Thursday, July 24, 2008

Ki Ageng Mengir (Bagian 2)

Cinta sejati

Diceritakan kembali oleh Satoto Kusasi


Bab 1

“Terimakasih engkau menerima saranku.”

“Nama yang bagus, Cahyo Kumolo. Aku akan berunding dengan kawan-kawan ku dan menentukan nama yang bagus.”

Pada akhirnya mereka menetapkan nama “Sandiawara Keliling Cahyo Kumolo” dengan singkatan SKCK. Penduduk dusun Randu Dadap sangat bangga akan warga barunya yang telah mendirikan SKCK.

SKCK menjadi terkenal dan menjadi pembicaraan umum di warung kopi diantara mereka. Dikarenakan mereka berlatih setiap malam; suara pesinden Ayu Sekar mengalun dikesunyian dusun dan memanggil setiap warga yang merindukan wajah Ayu Sekar.

Pagelaran kedua akan diadakan di dusun Jatiwono atas undangan seorang petani kaya bernama Ki Ageng Galih. Tetapi kali ini Ki Ageng Galih mengutip setiap pengunjung dengan uang lima sen. Ki Ageng Galih tidak mau merugi. Dia telah berhitung untung dan ruginya dan dia percaya bahwa dia akan mendapat laba.

Pertunjukan sandiwara kali ini akan mengambil cerita “Damar Wulan”, akan diadakan dihalaman rumah Ki Ageng Galih. Ki Ageng Galih telah membangun podium dan tempat duduk bagi penonton secara darurat.

Pada malam pertunjukan, penonton datang berduyun-duyun ke rumah Ki Ageng Galih; mereka menjatuhkan uang lima sen kedalam bokor tanah sebagai uang tiket pembayaran.

Kembali para pemuda datang mendekati Ayu Sekar untuk berjabat tangan atau sekedar melihat muka Ayu Sekar yang cantik jelita dan ada yang berani duduk dekat Ayu Sekar. Ki Ageng Galih segera bertindak; mereka diusir oleh kesatuan keamanan.

Kembali seorang pemuda yang sama naik ke atas podium dan memberikan seikat bunga kepada Ayu Sekar. Ayu Sekar menerimanya dengan senyum dan ucapan terimakasih. Kali ini dia berpikir, “Nampaknya dia bukan sekedar mengagumi ku sebagai pesinden, tetapi dia telah jatuh cinta kepadaku. Jika sekiranya aku tidak mendapat tugas dari ayahku, aku akan pergi dengan dia; alangkah indahnya.”

Kembali para pemuda menjadi iri hati dengan sang pemuda yang berani memberi sekuntum bunga. Tapi sang pemuda sudah menghilang diantara kerumunan masa.

Pertunjukan usai sudah dengan sukses dan para penonton puas.

Ki Ageng Galih betul mendapat untung besar. Dia berpikir, “Aku tidak akan melepaskan “ayam bertelur emas” Aku akan menawarkan mereka untuk menetap dirumahku.

Dia mendekati Ki ukur, “Ki Ukur, pertunjukan lakon Damar Wulan memang luar biasa. Semua pemain-pemain sandiwara dan terutama pesinden Ayu Sekar sangat memukau.”

“Apakah engkau puas dengan pertunjukan kami?”

“Sangat puas dan bahkan kami menawarkan sebuah gedung seni untuk kalian dapat mengadakan pertunjukan setiap malam digedung itu. Gedung itu akan kami buat di halaman rumahku dan kalian boleh memakainya. Syaratnya adalah kalian hanya mengadakan pertunjukan disini saja, tidak perlu becape-lelah berkeliling dari satu dusun ke dusun yang lain.”

“Wow, menarik sekali. Tetapi kami sudah mempunyai rencana kerja; kami akan berkeliling agar nama kami, SKCK menjadi terkenal.”

“Baiklah, kami tidak dapat memaksa. Selamat jalan kawan!”

Nama SKCK memang sudah terkenal. Terbukti ada empat dusun yang memanggilnya secara serentak. Ki Ukur memilih satu dusun yang dekat dengan daerah Mengir yaitu dusun Gajah Wungkur.

Gajah Wungkur dapat dibilang sebuah kota kecil, bukan dusun. Penduduknya lebih banyak dari sekedar dusun. Karena kedekatannya dengan daerah musuh, maka Ki Ukur perlu memberikan pengarahan kepada para pemain-nya, “Kita sekarang sudah mendekati daerah musuh, maka saya berpesan untuk hati-hati bercakap-cakap dengan penduduk setempat. Jangan engkau membicarakan hal poilitik, apalagi hal pertempuran antara Mengir dengan Kerajaan Mataram. Kamu adalah seorang seniman, tugas kamu adalah menghibur, hanya menghibur.”

Lakon yang akan ditampilkan kali ini adalah “Ratu Roro Jonggrang” Pesinden Ayu Sekar akan bernyanyi denga Ayu Mendut; dua pesinden akan bernyanyi duet.

Pertunjukan sangat memukau dan pengunjung datang dari empat dusun dan juga penduduk dari Mengir.

Kembali pemuda yang sama memberikan seikat bunga kepada Ayu Sekar. Tetapi kali ini tidak ada pemuda yang iri hati. Penonton kelihatan lebih tertib dari dusun-dusun sebelumnya.


Bab 2

Ki Ukur kelihatan sedikit pucat dan keringat menetes dari dahinya; ini suatu tanda bahwa dia sedang stres berat. Dia memegang sebuah surat yang baru saja diterimanya.

Setelah mengumpulkan anak buahnya dia berkata, “Saudara-saudara, ternyata umpan telah dimakan oleh ikan. Apakah saudara mengerti maksudku? Kita telah diundang secara resmi oleh Ki Ageng Mengir. Baiklah akan kubacakan surat nya.

“Ki Ukur, kami, Ki Ageng Mengir mengundang SKCK untuk dapat bermain dihalaman rumahku. Ongkos pertunjukan akan aku bayar kontan.
Salamku khusus untuk pesindenmu yang cantik, Ayu Sekar.”

“Bagaimana tanggapanmu Ayu Sekar akan calon suamimu? Bahkan dia mengirim salam khusus hanya untukmu.”

“Aku merasa senang dia akan menjadi suamiku, dengan demikian tugas beratku akan selesai sudah. Apapun kondisi dia, aku akan menerimanya, demi Kejayaan Kerajaan Mataram.
Tetapi kenyataannya dia akan membunuhku setelah dia mengetahui rahasia penyamaranku. Siapakah yang akan membantuku dan membelaku? Aku betul-betul akan masuk kedalam sarang buaya dan akan dimakan oleh buaya itu. Buaya itu tidak akan bermaksud mengawiniku tetapi akan membunuhku.”

“Aku siap membela mu Tuan Putri.” Ki Ageng Suro berkata.

“Aku juga siap Tuan Putri.” Joko Lelono ikut berkata.

“Tenanglah Ayu Sekar, seluruh anggota SKCK akan membelamu bahkan akan berani mati bersama mu.
Nah saudara-saudara jangan menakut-nakuti Ayu Sekar. Marilah kita berlatih lagi, anggaplah tidak terjadi sesuatu.”

Ayu Mendut bertanya, “Siapakah Ki Ageng Mengir? Mengapa kita akan mati bersama membela Ayu Sekar? Apa hubunganmu dengan Ki Ageng Mengir, wahai kawanku Ayu Sekar?.

“Aku mengerti bagaimana kamu terkejut, karena engkau tidak ikut didalam rapat rahasia yang diadakan oleh ayahku dan kakekku. Dia adalah musuh Kerajaan Mataram yang harus dikalahkan. Aku mendapat tugas dari ayahku untuk kawin dengan Ki Ageng Mengir, agar pertempuran antara Kerajaan Mataram dengan Mengir berhenti dan selesai dengan damai. Ki Ageng Mengir akan dapat menjadi anggota Keluarga Kerajaan Matram.
Tetapi kenyataannya belum tentu seperti itu kan jadinya. Bila penyemaran kita terbongkar oleh dia, kemungkinan dia akan membunuhku.
Engkau harus tau bahwa ini adalah tugas Negara, engkau ikut didalam tugas ini.”

“Oh Ayu Sekar, nasibmu malang sekali.” Ayu Mendut memeluk Ayu Sekar dengan perasaan sedih.

Keadaan rumah Ki Ageng Mengir sangat ramai, penuh dengan orang yang membuat persiapan perhelatan akbar. Ada yang memasang dekorasi, podium, tempat duduk penonton, memasak dan lain sebagainya.

Rombongan SKCK datang dari Gajah Wungkur. Mereka berjalan kaki, sehingga kelelahan. Mereka perlu istirahat sejenak di rumah Ki Ageng Mengir.

Ayu Sekar juga perlu istirahat. Dia duduk di kursi yang disediakan untuk penonton karena kelelahan.
Tak lama kemudian, seorang pemuda ikut duduk di kursi sebelahnya.
Dia adalah pemuda yang suka memberi seikat bunga. Ayu Sekar mengenalnya; pemuda cakap yang diperkirakan sedang jatuh cinta kepadanya.

“Semoga cuaca akan cerah dan pertunjukan akan sukses; bukankah begitu?”

“Ya betul.”

“ Seorang artis yang sudah terkenal dan cantik akan menjadi jaminan.”

“Siapakah dia?”

“Tentu saja engkau.”

“Betulkah aku seorang artis yang terkenal dan cantik?”

“Bukan hanya aku yang mengatakan seperti itu, tetapi semua orang.
Mereka, terutama para pemuda memimpikan engkau.
Mereka ingin memegang tanganmu; juga termasuk aku.”

“Apakah engkau juga ingin memegang tanganku?”

“Ya jika engkau tidak keberatan…aku ingin memegang tanganmu.”

Ayu Sekar memindahkan tangannya kepangkuan sang pemuda. Tangan Ayu Sekar langsung dipegang dan dicium penuh kasih sayang oleh pemuda itu.

Kedua insan itu terdiam sesaat. Masing-masing dengan buah pikirnya yang tidak dapat diungkapkan. Hanya tingkah-laku mereka yang dapat diduga apa sebenarnya yang mereka rasakan tetapi tidak terungkap.

“Aku memberi saran kepadamu, agar kamu dapat ikut dengan rombongan kami dan menjadi anggota SKCK kami. Kita akan berkeliling dan mengadakan pertunjukan disetiap kota dan dusun, menghibur penduduk yang kesepian.
Jadi, kita akan selalu bertemu.”
Ayu Sekar akhirnya berkata.

“Mengapa harus begitu?”

“Daripada engkau harus membeli seikat bunga dan memberikan kepadaku disetiap kesempatan.”

“Ya kelihatannya sangat menarik tawaranmu itu. Tetapi aku mempunyai kewajiban yang tidak dapat aku tinggalkan.”

“Apakah kewajiban kamu itu?”

“Aku sebagai pemimpin Mengir; kewajibanku adalah menjaga keamanan Mengir dari serangan Kerajaan Mataram. Alhamdullilah, sudah beberapa bulan Mataram tidak lagi menyerang Mengir; tetapi kami harus tetap siap tempur.”

Seketika pucat pasi wajah Ayu Sekar mendengar keterangan sang pemuda, “Betulkah dia Ki Ageng Mengir? Jika benar, aku sekarang ada dimulut buaya yang akan menelan aku.”
Ayu Sekar terdiam.

“Hai, mengapa kamu? Apakah kamu sakit?”
Dia mengambil sapu tangannya dan mengusap keringat dingin di dahi Ayu dengan penuh kasih sayang. Ayu Sekar merasakan getaran cinta melalui tangannya.

“Sebentar aku akan kedapur mengambil kopi untuk mu.”

Tak lama kemudian Ki Ageng Mengir datang kembali dengan secangkir kopi, “Ini kopi buatanku, minumlah InsyaAllah engkau akan sehat kembali.”

Ayu Sekar meminum kopi pemberian pemuda cakap yang dikasihi. Benar katanya, dia merasa sehat kembali.

“Nah, muka kamu sudah kelihatan cerah dan merah kembali seperti biasanya, cantik jelita.”

“Betulkah aku cantik?”

“Tentu saja sayang, aku tidak pernah berbohong; bahkan aku mencintaimu.”

“ Sungguh? Aku juga mencintaimu.”

Seketika, Ki Ageng Mengir memeluk Ayu Sekar, mencium dan membisikan kata, “Aku sungguh mencintaimu. Panggilah namaku dengan Kakang Mngir dan aku akan memanggilmu dengan Adik Ayu.”

Sejak saat itu kedua insan telah menyatakan cinta mereka dan jadilah mereka sepasang kekasih yang akan menuju perkawinan.

“Ternyata keterangan Patih Purboyo hanya bohong belaka; dia ternyata seorang pemuda cakap bukan orang tua renta dan jelek menakutkan. Tetapi apakah dia masih lajang, duda atau kawin?” Ayu Sekar berpikir dan bertanya-tanya didalam hati.

“Kakang Mengir, apakah statusmu? Jika ada wanita lain disamping mu, aku tidak jadi menjadi kekasihmu.”

“Aku masih lajang dan tidak seorangpun wanita yang menjadi kekasihku.”

“Terimakasih sayang; sekarang marilah kita melaporkan kepada Ki Ukur akan halnya engkau sebagai pemimpin Mengir.”

Kedua insan Tuhan yang berbahagia bergandengan tangan menuju ke podium.
Orang-orang SKCK sedang bekerja memindahkan barang-barang dan perangkat gamelan keatas podium.

“Hai Ki Ukur, ini lah orang yang mengundang kita, Ki Ageng Mengir.”

Sekarang giliran Ki Ukur menjadi pucat mendengar berita itu; seperti mendengar suara hallilintar ditengah hari. Dia terdiam sesaat dan memandang kedua insan dengan penuh tanya.

Pada akhirnya dia bertanya, “Mengapa kamu tidak menaruh hormat kepada Tuan Mengir yang mengundang kita, Ayu?”

“Aku tidak pantas terlalu hormat kepada dia, karena dia telah menjadi kekasihku.” Kata Ayu Sekar

“Apa? Kekasihmu?”

Ki Ageng Mengir membenarkan, “Benar Ki Ukur, kita berdua dalam keadaan penuh kebahagiaan pada hari ini. Kita telah mengucapkan janji saling membagi kebahagiaan dengan rasa cinta yang tak dapat dibendung.
Apakah engkau ikut merestui kami berdua?”

“Tentu aku merestui kalian dan ikut berbahagia, semoga hubungan kalian akan menjadi langgeng. Tetapi aku masih bertanya-tanya, apakah secepat itu cinta kalian tumbuh.”

“Inilah yang disebut cinta kilat.
Tetapi sebenarnya dia telah mengikuti kita disetiap pertunjukan kita; dia selalu memberikan aku seikat bunga; kecuali hari ini.”

“Adik Ayu, aku akan memberikan seikat bunga nanti; pada saat kamu akan ada dipodium aku akan memberikan bunga itu disertai kecupan sayang, sebagai tanda bahwa kamu sudah menjadi kekasihku.
Aku mengharapkan tidak akan ada lagi pemuda-pemuda yang tertgila-gila dengan mu.”

“Lakukanlah sayang.”

Lakon yang akan dimainkan adalah “Rama dan Sinta” Untuk itu Ki Ukur meminta bantuan Ki Ageng Mengir, mengerahkan prajurit-prajuritnya menjadi aktor selaku kera-kera anak buahnya Hanoman. Sedang yang menjadi Hanoman adalah Joko Lelono.
Lakon sandiwara itu sedikit kolosal karena ada tarian kecak

Pertunjukan sukses dan penonton yang memenuhi rumah Ki Ageng Mengir, merasa puas.

Tidak ada pemuda-pemuda yang mau mendekati Ayu Sekar, karena Ki Ageng Mengir telah memberikan seikat bunga disertai kecupan mesra di muka umum; seolah-olah dia berkata, ini adalah wanita pujaanku, jadi jangan diganggu.

Ki Ageng Mengir mendekati Ki Ukur dan membisikan, “Aku tau kamu semua lelah, tetapi aku sebenarnya ingin kalian main satu kali lagi. Lusa kamu main lagi dengan lakon yang sama.”

