dan Raja Sriwijaya terakhir sudah ditangkap oleh musuh.

Itu semua adalah riwayat para Raja yang skenario nya sudah ditulis , jauh-jauh hari sebelumnya oleh Para Dewa


Namun cerita itu dapat dirubah atau ditulis ulang, bila yang berperan didalam cerita itu mau memohon kepada Dewa yang Agung, didalam tapa semedi dihutan sunyi;  Yang sudah pernah dilaksanakan oleh Airlangga di hutan Vanagiri.


Airlangga sungguh jatuh cinta pada pandangan pertama, bukan karena kasihan melihat keadaan Putri yang menyedihkan.


Tetapi, Airlangga sungguh jatuh cinta pada Putri Bunga Balium.


Airlangga tidak berkeberatan Putri Bunga Balium membawa adat dari Sriwijaya dan tetap menganut agama Budha.  Bahkan Airlangga mau belajar adat istiadat Istana Kerajaan Sriwijaya, makanan dari Sumatra dan bahasa Melayu.  Semua nya itu dikarenakan Raja memang mencintai Putri dari Sumatra ini.


Untuk menunjukan kepada istrinya bahwa dia tidak berkeberatan dengan Agama Budha yang di anut oleh istrinya, maka Raja Airlangga membuat candi Budha yang dinamakan Candi Srivijayaasmara.    Rakyat nya juga diperbolehkan memeluk agama Budha, jika dia mau.



Bab 9


Kerajaan Kahuripan menatap masa depan dengan penuh harapan; Perdagangan rempah-rempah di pergiat; Pelabuhan Tuban dan juga Surabaya di perbaharui dan diperbaiki, karena mempunyai nilai ekonomis; Pertanian juga mendapat perhatian Raja, bahkan Raja sendiri turun kesawah untuk mengajarkan rakyat bertanam padi.


Lebih dari itu, Raja Airlangga melihat suatu kesempatan untuk memajukan Negerinya,dikarenakan Kerajaan Sriwijaya sebagai pesaing nya, ternyata mengalami kemunduran. 


Setelah ditaklukan oleh Raja Rajendra Chola I, maka Kerajaan Sriwijaya tidak terdengar lagi gaungnya.  


Dengan demikian, Kerajaan Kahuripan mempunyai kesempatan untuk memperluas perdagangannya dan tanah jajahannya, karena tidak ada lagi Kerajaan pesaing.


Dalam pada itu, rakyat Kahuripan memandang Raja sebagai penjelmaan Dewa Wisnu, Dewa yang bertugas memelihara ( Dewa Pemelihara).  Hal itu dikarenakan Raja Airlangga beserta rakyat nya, mampu memajukan Negeri.  Negeri Medang yang jatuh terpuruk karena serangan Raja Wurawari, dapat bangkit kembali.


Disamping itu, Airlangga sungguh mempunyai peran yang sangat dominan didalam memajukan Kerajaan Kahuripan.   Lebih dari itu, Beliau mempunyai kharisma,wibawa dan juga rasa welas asih kepada setiap orang, bak  seorang Pendeta atau Resi Hindu.


Akan tetapi, Raja tidak ingin rakyatnya menganggap dia sebagai Tuhan.

Bahkan Raja menyadari, bahwa hal seperti ini akan membawa pertentangan dengan kaum agamawan Hindu; Dan lebih dari itu, bahkan akan menimbulkan pemberontakan melawan kekuasaanya.

Oleh sebab itu Raja memprakarsai pertemuan dengan Para Pendeta Hindu dan Monk Budha, untuk membahas sebuah topik bahasan, ‘Apakah manusia dapat dianggap atau menjadi Tuhan ? “


Pada akhir bahasan, mereka berpendapat, bahwa Manusia tidak dapat menjadi Tuhan.  Akan tetapi mereka percaya bahwa Dewa dapat turun ke Dunia dan membantu manusia, seperti yang sudah pernah dialami pada diri Airlangga sendiri.


Sementara itu, masyarakat luas masih saja menganggap bahwa Raja mereka sebagai penjelmaan Dewa Wisnu, walaupun Raja sudah membantah nya.


Mereka mempelajari asal usul Airlangga.  Mereka berusaha untuk menjawab pertanyaan, siapa sebenarnya Airlangga ?  Hal ini penting untuk di bahas didalam suatu pertemuan, karena dia adalah satu-satu nya Pemimpin rakyat Jawa yang lain dari sebelumnya.


Pembahasan ini dirahasiakan dari Raja, karena bila diketahui Raja, beliau akan marah.


Dimulai dari ayah sesungguhnya dari Airlangga, siapa ayah nya ?  Hanya Raja Dharmawangsa dan Putri Mahendradatta yang tau, siapa dia.  Kekasih gelap Putri Mahendradatta tiba-tiba menghilang (Moksa) setelah disuruh cerai (pergi) oleh Raja Dharmawangsa.  Kemudian Mahendradatta di kawinkan dengan Raja Udayana.


Mahendradatta tidak mau mengungkapkan siapa kekasih gelapnya, karena sudah berjanji kepada suaminya untuk tidak menceritakan kisah lalunya, kepada siapapun, termasuk kepada suaminya sendiri.


Mengapa kekasih gelap Putri itu dapat masuk kedalam Istana yang dijaga ketat oleh para pengawal Istana ?  Kemudian dia dapat menghamili Putri, didalam Istana ? Tidak seorang pun, prajurit pengawal Istana yang mengaku, memasukan orang asing kedalam Istana.


Para Resi mempunyai pendapat, pastilah, kekasih gelap Mahendradatta, adalah Dewa Wisnu yang menjelma sebagai manusia, tetapi bukan manusia.

Maka dengan demikian, Airlangga adalah anak nya Dewa Wisnu.

Mengapa Raja Dharmawangsa begitu bergairah sewaktu menyambut Airlangga di Istana Watugaluh ?  Seakan-akan sedang menyambut seorang Raja yang perkasa.?

Sudah pasti Raja sedang menghormati, anak Dewa Wisnu; Seperti hal nya Arjuna anak Dewa Indra.

Raja Dharmawangsa juga sangat mengharapkan, raja penggantinya adalah anak seorang Dewa, Airlangga.


Mengapa Airlangga dapat selamat, tidak terbunuh, sewaktu ada kekacauan di pesta perkawinan di Istana Watugaluh ?  Sedangkan pada saat itu, dia sedang duduk bersanding didekat istrinya, di saat istrinya terbunuh.   Sudah pasti dia disamarkan oleh Dewa Wisnu, sehingga dia tidak terlihat oleh serdadu Sriwijaya.


Mengapa Raja Airlangga dapat dengan mudah memenangkan pertempuran dengan pasukan Sriwijaya yang jumlahnya dua kali lipat, lagi sebagai pasukan yang terlatih. Pastilah Dewa Wisnu datang membela anak nya di saat pertempuran berlangsung.


 Seolah-olah, orang Sriwijaya menyesali perbuatannya, telah membawa petaka di pesta perkawinan Airlangga; Dengan cara membawa Putri Bunga Balium kehadapan Airlangga untuk dinikahkan, sebagai pengganti rasa penyesalan nya. 

Hal itu boleh saja dikatakan kebetulan, akan tetapi menjadi sebuah pertanyaan, apakah betul hanya sebuah kebetulan ?

Jadi, Para Resi Hindu tersebut sependapat untuk menyatakan bahwa Raja Airlangga adalah titisan Dewa Wisnu.


Raja mengetahui desas desus rakyat nya, bahwa dia disamakan dengan Dewa; Beliau tidak setuju dan tidak mau. 

Akan tetapi Beliau tidak marah, tapi juga tidak membenarkan.

Kembali dia menyatakan bahwa didalam pertempuran dengan pasukan Sriwijaya yang lalu, dia telah berdoa, agar Dewa Wisnu mau memakai lidahnya untuk bercakap-cakap menghadapi musuh; agar Dewa Wisnu mau memakai otot nya untuk bertindak dan mau menempatkan kemauannya diatas kemauannya sendiri; Didalam menghadapi musuh.


Jadi pada saat itu, dia seolah-olah Dewa Wisnu yang sebenarnya, yang pada kenyataan nya tidak.


Itulah pengakuan Raja Airlangga kepada rakyat nya yang bertanya.



Penutup


Nenek ku sudah lelah untuk bercerita, lagi sudah waktu nya untuk cucu-cucu nya pergi tidur, karena jam sudah menunjukan waktu tengah malam.


Aku tau bahwa cerita mengenai Kerajaan Kahuripan belum lah selesai, maka aku bertanya kepadanya, “ Nenek, bagaimana selanjutnya Kerajaan Kahuripan ?  Bukankah Kerajaan itu harus dibagi dua, karena kedua anak Airlangga memperebutkan kekuasaan ?”


“ Nenek bangga dengan mu, karena engkau berminat pada pelajaran Sejarah.

Akan tetapi cerita ku hanyalah bagian-bagian yang menarik untuk diceritakan kepadamu;  Jadi itu bukan sejarah, tapi hanya cerita dari ku saja.”

Nenek ku kagum akan kebesaran Raja Airlangga, sehingga dia perlu memuji Raja Airlangga didalam nyanyiannya, sekali lagi.


Engkau yang perkasa, mulia dan penuh keajaiban

Engkau berkewajiban membangun kembali suatu Kerajaan dari nol
Tak seorang prajurit pun tertinggal, kecuali Narottama
Bagaimana cara engkau akan membangun kembali ?

Pejuangan mu seperti semut melawan gajah

Hanya Tuhan disampingmu yang akan membantumu
Beruntung engkau percaya pada Tuhan
Tuhan yang selalu ada disampingmu, siap membantu mu

Tuhan memerintahkan mu untuk membuang dendam dan amarah

Itu persyaratan Tuhan.
Engkau harus membawa bendera putih untuk berdamai
Damai, tidak ada perang
Itu persyaratan yang lain dari Tuhan.

Tuhan tau betul, apa hukuman yang akan dijatuhkan pada musuh mu.

Jangan mengajari Tuhan
Tuhan bukan bawahan mu
Tuhan maha kuasa
Tuhan adalah Tuhan

Hukum Karma adalah urusan Tuhan, bukan urusan mu

Perhatikan apa yang akan terjadi selanjutnya
Musuhmu tidak berdaya
Engkau menang dan gemilang.

Satoto Kusasi Mei 2013



No comments: