Thursday, July 2, 2009

Serdadu Jepang Terakhir di Balikpapan

Diceritakan oleh Satoto Kusasi

Prolog

Disuatu tempat di Tokyo, Tanggal 7 September 1941, tepatnya di Markas Besar Militer KerajaanJepang Raya, ada pembicaraan jarak jauh dengan memakai radio transmiter.

Pembicaraan tersebut telah berhasil di sadap oleh Agen Rahasia Pemerintah Belanda di Indonesia; bunyi percakapan yang bersifat rahasia itu adalah sebagai berikut,

+ Kita membutuhkan banyak minyak untuk bahan bakar mesin-mesin perang kita. Untuk mengatasi masalah minyak itu, kita perlu menangkap Kalimanatan Timur, sumber minyak mentah. Saya yakin ini adalah prioritas utama, jika tidak kita akan kalah didalam peperangan ini. Ganti.

- Roger . Benar sekali. Minyak mentah sangat dibutuhkan oleh kita. Kami akan menempatkan sepuluh ribu prajurit lengkap dengan peralatan tempur yang akan kami turunkan dari Malaya dan Singapura, langsung ke Kalimantan Timur. Selesai.

Pembicaraan itu bersumber dari kantor Perdana Menteri, Jenderal Toyo kepada bawahannya di Burma, Jenderal Yamamoto.

Pada saat pembicaraan ini ditangkap, Pihak sekutu yaitu British Empire, United States of America, Republic Soviet Sosialis dan Negara-negara Persemakmuran Inggris, belum siap berperang. Sedangkan Kerajaan Jepang sudah siap dan bahkan telah mem-bombardir Pelabuhan Pearl Harbor dengan sukses. Untuk pertamakali tanah Amerika di bom pada zaman modern seperti itu.
Pihak Axis, Jerman, Jepang dan Italia terlihat sangat kuat dan tidak tampak titik kelemahan dari mereka.

Pemerintahan Belanda di Indonesia sangat lemah, militer Belanda tidak mampu menahan serangan Jepang. Hal ini dikarenakan pusat pemerintahan Belanda di Denhag telah jatuh ketangan Jerman. Maka mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menahan serangan Jepang.

Bagaimanakah sikap orang Indonesia terhadap pendudukan Jepang di Negerinya? Mereka telah mendengar propaganda Pemerintah Jepang yang menjanjikan Negara Indonesia yang berdaulat di masa akan datang. Mereka berjajnji akan mengusir Kolonialis Belanda. Propaganda Jepang menimbulkan rasa optimis dan penuh harapan di hati orang-orang Indonesia.

Sebagian masyarakat Indonesia percaya akan janji-janji Jepang, akan tetapi kebanyakan tidak percaya dan bahkan menentang.

Pada kenyataannya memang Jepang berbohong dengan banyaknya orang Indonesia yang ditangkap dan dijadikan budak Romusa, guna dipekerjakan pada pembuatan jalan di Burma; dan banyak dari mereka mati karena penyakit malaria.

Setelah serangan tentara Jepang yang pertama di Kalimantan (1942) dalam waktu tiga bulan saja, tentara Belanda dan sekutu mundur teratur dan meninggalkan Indonesia.
Pemerintahan Belanda di Indonesia mengakhiri kolonialismenya yang sudah dinikmatinya selama lebih dari tiga ratus tahun.


Bab 1

Tahun 1942, Balikpapan yang dikelilingi hutan lebat masih sunyi. Kota itu adalah kota di Kalimanatan Timur yang sudah terkenal sejak jaman penjajahan Belanda; dikarenakan minyak mentah yang dihasilkan dan hasil akhirnya sebagai bahan bakar. Minyak mentah ribuan barel dari sumur minyak di Tarakan, Bunyu, Sangata, Samboja dan Tanjung telah membuat kota Balikpapan makmur dan dikunjungi pendatang.

Tersebutlah sebuah warung di hutan Kalimantan pada saat itu, ramai dikunjungi oleh pelanggan yang kebanyakan adalah bule-bule Belanda, para pekerja Refinery
(kilang) dan pengeboran minyak. Warung itu laiknya seperti Night Club di tengah hutan Kalimanatan. Mereka datang dikarenakan bir yang murah dan lebih dari itu karena banyak wanita Pramusaji yang cantik-cantik dan juga ada wanita malam.
Wanita-wanita itu adalah pendatang dari suku-suku di Indonesia; ada orang Jawa, Bugis, Menado, Ambon, Banjar, Toraja dan masih bayak lagi yang lain. Mereka datang untuk uang dan perdagangan yang ramai. Pada akhirnya mereka terdampar disitu, menjadi pramusaji di warung tersebut.

Diantara wanita-wanita pramusaji itu, ada yang paling cantik untuk kota semacam Balikpapan; dia adalah Dorince. Dorince datang dari Menado, meninggalkan ibu dan ayahnya untuk mendapatkan uang; dia bergabung dengan pramusaji lainnya di warung itu.
Dari teman-temannya yang ber dialek daerah, dia sendiri saja yang dapat menyesuaikan diri secara Internasional dikarenakan dia pandai berbahasa Belanda dan juga bahasa Inggris.

“Dorin, kita akan berjumpa kembali besok petang; bolehkah?”

“Tentu, aku suka, Kleberg”

Kleberg datang kembali ke warung sesuai dengan keinginannya. Dia melihat Dorin dan tersenyum kemudian dia memesan bir kesukaannya. Warung pada hari itu terlihat sunyi, tidak seperti biasanya. Kleberg sudah tau sebabnya; hal ini dikarenakan orang-orang Belanda sudah lari mengungsi.
Militer Belanda telah mengumumkan akan adanya serangan tentara Jepang ke Kalimantan Timur. Sayang sekali pengumuman itu hanya terbatas kepada mereka yang berkulit putih (bule) dan pegawai kilang saja; rakyat disekelilingnya tidak diberi tahu.

“Engkau kelihatan cemerlang, aku suka gaya-mu dan parfum-mu.”

“Oh terimakasih, engkau juga begitu Kleberg, engkau begitu ganteng dan gaya.
Tetapi sayang engkau kelihatan seperti ketakutan. Disini semua aman, betulkan begitu? Ada masalah apa sebenarnya dengan engkau?”

“Engkau yang seharusnya takut; karena engkau sesungguhnya dalam bahaya.”

“Apa maksudmu?”

“Besok pagi, tentara Jepang akan datang dan peperangan dimulai.”

Dorin memandang Kleberg dengan terkejut, “Lalu, aku harus bagaimana?”

“Yakinkan Bos kamu untuk segera menutup warung ini dan segera lari ketempat yang aman; barangkali masuk kedalam hutan atau ketempat dimana Jepang itu tidak akan tau. Dan engkau sebaiknya pulang segera ke Menado, tempat yang aman.
Aku sangat memerlukan untuk memberi tahu khusus kepada mu, karena aku sangat mencintai-mu.”

“Apa yang engkau katakan? Engkau mencintaiku?”

“Benar, aku mencintaimu Dorin dengan sepenuh hati. Aku tau bahwa saat ini adalah kurang tepat untuk mengungkapkan perasaanku; tetapi percayalah, aku sungguh mencintaimu.”

Dorin menatap wajah Kleberg dengan mesra bercampur sedih.
“Kleberg, janganlah engkau pergi atau bawalah aku bersamamu.”

Kleberg terdiam sambil menatap botol bir untuk mencari kata yang tepat; setelah tidak ada kata yang tepat di benaknya, dia hanya berkata pendek, “Tidak bisa!”

“Mengapa Kleberg?”

“Karena aku adalah seorang prajurit, aku harus bersama dengan pasukanku dan terjun didalam pertempuran nanti.”

Dengan penuh rasa kecewa dan penolakan, Dorin berkata, “Engkau sedang bergurau Kleberg! Aku tidak percaya, aku tau engkau sebenarnya bukan prajurit. Dimana kah ada seorang prajurit yang tidak kuat seperti kamu; dan lagi tidak pernah memakai seragam tentara. Aku tau, engkau hanyalah pegawai refinery.”

“Engkau harus percaya Dorin bahwa aku adalah seorang tentara. Nah ini ada sedikit uangku yang ada padaku, ambillah untuk bekal kamu ke Menado.”

Dorin memeluk Kleberg erat-erat, “Mengapa baru sekarang engkau nyatakan cintamu kepadaku, pada saat yang tidak baik seperti ini. Bila engkau akan pergi meninggalkan aku? Sesungguhnya cintamu tidak membuat aku bahagia.” Dorince meneteskan air mata yang jatuh membasahi kemeja Kleberg.

“Jangan salahkan aku Dorin, tetapi perang.”

Keadaan kota Balikpapan terasa tegang dikarenakan berita serangan tentara Jepang dengan cepat tersebar keseluruh masyarakat. Semua orang berlari dengan membawa barang seadanya, di bawah kegelapan malam, beramai-ramai masuk kedalam hutan, guna menyelamatkan diri.
Masyarakat Belanda dan pejabat Kilang sudah mendapat informasih jauh-jauh hari, sehingga mereka dapat mengungsi ke Batavia atau ke Holand.

Dorince dan seluruh pegawai warung masuk kedalam hutan sebagai pengungsi. Dikarenakan gerakan tentara Jepang yang cepat dan efisien, maka Dorin tidak sempat pulang kampung ke Menado; dia menyesalkan informasi dari Kleberg yang datangnya terlambat.

Pada tanggal 7 April 1942, pesawat pengebom Jepang memulai aksinya dengan sadis; kota Balikpapan dan desa-desa disekitarnya di bom tanpa ampun. Dalam hitungan menit, ribuan orang mati seketika dan masih banyak lagi keesokan harinya.
Tetapi pesawat pembom Jepang menghindari Kilang minyak sebagai target mereka; karena mereka tau bahwa kilang itu sangat vital untuk memenuhi kebutuhan minyak; bahan bakar bagi mesin perang mereka.

Tentara Kerajaan Jepang mendarat di pantai Balikpapan. Mereka mendaratkan peralatan tempurnya seperti tank amphibi, jeep, truk, cannon, dan di ikuti oleh ribuan tentara.
Mereka terus maju memasuki kota Balikpapan dengan mudah; tidak ada perlawanan dari militer Belanda. Kelihatan bahwa mereka tentara yang profesional dengan menggunakan gedung-gedung Pemerintah yang masih utuh untuk Markas Militer mereka.

Kilang minyak di duduki oleh tentara Jepang dengan mudah. Kilang dalam keadaan tidak dioperasikan dikarenakan tidak ada seorang pun operator; mereka sudah lari mengungsi kedalam hutan.

Sementara itu para pemuda penduduk Balikpapan berkumpul didalam hutan secara rahasia; mereka sedang membicarakan bagaimana cara melakukan perlawanan terhadap penjajah baru, tentara Dai Nipon.
Semangat perjuangan mereka boleh dibanggakan dikarenakan mereka mempunyai satu tujuan, cita-cita yang sama, Negara Indonesia yang berdaulat.
Walaupun mereka mempunyai pendapat yang berbeda, akan kah melawan Jepang atau bahkan sebaliknya, membantu Jepang. Mereka yang sudah termakan propaganda Jepang, sudah barang tentu ingin membantu Jepang.

Seseorang yang bernama Musa Firmansyah berkata, mengungkapkan pendapatnya, “Saudara-saudara, sekarang kita mendapat musuh yang baru yaitu Jepang. Belum selesai perjuangan kita melawan Belanda, sudah datang musuh yang lain.

Jepang mengatakan kepada kita bahwa mereka adalah “Saudara Tua” kita yang akan membantu kita untuk mencapai Kedaulatan Negara Indonesia.
Apakah kita akan percaya kepada Jepang? Aku tidak percaya; jangan percaya kepada mereka! Keduanya adalah sama-sama musuh kita, sama-sama penjajah.”

“Jadi apakah kita akan berperang melawan Jepang?”

“Ya kita akan berperang melawan Jepang.”

“Apakah engkau mempunyai siasat dalam menghadapi Jepang?.”

“Kita akan berpura-pura kawan dengan mereka dan berpura-pura mau membantu mereka. Kemudian kita akan menunggu kesempatan.”

“Akan tetapi, kita tidak mempunyai senjata Tuan; kita harus punya untuk bertempur.”

“Kita mempunyai senjata tradisional yang pernah digunakan oleh Bapak dari Bapak kita di jaman dahulu, seperti panah, tombak, sumpit Dayak, belati, keris, pedang dan mandau.”

Seseorang berteriak, “Wahai Musa, seharusnya engkau menjadi pemimpin . Mau-kah engkau menjadi pemimpin kami?” Bagaimana kawan-kawan, apakah kalian juga sependapat denganku, akan halnya Musa sebagai Pimpinan kita?”

“Setuju, setuju,setuju!” Semua yang hadir berteriak.

Keadaan didalam hutan yang tadinya sunyi sekarang menjadi gaduh dengan celoteh para pejuang, suaranya seperti lebah. Nampaknya mereka yang berjumlah hampir seratus orang sudah sepakat untuk memilih Musa Firmansyah sebagai Pimpinan Pejuang.

Setelah keadaan menjadi tenang, seseorang yang bernama Begjo tampil menghadap Musa, “Musa, tentara Belanda telah pergi meninggalkan Kalimantan. Akan tetapi mereka juga meninggalkan senjata dan peralatan militer mereka.”

“Beritahukan dimana mereka meninggalkan peralatan militernya. Kita sangat memerlukan barang-barang itu.”

“Aku akan memberitahukan
Akan tetapi aku minta diri sebentar untuk menjemput temanku.” Begjo meninggalkan forum dan pergi masuk kedalam hutan.

Seseorang sedang duduk termenung dibawah pohon besar. Dia orang bule Belanda, tetapi kulitnya telah diminyaki dengan arang hitam sebagai kamuflase, sehingga dia lebih hitam dari orang Indonesia. . Dia dijemput oleh Begjo; keduanya memang sudah merencanakan pertemuan dengan para pejuang Indonesia.

Begjo datang dengan membawa temannya itu, menghadap Musa.
“Aku membawa teman; nama-nya Kleberg; dia sesungguhnya adalah tentara Belanda. Dia bermaksud untuk bergabung dengan kita. Jadi aku memohon kepada kalian untuk dapat menerima dia sebagai saudara kita seperjuangan.”

“Wow mengherankan bahwa seorang serdadu Belanda mau bergabung dengan kaum pemebrontak. Selamat datang sadaraku,Kleberg, selamat bergabung dalam pasukan kami, pasukan pemberontak.
Benarkah engkau bermaksud seperti itu?” Musa bertanya.

Kleberg langsung menjawab dalam bahasa Indonesia yang fasih, “Memang sungguh mengherankan, akan tetapi ini suatu kenyataan; bagaimana aku sebagai tentara Belanda mau membantu kalian, pejuang pejuang Indonesia.
Pasukanku sudah pergi dengan tergesa-gesa, sehingga perlengkapan militernya banyak yang sengaja ditinggalkan. Semua nya itu akan aku serahkan kepadamu, guna melawan tentara Jepang.
Aku sendiri adalah tentara yang sedang melakukan desersi, karena aku kecewa dengan kawan-kawanku yang sudah lari dari medan tempur Borneo”

“ Apa alasanmu yang sebenarnya?. Apakah hanya karena kecewa, engkau mau bergabung dengan kami disini wahai saudaraku Kleberg.?
Aku perlu tau apa sebenarnya tujuanmu? Apa sebenarnya cita-citamu?”

“Aku sebenarnya bukan orang Belanda, tetapi Suriname. Aku memang berdarah campuran antara Jawa dan Belanda. Aku lahir di Suriname tiga puluh tahun yang lalu. Ayahku ditangkap oleh Pemerintah Belanda karena dia dianggap sebagai pemberontak dan kemudian diasingkan ke Suriname sebagai budak bersama keluarganya. Kemudian aku datang ketempat kelahiran ayahku disini untuk mencari kerja. Nasib telah membawaku untuk menjadi seorang serdadu untuk menghidupiku.”

Keadaan menjadi senyap sebentar; nampaknya para hadirin sedang berpikir, dimana sebenarnya letak Negeri Suriname.

Kleberg melanjutkan, “Sesungguhnya hatiku bersama dengan rakyat Indeonesia yang sedang berjuang menuju Negara Indonesia yang berdaulat.”

“Keteranganmu sudah cukup Kleberg. Kami menerima engkau sebagai anggota kami. Semat datang wahai saudaraku Kleberg.”

Kleberg sekarang sudah menjadi tamu dan juga anggota baru yang terhormat. Dikarenakan dia akan memberikan bantuannya berupa peralatan militer yang memang dibutuhkan. Musa dan kawan-kawan menjadi lebih bersemangat dan gembira.

“Baiklah Musa, aku dan Kleberg akan mengambil senjata orang-orang Belanda yang ditinggal di gudang senjata mereka.” Kata Begjo.


Bab 2

Sementara itu, tentara Jepang langsung mencoba menjalankan mesin Kilang Minyak; mereka mengharapkan Kilang segera dapat memproduksi bahan bakar. Usaha mereka gagal.
Hanya para pegawai Kilang Minyak saja yang dapat megoperasikan pabrik itu. Oleh sebab itu, tentara Jepang perlu bantuan buruh kilang. Akan tetapi para buruh itu sudah lari masuk kedalam hutan sebagai pengungsi. Mereka enggan bekerjasama dengan musuh.


Oleh sebab itu, dikerahkan dua ratus prajurit dibawah pimpinan Mayor Takamura guna mengejar para buruh minyak didalam hutan. Mayor Takamura ber reputasi sangat baik didalam penaklukan Malaya dan Singapura. Tetapi jika medan tempurnya adalah hutan lebat seperti di Kalimantan, belum tentu dia sukses.

Mayor Takamura telah mendengar kabar baik lainnya bahwa telah ikut mengungsi bersama buruh Kilang, para gadis-gadis pramusaji. Pramusaji-pramusaji itu sudah seharusnya juga akan menjadi target pengejaran. Sudah bukan rahasia lagi, tentara Jepang memerlukan gadis-gadis ranum sebagai pemuas nafsu seksual mereka.

Dorince beserta kawan-kawannya sudah berada didalam hutan lebat selama sepuluh hari. Tetapi Dorince terpisah dengan pengungsi yang pergi lebih dahulu. Kembali Dorince menyesalkan pemberitahuan Kleberg yang terlambat. Keselamatannya akan dapat lebih terjamin jika dia dapat bergabung dengan mereka. Bahkan ada orang yang memberi tahukan Dorin bahwa tentara Jepang itu sadis dan brutal. Dorince dan kawan-kawan jadi semakin takut.

Dorin menderita panas tinggi disertai muka yang pucat. Semua orang tau bahwa dia menderita penyakit malaria. Tina, seorang temannya memberikan pil kina. Seminggu kemudian baru Dorin sembuh, tetapi dia belum dapat melanjutkan perjalanan karena badannya terasa lemah.

“Sebaiknya aku beristirahat disini lebih dulu; tetapi jangan lah aku ditinggal sendiri, temani aku!” Dorin memohon kepada kawan-kawannya.

“Tentu kami akan menemanimu. Tetapi kita memerlukan tempat yang lebih aman; lebih baik kita beristirahat didalam guha disana.” Kata Tina.

Mereka masuk kedalam guha yang gelap. Mereka adalah Dorince, Tince, Tina, Maria dan Salmah.

Mayor Takamura beserta dua ratus prajuritnya datang untuk menangkap buruh minyak; mereka berjalan melewati mulut guha, tetapi mereka tidak masuk kedalam guha, sehingga wanita-wanita itu selamat; mereka beruntung.

Satu jam kemudian Mayor Takamura datang kembali beserta ratusan buruh kilang minyak dengan tangan terikat dan kelihatan sangat lelah. Sementara para serdadu Jepang berteriak-teriak, “Bagero!”

Para buruh itu sekarang sudah menjadi tahanan militer dan akan dipaksa bekerja seperti budak tanpa bayaran upah.

Dorince dan kawan-kawan sangat ketakutan mendengar teriakan-teriakan para serdadu Jepang itu bahkan Salmah sempat menangis. Dorince dengan sigap menutup mulut Salmah dengan tangannya, “Jangan membuat suara; percayalah kita akan selamat! Tuhan beserta kita!”
Mereka berpindah tempat, lari masuk lebih jauh kedalam guha yang gelap, demi keselamatan diri mereka.

Suara orang-orang Jepang itu menghilang perlahan-lahan berarti mereka sudah meninggalkan tempat persembunyian Dorin. Untuk sementara Dorince dan kawan-kawan selamat.

Akan tetapi malang tak dapat ditolak, beberapa serdadu Jepang masuk kedalam guha. Mereka datang dengan maksud menjadikan guha itu sebagai bunker militer mereka. Mereka berdiskusi tentang guha tersebut.

Kembali Salmah menangis dan kali ini serdadu Jepang itu mendengar. Mereka bersiap-siaga, bahkan salah seorang dari mereka melepaskan tembakan senapan mesin ke dalam guha. Dorince dan kawan-kawan masih selamat, karena peluru-peluru itu membentur dinding guha karang yang keras.
Salmah berteriak sekuat-kuatnya, “Allah hu Akbar! Ya Tuhan selamatkan kami!”

“Lari-lari secara berpisah!” Dorince memberi instruksi kepada kawan-kawannya.

Serdadu-serdadu itu mengejar. Mereka menggunakan lampu senter. Para wanita itu dengan mudah ditemukan dan mereka menyerah. Tidak ada gunanya melawan tentara Jepang.

Dorince dengan menggunakan bahasa Inggris berkata, “Kasihanilah kami, janganlah kami disakiti. Kami hanya lah korban perang, kami terperangkap didalam guha ini. Aku memohon belas kasihanmu!”

Tanpa diduga seseorang diantara mereka menjawab dalam Bahasa Indonesia, “Jangan lah takut! Kami tidak akan menyakiti kamu. Percayalah padaku!”

Tampaknya, dia yang pandai berbahasa Indonesia itu adalah pimpinan mereka; dia lebih sopan dan ganteng.

Kemudian dia menggunakan bahasa Jepang berkata kepada kawan-kawannya, “Yang ini adalah perempuan untuk ku dan yang lainnya boleh kamu ambil.”

Dorin tidak mengerti bahasa Jepang; tetapi dengan melihat si Jepang itu menunjuk dirinya, dia dapat mengerti bahwa dia telah ditunjuk untuk menjadi gundik serdadu yang bisa berbahasa Indonesia itu.
Tampaknya telah terjadi pembagian jarahan-perang kepada masing-masing mereka; seolah-olah para gadis itu hanyalah benda mati yang dapat dibagi-bagikan begitu saja.

Dorince dibawa terpisah dengan kawan-kawannya. Bagaimana nasib selanjutnya, tidak seorangpun yang tau. Mungkinkah mereka akan dibunuh, diperkosa atau di aniaya? Akan tetapi, serasa tidak mungkin akan dibunuh; karena gadis-gadis itu diperlukan oleh mereka.

Dorince di bawa kesuatu rumah di kawasan Panorama; dimasukan kedalam kamar kemudian pintu dan jendela dikunci dari luar. Si Jepang itu mengingatkan dengan memakai Bahasa, “Jangan coba-coba melarikan diri, atau engkau akan kubunuh!”

Dorince hanya mengangguk saja, “Aku heran, kenapa dia bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Aku menjadi curiga, tidak tertutup kemungkinannya dia memang benar orang Indonesia yang sedang bekerjasama dengan Jepang sebagai penghianat Bangsa.” Pikir Dorin.

Serdadu Jepang itu berlari dengan senjatanya keluar rumah, kemudian langsung bergabung dengan teman-temannya yang sudah siap tempur.
Tidak lama kemudian Dorin mendengar suara tembakan senapan mesin, granat dan teriakan orang yang sedang sekarat.

Dorin mencoba mengintip dari lubang di jendela, bagaimana sadisnya pertempuran yang sedang terjadi. Pertempuran telah terjadi didekat rumah tahanannya.
Banyak korban yang bergelimpangan dari kedua belah pihak.

Nampaknya Jepang sedang bertempur melawan orang-orang Indonesia, bukan melawan orang Belanda. Karena tidak terlihat seorangpun kulit putih diantara musuhnya.

Tetapi memang sering kali orang Indonesia dijadikan tentara oleh Pemerintah Belanda. Jadi masih ada kemungkinan pihak lawan adalah tentara Belanda.

“Jika benar mereka adalah tentara Belanda, maka boleh jadi Kleberg ada diantara mereka yang menjadi lawan Jepang. Ya Tuhan selamatkanlah kekasihku.”

Dorin teringat kepada Tuhannya. Dia adalah penganut agama Katolik yang taat. Sekarang ini adalah saat yang tepat untuk berdoa demi keselamatan, “Ya Tuhan Jesus Kristus, selamatkanlah diriku dan kekasihku, Kleberg. Aku mengerti bahwa perang ini merupakan skenario darimu. Engkau akan membela yang benar, aku dan kekasihku dan akan menghukum yang salah yaitu mereka. Aku mohon kepadamu agar Engkau akhiri kisahku dengan akhir yang baik dan membahagiakan. Amin.


Bab 3

Kilang Minyak Balikpapan sekarang dipimpin oleh seseorang dari kalangan militer Jepang, namanya Sintaro Saburo. Tugasnya sudah jelas memproduksi bahan bakar minyak demi meneruskan perang. Buruh minyak di Kilang sekarang lebih bernafas lega karena ternyata Sintaro Saburo seorang pemimpin yang baik, lebih dari itu dia juga telah membayar upah mereka. Lebih menggembirakan lagi adalah, dia menyatakan bahwa mereka bukan lagi sebagai budak tetapi pegawai bebas.

Dia dapat berbahasa Indonesia dikarenakan dia pernah menetap di Batavia, selama sepuluh tahun sebelum perang meletus. Bahasa Indonesia sungguh sangat diperlukan demi kelancaran komunikasi dengan para buruh. Maka dari itu lah dia terpilih sebagai pimpinan kilang di Balikpapan.

Sementara itu serangan Sekutu terus berlanjut, sehingga tentara Jepang harus bekerja lebih giat lagi. Tetapi sasaran serangan selalu rumah Sintaro Saburo. Hal ini mengherankan, ada apa sebenarnya dengan rumah itu.

Pihak dinas rahasia militer Jepang mendapatkan bukti bahwa serangan itu bukan dilakukan oleh Sekutu, tetapi para pemberontak orang Indonesia.
Mengapa hanya rumah Saburo saja; hal ini kemungkinannya adalah Saburo sendiri mempunyai masalah pribadi dengan orang-orang Indonesia itu. Mereka akan membunuh Saburo seorang. Oleh sebab itu Saburo perlu dikawal oleh para pengawal-pengawal kemanapun dia pergi. Dia memang orang penting yang hanya dia yang dapat menjalankan kilang; Karena dia dapat berbahasa Indonesia.

Sintaro Saburo berpidato dimuka teman-temannya dari kalangan militer, “Kita telah memberikan jasa kita kepada Kerajaan Raya Dai Nipon dengan menyediakan kebutuhan bakar guna menjalankan mesin perang.
Marilah kita bersulang atas keberhasilan kita dan demi Dai Nipon Jaya. Banzai Dai Nipon!’

“BANZAI, BANZAI, BANZAI DAI NIPON!” Suara gegap gempita dari teman-temannya para serdadu Jepang.

Sementara itu Dorince tetap berada di rumah; dia tidak diperkenankan keluar rumah sehingga mukanya menjadi pucat. Dorince menuruti apa kata Saburo dengan sabar. Dia menyerahkan nasibnya dengan pasrah, “Jika Saburo tidak membunuhku atau menyiksaku, aku sudah berterimakasih kepada Tuhan.

Sintaro Saburo meng-anggap Dorince sebagai istrinya, sekalipun tidak ada pengesyahan formal dari siapapun, apalagi pesta pernikahan.

Saburo mencoba merayu Dorin; dengan kata kata yang lemah lembut. Tidak jarang dia memberikan hadiah-hadiah yang datang dari Tokyo, seperti Kimono, emas dan berlian. Dia ingin Dorin berpakaian seperti wanita Jepang adanya.

Dorince tidak terlalu banyak bercakap-cakap dengan Saburo walau dia mengakui bahwa Saburo adalah laki-laki yang baik.

Bahkan dia selalu teringat kepada kekasihnya, Kleberg, “Oh keksihku, datanglah segera untuk membebaskan aku. Sekarang aku percaya bahwa engkau adalah tentara Belanda. Aku membayangkan engkau datang dengan seragam tentara, bersama-sama tentara Sekutu membebaskan aku yang menjadi tawanan Jepang ini. Datanglah!, Engkau adalah pahlawanku! Datanglah!, Datanglah!” Dia melamun.

Dikarenakan serangan para pemberontak Indonesia yang terus menerus, maka Saburo pindah rumah secara rahasia ke daerah Dubbs.
Ditempat yang baru ini Dorince diperbolehkan keluar rumah.

Agak aneh, setelah Dorince diperbolehkan keluar rumah dan berjalan-jalan di taman, serangan para pemberontak Indonesia berhenti total.

Pada suatu pertemuan di Markas Besar Militer Jepang, Saburo mengungkapkan keheranannya, “Mengapa beberapa hari ini mereka menghentikan serangan yang membosankan, aneh! Siapa diantara kamu yang dapat menjawab ke anehan ini?”

“Tuan, mereka kehilangan jejak, mereka tidak tau akan adress rumah tuan yang baru.”

“Jawabanmu kurang tepat. Tentunya mereka akan menyelidiki kemana aku telah pindah dan kemudian melanjutkan serangan mereka.’

Anggota rapat yang lain berpendapat, “Tuan, ini semua dikarenakan perempuan yang tuan simpan, Dorince.
Masih ingatkah tuan, bahwa tuan membolehkan Dorince keluar rumah; pada saat itu lah mereka telah melihat Dorince yang masih hidup. Oleh sebab itu, mereka menghentikan serangan.
Dorince kemungkinannya adalah istri dari seorang anggota pemberontak; sudah pasti mereka akan merebut Dorince dari tuan secara mati-matian.
Jadi sebaiknya tuan menyerahkan Dorince kepada mereka.”

“Jadi aku harus menyerahkan partner ku yang kukasihi, agar serangan mereka dapat berhenti.”

Seorang anggota rapat berkata, “Tidak, aku tidak setuju. Kita tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan mereka kecuali permusuhan; mereka adalah jelas musuh kita yang merugikan kita.”

“Terimkasih! Aku katakan terimakasih, karena aku enggan menyerahkan Dorince kepada mereka, karena aku mencintainya. Tetapi permasalahan pemberontak orang Indonesia ini harus dapat diselesaikan. Adakah diantara kalian yang mempunyai saran?” Saburo bertanya.

Seseorang anggota rapat angkat bicara, “Orang-orang Indonesia itu seharusnya diberikan penerangan akan maksud kedatangan kita yang bertujuan membebaskan mereka dari cengkeraman penjajah Belanda.
Seyogyanya kita-kita ini dapat berkomunikasi dengan mereka akan halnya tugas suci kita ini yang akan mengantarkan mereka ke jembatan Negeri Bebas Indonesia, bebas dari penjajah Belanda. Dan pada akhirnya mereka mau berteman dengan kita untuk bersama-sama berjuang melawan Belanda.
Sayang kita mempunyai kendala Bahasa, kecuali engkau Saburo; engkau dapat berkomunikasi dengan mereka.”

“Baiklah kawan, aku akan menjadi duta Kerajaan Jepang, dengan menyampaikan pesan kalian dihadapan para pekerja kilang Balikpapan; semoga kita berhasil. BANZAI DAI NIPON!”

“Hidup Saburo! Hidup Saburo! BANZAI DAI NIPON!”

“Aku khawatir kita sudah terlambat, karena aku melihat seorang bule diantara para pemberontak itu. Mungkin orang-orang Indonesia itu sudah sepakat dengan orang Belanda untuk memerangi kita.” Kata seorang anggota rapat.

“Bila engkau melihat si bule itu?”

“Pada pertempuran di kebun bunga. Mereka melarikan diri dengan meninggalkan tiga mayat kawannya.”

“Adalah sesuatu yang janggal bila ada seorang bule Belanda berada diantara orang-orang Indonesia. Bagaikan seekor ayam diantara kerumunan itik-itik.”

Semua yang hadir tertawa. Mereka menganggap itu suatu hal yang lucu.

Kembali Saburo berkata, “Aku sudah hidup sepuluh tahun diantara orang-orang Indonesia di Batavia. Belanda-Belanda itu tidak mau berbaur dengan pribumi Indonesia yang mereka sebut “Inlander”. Jadi yang aku katakan tadi memang benar adanya; dan tidak lucu, bahkan suatu kejanggalan bila ada bule diantara orang Indonesia.”


Bab 4

Setahun telah berlalu, maka Dorince hamil; Bayinya akan dilahirkan empat bulan kemudian. Saburo sebagai ayah, mengharapkan kelahiran bayinya dengan rasa gembira.

Kota Balikpapan dalam keadaan tenang. Refinery berjalan lancar dengan produksi yang menggembirakan pihak Jepang. Sementara itu kaum pemberontak Indonesia menghentikan serangannya. Semua keadaan menyenangkan bagi pasukan Jepang, teristimewa Sintaro Saburo.

Sintaro Saburo perlu berbicara dari hati kehati dengan para buruh kilang sesuai dengan hasil rapat; tentu dengan bahasa Indonesia,
“Saudara-saudara sekalian, semoga Tuhan beserta kita. Aku ingin berbicara dari hati kehati kepada saudara-saudara akan halnya nasib Negara-mu, Negara Indonesia di masa akan datang.

Engkau tau bahwa aku adalah orang Jepang dan kalian adalah orang Indonesia; kami datang ke Negara-mu yang indah ini dengan suatu tugas Suci yaitu membebaskan kalian dari cengkeraman penjajah Belanda.
Oleh sebab itulah aku beserta kawan-kawan ku meminta kepada kalian para buruh kilang untuk dapat menjadi teman dan dapat bekerja-sama dengan kami, orang-orang Jepang. Ajakan-ku juga ditujukan kepada seluruh Rakyat Indonesia.

Marilah kita sama-sama berjuang melawan Belanda, menuju Indonesia yang berdaulat. Marilah kita bergandengan tangan, bahu membahu melawan pemerintah Belanda di Indonesia.”

Suasana pertemuan terbuka (di lapangan) menjadi sunyi. Tida ada tepuk tangan apalagi yel-yel. Sementara Saburo sudah kehabisan kata-kata.
Para buruh itu barangkali saling berpikir didalam hati, “Apa maksud orang asing ini? Bagaimana mungkin dia datang hanya dengan maksud membantu orang Indonesia yang miskin? Serasa tidak mungkin! Pasti ada maksud yang lain. Kata-katanya hanyalah sebuah trik atau siasat belaka.”

Tak lama kemudian terdengan seseorang bertepuk tangan. Semua orang melihat siapa orang yang mendahului tepuk tangan. Pada akhirnya semua ikut bertepuk tangan.

Orang yang memulai tepuk tangan itu adalah Musa Firmansyah. Keberadaannya dikilang sebagai buruh kilang sudah dikenal. Akan tetapi dia sebagai pemberontak, apalagi pimpinan pemberontak sangat dirahasiakan oleh kawan-kawannya di kilang.

“Hai Saburo, kami semua menghormatimu, kami semua akan membelamu. Hai kawan-kawan, marilah kita bekerjasama dengan orang-orang Jepang untuk mengusir penjajah Belanda.!” Musa Firmansyah berteriak.

“HIDUP SABURO!! HIDUP SABURO!! HIDUP SABURO!!” Terdengar yel-yel dilapangan itu dengan meriah. Suasana menjadi hidup kembali.

“Terimakasih atas uluran tanganmu untuk kita saling berjabat tangan!” Kata Saburo.

Musa Firmansyah kembali berteriak, “Hai Saburo! Engkau kelihatan sungguh mencintai orang-orang Indonesia. Aku percaya karena engkau telah mengawini wanita Indonesia secara rahasia; selain itu engkau fasih berbahasa Indonesia.
Aku menawarkan kepada mu, maukah engkau menjadi warga Negara Indonesia?”

Sungguh mengherankan, jawaban Saburo datang dengan cepat sekali, “Aku mau”

Musa Firmansyah berteriak teriak, “Merdeka, Merdeka, Merdeka!!”

Semua yang hadir tidak tau apa arti kata “merdeka” Mereka baru pertama kali mendengar. Mereka saling bertanya, suaranya terdengar seperti lebah.
Pada akhirnya semua yang hadir berteriak juga “MERDEKA !! MERDEKA !!
Saburo juga ikut berteriak teriak, “Merdeka, Merdeka”

Saburo melanjutkan pidatonya, “Jika kalian menghendaki Negara Indonesia yang Merdeka, bebas dari penjajah Belanda, maka aku meminta kepadamu untuk ikut bekerjasama dengan kami. Janganlah engkau memerangi kami, hentikan segera serangan-seranganmu ke rumah kami. Eh maaf, maksudku serangan kaum pemberontak.”

Musa Firmansyah berteriak, “Kami akan meminta kepada kaum pemberontak untuk menghentikan serangan mereka.”

“Hai! Siapakah engkau sebenarnya? Apakah engkau juga salah satu anggota pemberontak?”

“Tidak Tuan Saburo, aku adalah bawahan mu di kilang ini; aku bukan pemberontak.”

Sintaro Saburo memberi tanda secara rahasia kepada ajudannya, yang artinya, tangkap orang itu.


Bab 5

Lima orang serdadu Jepang dari kesatuan Kempetai, Polisi Militer Jepang, mendatangi rumah Musa Firmansyah. Musa ditangkap, tangannya diikat, matanya ditutup dan kemudian didorong masuk kedalam truk militer secara kasar. Tindakan mereka sangat sadis, membuat takut keluarga Musa.

Musa dibawa ke markas besar militer, di masukan kedalam sel penjara. Seseorang memukuli kepalanya berkali-kali, sampai Musa jatuh pingsan. Semuanya memakai bahasa Jepang, jadi percuma saja Musa hendak menyangkal tuduhan-tuduhan mereka, karena pasti tidak dimengerti. Mereka samasekali tidak mengerti Bahasa Indonesia.

Musa hanya bisa menyesali nasibnya, “Oh Saburo, engkau ternyata hanyalah “musang berbulu ayam”. Seumur hidupku, aku tidak akan percaya lagi denganmu dan juga aku tidak percaya lagi dengan setiap orang Jepang.”

Istri Musa berlari-lari ke arah rumah wakil pemberontak yang ternyata adalah Kleberg. Dia mengadukan halnya Musa yang ditangkap oleh Kempetai.

“Apa yang terjadi? Musibah apa yang menimpamu?” Kleberg bertanya, setelah melihat istri Musa yang pucat dan terengah-engah.

“Musa ditangkap Kempetai tadi pagi; tangannya diikat, matanya ditutup, dipukul dan dimasukan dengan kasar kedalam truk militer.”

“Sudah kubilang berkali-kali.”

“Engkau bilang apa?”

“Jangan percaya dengan orang-orang Jepang itu. Sudah kunasihati dia terus menerus, tetapi dia tetap saja mau percaya kepada Saburo.”

Kleberg melamun sebentar; teringat akan pertengkarannya dengan Musa. Kleberg selalu menyerang rumah Saburo untuk membebaskan Dorince, sementara Musa tidak setuju.

“Penyerangan ke rumah Saburo itu tidak ada gunanya; cukup satu atau dua kali saja. Berhematlah dengan peluru yang ada pada kita; lebih dari itu berhematlah dengan nyawa kawan-kawan seperjuangan kita. Kita masih akan menghadapi pertempuran lain yang lebih bermakna.” Kata Musa.

“Aku benci dengan orang Jepang itu, si Saburo. Aku tau dia menahan Dorince dirumah itu. Izinkan aku untuk sekali lagi menyerang rumah itu.”

“Persoalanmu adalah persoalan pribadimu sendiri; jadi sebaiknya engkau sendiri yang akan menyelesaikannya. Ingatlah akan strategi kita, kita akan berpura-pura berteman dengan orang-orang Jepang. Kemudian kita menunggu kesempatan apa yang akan terjadi dan menggunakannya untuk kepentingan kita sendiri.”

“Berteman dengan orang Jepang? Oh Musa engkau benar-benar bodoh. Aku membayangkan bagaimana suka citanya si Jepang itu, ....lihat orang-orang Indonesia itu! Mereka sudah termakan dengan tipu muslihat kita. Ha...ha...ha. Mereka tertawa terbahak-bahak.”

“Sudahi pertengkaran kita!. Sekarang, aku persilahkan engkau dan kawan-kawan menyerang kembali rumah Saburo.” Musa berkata dengan penuh kemarahan.

Suasana menjadi hening, seakan istri Musa tau bahwa Kleberg sedang termenung, memikirkan suaminya.

Istri Musa berkata, “Kleberg, engkau sekarang komandan pasukan menggantikan Musa, sementara suamiku dipenjara.
Maka dari itu, berikan perintah komando mu kepada kita, segera! Keadaan kita sekarang ini menjadi gawat!”

“Baik, terimakasih Nyonya. Aku perintahkan khusus untuk Nyonya segera masuk kedalam hutan, jika tidak, maka Kempetai akan menjemputmu.
Perintah yang sama untuk seluruh kesatuan Pemberontak untuk segera lari ke hutan.”

Pada hari itu banyak pemuda-pemuda di Balikpapan yang menghilang karena lari masuk kedalam hutan. Termasuk juga seperempat buruh kilang yang diduga mereka adalah anggota pemberontak.


Bab 6

Waktu telah berlalu, Dorince melahirkan bayinya, lakilaki. Dia adalah anak Sintaro Saburo dan Dorince. Keadaan ibu dan bayi sehat. Saburo sangat berbahagia, tetapi sayang dia harus meninggalkan Dorince dan anaknya dikarenakan dia harus berada di garis depan medan tempur.

Pasukan Sekutu sudah memulai penyerangan kedaerah Indonesia. Pasukan Australia diterjunkan ke Indonesia lebih dahulu. Penyerangan dimulai dengan pengeboman Kota Balikpapan. Kota menjadi hancur dan terbakar karena bom yang dijatuhkan sekutu dengan harapan tentara Jepang dapat dibinasakan semua.

Pasukan Australia mendarat di pantai Balikpapan, disuatu tempat perkebunan kelapa yang hancur ( sekarang menjadi Lapangan Merdeka). Pasukan Australia terkejut sewaktu disambut oleh tentara Jepang yang masih segar bugar.
Ternyata mereka semua telah berlindung didalam bunker-bunker dan guha-guha selama pengeboman berlangsung.

Terjadi pertempuran yang sengit di kebun kelapa itu, hingga satu lawan satu. Pasukan Australia bertempur dengan gagah berani. Akan tetapi, dikarenakan jumlah mereka yang sedikit, mereka terpaksa mundur dan kembali ke kapal; dengan meninggalkan banyak korban diantara mereka.

Pertempuran tetap berlanjut karena pasukan Australia memanggil British Navi, sekutunya untuk membantu.
Pasukan Inggris datang dan mendarat di pantai yang sunyi, Tritip yang berawa dan juga dihuni buaya-buaya dengan harapan pihak Jepang tidak mengetahui keberada-an mereka.
Ternyata pasukan Jepang sudah tau; mereka datang menyambut musuhnya dari Balikpapan. Sekarang Jepang menghadapi musuh yang sebanding kekuatannya dalam hal jumlah personil dan peralatan tempur. Maka terjadi pertempuran yang dahsyat didaerah Tritip, Gunung tembak dan Manggar.

Sementara itu, kaum pemberontak Indonesia masih bersembunyi di dalam hutan-hutan lebat disekitar Balikpapan. Mereka tidak mau terlibat didalam pertempuran dikarenakan tidak ada manfaatnya dan juga karena amunisi yang terbatas. Sudah tidak ada lagi peluru yang tersimpan didalam gudang senjata milik Belanda. Sungguh benar adanya nasihat Musa untuk selalu berhemat dengan peluru.

Jika sekiranya Musa Firmansyah tidak ditangkap oleh pihak Jepang maka boleh jadi para pemberontak itu mau bergabung bersama Jepang dalam menghadapi sekutu.

Kleberg perlu berbicara dimuka para pengikutnya guna meningkatkan semangat juang mereka, “Saudara-saudara seperjuangan, aku tau kamu sekarang merasa bosan hidup ditengah hutan ini; karena sudah hampir satu bulan tidak melihat matahari. Akan tetapi masih lebih baik daripada ditangkap oleh Kempetai.

Ini lah perjuangan yang sedang kita hadapi bersama demi tercapainya Negara Indonesia yang berdaulat dan Merdeka.
Negara Indonesia Merdeka itu akan kita persembahkan kepada anak cucu kita kelak. Sadarilah bahwa kalian adalah pejuang-pejuang yang siap mengorbankan apa saja demi kebahagiaan anak cucu kalian.

Satu lagi pesanku, jangan lagi kamu percaya dengan orang-orang Jepang; satu contoh ada dimuka kita, Pimpinan kita, Musa telah ditangkap oleh Kempetai”

Seorang pejuang bertanya, “Tuan adalah orang Belanda, akan tetapi semangat patriotik Tuan lebih dari kami. Terus terang kami semua heran dan bertanya-tanya didalam hati, mengapa begitu?”

“Sekali lagi aku katakan bahwa aku adalah orang Suriname; aku bukan orang Belanda. Ayahku bernama Slamet Warsito; sesungguhnya beliau adalah seorang Raja. Beliau menikahi wanita Belanda. Seorang pamanku melancarkan kudeta kepada ayahku, Raja yang syah. Pamanku dibantu oleh tentara Belanda menyerang Istana Kerajaan ayahku. Pamanku memang sejalan dengan politik penjajahan Belanda dan berambisi untuk menjadi Raja. Akhirnya ayahku harus menyerah kalah dan memberikan mahkotanya kepada adiknya. Bukan itu saja, beliau beserta keluarga ditangkap, diasingkan dan juga dijadikan budak di Negeri Suriname.”

“Cerita Tuan sangat menarik.
Setelah itu, Belanda-Belanda itu mendapat apa dari pamanmu, sebagai imbal jasanya?”

“Paman merelakan sebagian tanah Kerajaan untuk diberikan kepada Belanda.
Aku tidak terlalu membenci pamanku sendiri, tetapi sangat membenci Pemerintah Belanda. Aku juga membenci setiap bentuk kolonialisme diseluruh Dunia”

Seorang pejuang lainnya bertanya, “Tetapi engkau sendiri adalah tentara Belanda; jadi keteranganmu bertentangan dengan kenyataan.”

“Aku menjadi tentara untuk dapat hidup, karena aku tidak mendapat pekerjaan lain”.

“Baiklah, kami masih tetap bersemangat didalam perjuangan ini; percayalah kepada kamiTuan. Apakah ada komando dari Tuan untuk hari ini?”

“Aku perintahkan kepada Begjo dan Aliansyah; pergilah kekota untuk menyelidiki rumah Saburo dan penjara Kempetai. Jika memungkinkan kita akan membebaskan Dorince dan Musa. Aku menunggu khabar dalam waktu kurang dari satu minggu.”

Sementara itu pertempuran masih berlanjut, akan tetapi pihak Jepang kelihatan terdesak. Terlebih pihak sekutu telah bertambah kekuatan personil militernya dengan bergabungnya tentara Belanda, Gurkha dan Selandia Baru, selain Australia.
Amerika Serikat tidak berada di medan tempur Indonesia, tetapi di Pacific dan Philipina yang kemudian meneruskan serangannya langsung ke Negeri Jepang.
Bahkan Pulau Jawa dan Sumatra tidak dijamah sama sekali olehsekutu, sehingga tentara Jepang dikedua pulau itu aman-aman saja.

Semua personil militer Jepang dikerahkan ke medan tempur, sehingga rumah Saburo di Dubbs tidak di kawal lagi. Begjo dan Aliansyah yakin bahwa rumah itu tidak lagi di kawal. Begjo tau betul bahwa Dorince dan bayinya ada didalam, tidak bersama Saburo.

Tentara Jepang mundur secara perlahan-lahan mendekati Balikpapan. Suara meriam, granat, bom dan senapan mesin terdengar selama dua puluh empat jam. Alangkah takutnya seorang ibu dan bayinya yang tinggal sendiri dirumah besar. Demikian yang sedang dialami oleh Dorince dengan bayinya.

Dorince berdoa, “Ya Tuhan Jesus Kristus, lindungi mahlukmu yang lemah ini. Datangkanlah bala bantuanmu yang akan menyelamatkan aku dan bayiku. Permintaanku kepadamu, datangkanlah kekasihku Kleberg yang akan membawaku ketempat yang aman. Kleberg, aku percaya engkau bersama dengan pasukan sekutu sedang menuju kesini. Ya Tuhan Jesus Kristus, berilah keselamatan dan kemenangan bagi pasukan sekutu; berilah keselamatan bagi kekasihku Kleberg. Amin.

Tidak lama kemudian terdengar langkah sepatu disamping rumah yang menuju kearah jendela kamarnya. Dorince semakin takut, terbayang hal-hal yang menakutkan yang akan menimpa dirinya. Siapa lagi yang akan melindungi dirinya jika bukan Saburo. Betul, selama peperangan berkecamuk, maka hukum tidak berlaku. Hukum hanya boleh berlaku untuk pasukan yang menang, yaitu pasukan Jepang.

“Oh Saburo, datanglah engkau wahai Saburo untuk melihat bayimu, tinggalkan medan tempur sebentar saja” Dia memohon didalam hati.

Kembali dia berdoa, “Oh Tuhan Jesus Kristus, panggillah ayah si bayi ini untuk melindungi aku, karena aku mendengar langkah sepatu disamping rumahku. Tentu lah dia orang jahat yang akan memperkosa diriku. Datanglah Saburo, aku perlu perlindunganmu.”

Dorince mencoba tidur dengan menutup mata. Tiba-tiba jendela kamarnya diketuk orang. Dorince semakin takut, dia berlari hendak masuk di bawah tempat tidur, ketika namanya dipanggil oleh orang yang mengetuk pintu, “Dorin, Dorin, Dorin”

“Hai siapa engkau?”

“Aku, Kleberg, aku kekasihmu Kleberg.” Suaranya rendah, takut didengar orang.

“Betulkah engkau Kleberg?”

“Sungguh, aku Kleberg. Apakah Saburo ada bersamamu?”

“Tidak Kleberg, aku sendiri hanya ditemani oleh bayiku.”

“Bukakan pintu untuk ku.”

Dorince semakin berani dan berbesar hati; dia berlari-lari kecil menuju pintu dan membukanya. Tampak sesosok laki-laki yang sudah dikenalnya; benar dia adalah Kleberg.

Dorin merangkul Kleberg dan memberi ciuman berkali-kali, “Oh Jesus Kristus, sedemikian cepatnya engkau mengabulkan permintaanku, terimakasih Ya Tuhan.”

Dorin cepat menggandeng Kleberg masuk kedalam rumah dan kemudian pintu rumah dikunci. Kleberg masih terdiam, dia tidak menyangka masih dapat menjumpai kekasihnya dalam keadaan hidup. Matanya terus menatap wajah Dorin.

Akhirnya Kleberg berkata, “Sudah banyak upaya dan pengorbanan yang kuberikan hanya untuk membebaskanmu, seorang.”

“Apa maksudmu?”

“Berkali-kali aku dan pasukanku menyerang rumah Saburo, tetapi selalu gagal untuk membebaskan engkau, kekasihku. Justru sekarang aku datang hanya sendiri tanpa pasukan, tetapi dipersilahkan masuk oleh mu.”

“Oh jadi engkau yang selalu menyerang rumah Saburo. Bukankah itu serangan pemberontak orang Indonesia?”

“Ya, itulah aku; aku pemberontak Indonesia; aku pejuang kemerdekaan.”

Suasana hening sesaat, dikarenakan terjadi sedikit kebingungan didalam benak Dorince, “Oh jadi dia adalah pejuang Indonesia, bukan tentara Belanda yang selama ini aku sangka.” Pikir Dorin.

Akhirnya Dorince bertanya, “Bukankah engkau adalah serdadu Belanda?”

“Benar, kemudian aku melakukan desersi dan bergabung dengan pejuang kemerdekaan Indonesia. Nanti aku akan ceritakan selengkapnya akan halnya riwayat hidupku. Sekarang aku akan melampiaskan rinduku bersama-mu, kekasihku.”

“Kleberg, aku sekarang adalah mahluk yang kotor menjijikan untukmu. Sesungguhnya aku sudah tidak layak untukmu. Karena aku sudah ternoda.”

“Aku sudah tau. Aku tetap mencintaimu, apa pun yang sudah terjadi denganmu.”

“Walaupun aku sudah mempunyai bayi laki-laki; dengan Saburo sebagai ayahnya?”

“Ya benar; sekalipun ayah si bayi itu adalah musuh beratku, aku akan menyayangi bayi mungil ini.” Kleberg menundukan kepalanya untuk mencium kening bayi itu.

“Oh Kleberg engkau seperti seorang Pendeta atau orang Suci.” Dorin mencucurkan air matanya, tanda syukur kepada Tuhan.

Setelah itu Dorin berkata, “Kleberg, jangan lah menyalahkan aku, tetapi perang.”

“Oh Dorin, engkau telah meminjam kata-kata ku. Ingatkah engkau sewaktu pertemuan kita diwarung itu; aku pernah berkata kepadamu, Jangan salahkan aku, tetapi perang.”

“Ya, aku selalu ingat, akan saat-saat yang sangat indah bersama-mu.”

Tanpa diduga, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang dan terdengar Saburo berteriak dari luar, “Dorin bukakan pintu, aku mau masuk. Aku hanya mempunyai waktu sedikit, karena suasana pertempuran genting.”

Kedua mahluk Tuhan yang sedang dimabuk rindu dendam itu terkejut dan pucat pasi. Dorin memberi isyarat, yang artinya Kleberg harus bersembunyi di balik lemari. Kleberg tau maksud kekasihnya dan segera bersembunyi dibalik lemari.

Dorin sempat berdialog dengan Tuhan Jesus Kristus, “Oh Tuhan, mengapa engkau datangkan sekaligus keduanya dihadapanku. Engkau seharusnya lebih tau dariku bahwa keduanya itu saling bermusuhan.”

Kemudian Dorin membukakan pintu. Tampak Saburo dengan muka yang pucat dan bajunya penuh darah. Dia memasuki rumah dan terkulai di sofa rumah. Dorince sudah terbiasa dan siap menghadapi orang luka dalam peperangan. Luka pada tangan kanannya yang banyak mengeluarkan darah, segera di bebat dengan bandage agar darahnya berhenti. Kemudian Dorin memberikan air minum.

“Aku segera harus pergi, mundur dari medan tempur dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa. Aku terpaksa harus meninggalkan engkau.” Saburo berkata

“Jadi engkau akan meninggalkan aku disini. Bagaimana dengan anakmu, bayi ini?”

“Bawalah, pelihara-lah dia baik-baik. Dia adalah serdadu Jepang terakhir yang ada di Balikpapan.”

“Dia bersama dengan ibunya adalah machluk yang lemah, bukan serdadu. Bahkan dia dalam keadaan gawat, penuh bahaya yang memerlukan kehadiran seorang ayah yang bertanggung jawab, yaitu dirimu.”

Saburo terdiam, termenung dan akhirnya meneteskan air mata. Baru kali ini Dorin melihat Saburo menangis. Saburo beranjak dari sofa, mendekati bayinya dan mencium kening bayinya, sama hal-nya seperti yang dilakukan Kleberg.
“Ayahmu masih harus melanjutkan pertempuran melawan musuh. Oleh sebab itu ayah harus meninggalkanmu bersama ibumu. Maafkan lah ayahmu.”

Saburo berjalan gontai menuju lemari dimana Kleberg berada dibelakang lemari itu. Dia membuka lemari, membuka laci lemari, mengambil lima batang emas dan kemudian diberikan kepada Dorince.

Dorince dipeluk dengan mesra, dicium sepuasnya, tetapi tidak dalam suasana bahagia. “Aku mempunyai alasan untuk meninggalkanmu sayang; demi Dai Nipon, demi Emperor dan Demi Kejayaan Jepang Raya.”

“Pergilah prajurit Jepang; engkau adalah prajurit yang gagah berani.”

Tidak lama kemudian terdengar suara ramai memakai bahasa Jepang yang artinya, “Hai Saburo cepat, kita hanya mempunyai sedikit waktu. Musuh hampir sampai di Balikpapan.”

Saburo cepat-cepat menuju pintu. Sesampai di pintu dia menolehkan kepalanya, memandang Dorin dan bayinya untuk terakhir kalinya; kemudian pergi tergesa-gesa.

Mereka menuju kekapal perang yang akan membawanya ke Pulau Jawa. Di Jawa dia harus bersiap-siap menghadapi serangan sekutu.


Penutup

Pada tahun 1950 di kota Balikpapan, tampak suatu keluarga yang bahagia sedang bertamasya. Mereka pergi kesuatu tempat untuk meneliti suatu situs peninggalan sejarah, sambil berjalan-jalan dengan anak-anaknya.
Kedua anaknya laki-laki; yang besar berumur sekitar 6 tahun dan adiknya sekitar 4 tahun.

Tempat yang sedang diteliti adalah bekas-bekas bangunan yang hancur karena bom pada perang yang baru berlalu.

“Aku yakin betul bahwa ini adalah tempatnya, warung itu. Lihatlah bekas-bekas fondasi rumah yang masih jelas membatasi ruangan-ruangan.” Kata sang Nyonya.

“Aku juga yakin. Aku membayangkan bahwa aku pernah duduk dibangku sebelah sini sedang memesan bir kepadamu. Dan aku ingat engkau selalu duduk disebelah sana Dorin; engkau sungguh mempersona saat itu; hatiku tertarik.”

“Kleberg, pada saat itu sungguh aku sangat bahagia.” Kata Dorin kepada suaminya Kleberg, sambil memeluk suaminya, yang bule.

“Hari mau hujan, sebaiknya kita pulang sebelum hujan turun. Panggil lah anak-anak kita.”

“Hai anak-anak permainan sudah selesai. Mari kita pulang!”

Anaknya yang besar tangkas berlari-lari; matanya sipit seperti mata orang Jepang. Sedang adiknya seperti orang Belanda.

Anaknya yang besar layaknya serdadu Jepang terakhir yang tertinggal di Balikpapan. Demikian memang pendapat ayahnya yangf asli, Sintaro Saburo.

1 comment:

Anonymous said...

ini kisah nyata atau cerita fiksi ya ?
kalau dulu jepang pernah membombardir kota balikpapan tepatnya di wilayah balikpapan mana ?
semoga dapat ditemukan benda-benda peninggalan sejarah penjajahan jepang di balikpapan