“Kami menurut kehendak Tuan Ki Ageng Mengir.
Kami juga tau bahwa dengan demikian Tuan akan dapat selalu dekat dengan Ayu Sekar.”

“Ya betul Ki Ukur, kamu harus menyadari bahwa jam demi jam bahkan detik demi detik sangat berharga bagiku, karena aku dapat dekat dengan kekasihku.”

Pertujukan kedua juga sama suksesnya; dikarenakan diantara mereka ada yang menonton dua kali. Hal ini dikarenakan ada artis yang menjadi jaminan sukses yaitu Ayu Sekar.
Sekalipun Ayu Sekar telah diketahui sudah ada yang punya, tetapi dia tetap menarik; dikarenakan dia memang seorang artis yang piawai.

Ki Ukur mendapat undangan untuk main di kota Grobogan; suatu kota dekat Kota Gede.
Masyarakat Grobogan kemunginan mengenal salah satu dari anggota SKCK, hal yang membehayakan keselamatan.
Jika dipenuhi undangan tersebut, Ki Ukur takut rahasianya akan bocor. Tetapi jika tidak datang, masyarakat akan mencari tahu apa sebabnya. Ki Ukur menjadi sakit kepala.

Sebetulnya mereka hanya ingin melihat Ayu Sekar. Masyarakat ingin mengetahui siapa sebenarnya Ayu Sekar; mereka panasaran untuk mengetahui dia yang sebenarnya.
Tentu saja hal ini sangat berbahaya, jika mereka sampai dapat membongkar rahasia penyamaran mereka. Ki Ageng Mengir akan menjadi “buas” dan mengancam Ayu dan kawan-kawannya.

Jadi, jika Ayu Sekar tidak tampil maka rahasia penyamaran mereka akan aman.
Maka Ki Ukur tidak menampilkan Ayu Sekar dengan alasan sakit. Ayu Sekar dititipkan ke pada Ki Ageng Mengir dirumahnya. Ki Ageng Mengir senang mendapat titipan kekasihnya.


Bab 3

Ki Ageng Mengir perlu memanggil seluruh anggota militer untuk rapat perang. Rapat itu sebenarnya rapat rutin. Tetapi ada yang perlu dibahas didalam rapat yaitu pertanyaan, mengapa Mataram tidak mau lagi menyerang Mengir.

“Pertama-tama aku akan menyapa Patih Suro Menggolo; apa kabar kamu dan bagaimana keadaan para prajuritmu sekarang ini.”

“Kami semua dalam keadaan sehat dan baik-baik saja. Tetapi keris-keris kami sangat haus darah; mereka menunggu, kapan ada pertempuran lagi seperti kemarin dulu.”

“Suro, janganlah terlalu sombong yang akan membuat murka Gusti Allah. Ambillah hikmah-nya dari penundaan mereka.
Sudara, saudara, aku ingin bertanya kepada kalian mengapa musuh kita tidak pernah menyerang kita lagi. Memang yang harus menjawab adalah Raja Mataram sendiri, tetapi kita dapat menduga-duga.”

“Tuan, kemungkinan mereka sudah takut kepada kita.”

“Baik itu kemungkinan yang pertama. Apakah ada kemungkinan yang lain?”

“Mereka mempunyai trik lain untuk menundukan kita.”

“Trik apa itu.”

“Nah itu yang harus kita selidiki, apa sebenarnya yang akan mereka lakukan kepada kita.”

Patih Suro Menggolo, “Tuan kita mempunyai kesatuan agen rahasia dibawah pimpinan Kancil Alit. Tugas Kancil Alit untuk menyelidiki.”

Kancil Alit, “Tuan, aku siap melaksanakan tugas.”
“Terimakasih Kancil Alit, tugasmu adalah menyelinap ke Kota Gede dan cari tau mengapa mereka menunda penyerangan. Segera laksanakan secepatnya.”

“Baiklah, besok aku dan kawan-kawanku akan ke Kota Gede. Jika diperlukan aku akan menyelinap kedalam Istana mereka; mohon doa restu.”

Ki Kancil Alit dan kawan-kawannya berangkat ke Kota Gede dengan tugas menjawab pertanyaan mengapa mereka tidak mau lagi menyerang.

Mereka datang ke sebuah warung kopi dan ikut dalam obrolan mereka. Memang tugas Kancil Alit mencari informasi diantara masyarakat Kota Gede tentang segala hal.

“Kita rugi tidak melihat Ayu Sekar. Seharusnya uang kita dikembalikan oleh Panitia.”

“Ya betul kata kamu. Ayu Sekar yang cantik yang akan kita lihat, bukan siapa-siapa.”

“Mengapa Ayu Sekar yang menjadi perhatian kalian?”

“Karena dia cantik dan mempersona. Semua orang merindukan dia, tidak dapat dibohongi, memang semua orang merindukan kehadirannya.”

“Aku tidak percaya dia hanya seorang wanita kampung dari dusun Randu Dadap.”

“Jadi, siapa dia menurutmu?”

“Melihat cantiknya, daya tariknya dan kharismatiknya; pastilah dia berdarah biru atau seorang bangsawan dari keraton.”

Semua orang di warung itu terdiam; mereka baru menyadari. Betul kata dia; tidaklah mungkin dia seorang wanita biasa dari kampung. Kemudian mereka bertanya-tanya lagi, keraton apa asalnya dia?
Mungkin dari Istana Mataram. Sampailah mereka ke pada cerita tentang seorang Putri yang tidak boleh keluar Istana. Itu hanyalah cerita dari mulut ke mulut, tetapi mereka tidak pernah melihat sang Putri.

Kancil Alit ikut didalam pembicaraan itu, “Jika benar dia seorang bangsawan Putri, apakah kira-kira mungkin Putri Raja Panembahan Senopati?”

“Boleh jadi. Pasti ada maksud-maksud Raja kita dengan memperbolehkan dia ikut didalam perkumpulan sandiwara.”

“Mungkin sang Putri merengek-rengek kepada ayahnya untuk diperbolehkan ikut dalam perkumpulan itu. Menurut orang yang mengetahui, dia memang seorang artis yang berbakat. Jadi keinginannya untuk tampil diatas panggung tidak dapat dibendung.”

Kancil Alit bertanya kembali, “Apakah ada alasan lain? Semisal masalah politik”
“Seorang Putri yang lembut seperti dia, tidaklah mungkin ikut terlibat politik apa lagi suatu bentuk kekerasan.”

Kancil Alit merasa puas dengan keterangan yang mengejutkan, “Boleh jadi, dia adalah Putri dari Raja. Jadi Ayu Sekar, kekasih Ki Ageng Mengir itu adalah anak Raja Panembahan Senopati. Ini sesuatu yang mengejutkan.
Pantas saja mereka menunda peperangan; jadi pastilah mereka sedang memberi kesempatan agar mereka dapat kawin secara resmi.”

Sudah cukup keterangan yang didapat, hanya dari sebuah warung kopi di Kota Gede. Maka Kancil Alit dan kawn-kawannya pulang kembali ke Mengir.


Bab 4

Ki Ageng Mengir mendapat kesempatan untuk dekat dan merayu kekasihnya. Sementara Ayu Sekar melihat Ki Ageng Mengir sebagai seorang laki-laki yang benar-benar mencintai dengan cinta murni.

Untuk sementara, Ayu Sekar merasa aman selama rahasia penyamarannya belum terkuak oleh seseorang. Tetapi Ayu Sekar ikut hadir pada rapat perang yang terakhir. Jadi, dia tau bahwa Ki Kancil Alit sedang pergi ke Kota Gede mencari informasi tentang penundaan perang, tetapi juga terkait informasi tentang dirinya.
Jika Ki Kancil Alit pulang, maka akan tamatlah riwayatnya karena terkuak sudah penyamarannya.

Nasib Ayu sekarang tergantung pada cinta murni Ki Ageng Mengir; mudah-mudahan Ki Ageng Mengir mempunyai rasa cinta yang lebih besar daripada rasa benci kepada musuhnya dan Putri musuhnya. Sehingga dia tidak sampai hati untuk membunuh kekasihnya.

(Bersambung)

No comments: