Thursday, July 24, 2008

Ki Ageng Mengir (Bagian 3)

Raja keluar dari rencana bersama

Diceritakan kembali oleh Satoto Kusasi


Bab 1

Ayu Sekar pulang kembali ke dusun Randu Dadap bersama kawan-kawannya. Ki Ukur merasa lega karena ternyata Ki Ageng Mengir tidak-lah terlalu menakutkan seperti yang pernah dia bayangkan. Begitu juga teman-teman yang lain berpendapat sama; Ki Ageng Mengir adalah pribadi yang menarik dan penuh sopan santun. Tidaklah mungkin dia akan membunuh kekasihnya yang sangat dicintai.

SKCK telah mengadakan perjalanan selama lebih dari dua bulan. Dan ternyata mendapat sukses; mereka menjadi lebih populer dan mereka mendapat laba.

Sementara itu Ki Kancil Alit melaporkan hasil penyelidikannya; bahwa Ayu Sekar boleh jadi adalah Putri dari Raja Mataram.

Mengir terkejut dan marah, ”Hai Raja busuk! Tidak kusangka engkau begitu pengecut! Engkau telah mengutus Putrimu sendiri datang kesini untuk memata-matai aku.
Aku dan kita disini telah dipermalukan oleh Raja busuk dari Mataram. Dia mengutus Putrinya sampai dapat masuk kedalam Markas Besar kita; ini sudah keterlaluan.
Terutama yang dipermalukan adalah engkau Kancil Alit. Engkau sebagai agen rahasia tidak dapat melihat ada musuh masuk kedalam markas kita.”

Suromenggolo angkat bicara, “Tuan, ini adalah hikmah buat kita. Kita dapat memaksa Raja Mataram bertekuk lutut, menyerah; jika dia tidak mau, kita bunuh Putrinya dimuka Istananya.”

“Pendapatmu akan dibicarakan didalam rapat yang akan kita selenggarakan sekarang juga. Panggil semua staf militer kita dan juga prajurit-prajurit kita.”

Saat itu juga semua staf militer berdatangan untuk rapat perang.

“Saudara, saudara sekalian, selamat datang dirapat ini. Jawaban dari pertanyaan kita pada rapat kemarin dulu sudah tiba, yaitu mereka menunda peperangan karena mereka telah mengirim Putri-nya untuk memata-matai kegiatan kita.

Saudara saudara akan terkejut mendengarnya; bahwa Ayu Sekar adalah Putri Raja Panembahan Senopati. Oleh sebab itu mereka menunda peperangan ini disebabkan ditempat ini ada Putrinya yang disayang.”

Patih Suromenggolo berkomentar, “Untuk apa Putri itu datang kesini? Tuan, tidak mungkin mereka mau menjodohkan Putrinya kepada Tuan.
Itu suatu hal yang tidak mungkin.”

“Aku juga sependapat dengan engkau Suromenggolo”.

“Karena Raja itu sangat membenci Tuan.”

“Apakah dia akan dijodohkan kepadaku atau dia datang untuk memata-matai kta? .”

Ki Kancil Alit angkat bicara, “Di warung kopi tempat aku mendapatkan informasi ini, mereka menduga-duga, kemungkinan Putri merengek-rengek kepada ayahnya untuk dapat ikut didalam perkumpulan sandiwara keliling.
Tidak seorangpun yang menduga bahwa Putri terlibat masalah politik atau perang.
Hal ini disebabkan Putri adalah seorang pecinta seni, seni menyanyi dan menari.”

“Lebih baik kita tanyakan langsung kepadanya. Patih, jemput sekarang juga Ayu Sekar di Randu Dadap.
Apa sebenarnya maunya dia.”

Hari itu juga Patih Suromenggolo beserta Kancil Alit dan beberapa prajurit datang ke Randu Dadap. Kedatangan mereka disambut oleh Ki Ukur. Semua anggota SKCK sangat terkejut sekaligus rasa takut atas kedatangan utusan Ki Ageng Mengir.
Mereka menduga-duga akan terjadi sesuatu yang tidak baik terhadap Ayu Sekar.

Ayu Sekar sudah menduga, ini pasti Ki Kancil Alit yang sudah melaporkan hasil penelitiannya. Dia berhasil menyingkap samarannya. Terbuka sudah penyamarannya, bahwa dia adalah Putri dari musuh Ki Ageng Mengir.

Ayu Sekar hanya dapat berdoa kepada Tuhan YME, “Ya Allah, Tuhan semesta Alam; hanya kepadaMulah kembali semua mahluk di muka bumi ini, termasuk aku. Engkau-lah Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada machluknya. Lindungilah aku. Amin.”

Semua anggota SKCK ikut ke Mengir atas kemauannya sendiri, termasuk Ayu Mendut.
Mereka sudah bertekad untuk mati bersama, apabila Ayu Sekar mendapat bencana.

Akan tetapi, masih ada sedikit harapan didalam hati mereka. Kiranya cinta Ki Ageng Mengir kepada Ayu akan dapat mengalahkan rasa bencinya dia kepada Raja Mataram.
Semoga Ki Ageng Mengir tidak akan menganiaya Ayu Sekar.

Rombongan datang ke Mengir dengan selamat. Mereka naik kuda dan untuk Ayu khusus disediakan kereta berkuda.

Sikap Ki Ageng Mengir masih seperti biasa; ramah, santun dan cinta khususnya terhadap Ayu. Hal ini membuat anak buahnya heran. Tetapi akhirnya mereka menyadari, Ayu Sekar adalah perempuan yang rupawan, cantik dan penuh kharismatik; sekalipun dia adalah Putri Raja Mataram. Oleh sebab itu, pimpinan mereka tidak dapat bersikap memusuhinya bahkan sebaliknya, mencintai seperti semula.

Setelah rombongan SKCK beristirahat satu hari, diadakan rapat perang, menyambung rapat yang terdahulu.


Bab 2

“Saudara-saudara, kita telah kedatangan tamu dari Kerajaan Mataram, khususnya tamu kita yang tercinta Putri Raja Mataram, Ayu Sekar.
Betulkah engkau adalah Putri Raja Mataram?” Ki Ageng Mengir bertanya.

“Betul Kakang, aku Putri Panembahan Senapati; namaku sebenarnya adalah Putri Pembayun.”

“Apa tujuan sebenarnya kedatanganmu ketempat ini, Putri Pembayun?”

“Aku tidak sengaja datang kesini, tetapi aku dan rombongan kesenian-ku diundang dengan hormat oleh penguasa disini, Ki Ageng Mengir. Tujuanku yang sebenarnya adalah memberi hiburan kepada masyarakat.
Secara kebetulan aku dan Ki Ageng Mengir saling jatuh cinta, jadilah aku dan dia sepasang sejoli yang siap menuju pelaminan didalam perkawinan yang bahagia.
Betulkah begitu Kakang Mengir?”

Ki Ageng Mengir agak ragu-ragu menjawab, tetapi akhirnya dia berkata, “Ya betul adiku Ayu Sekar, kita berdua akan sehidup semati dan menuju kepelaminan.”

Patih Suromenggolo menyatakan ketidak setujuannya, “Tuan dan Tuan Putri, aku memberi saran atas sudut pandang keamanan di Mengir. Perkawinan ini tidak akan direstui oleh ayah sang Putri, yaitu Raja Mataram. Percayalah! Hal ini dikarenakan kebencian Raja Mataram terhadap Ki Ageng Mengir dan seluruh rakyat Mengir.

Tuan, seolah-olah Tuan menemukan bayi harimau yang lucu didalam hutan; lalu Tuan membawanya pulang. Percayalah induk harimau itu akan datang kerumah Tuan untuk membawa pulang bayinya dan sekaligus juga akan menerkam Tuan.”

“Jadi, apakah akan aku putuskan hubunganku dengan kekasihku.
Terasa berat hatiku untuk memutuskan cintaku kepada Adik Ayu Sekar.
Baiklah, aku akan bertanya kepada kekasihku, bagaimana sikap ayahanda-mu apa bila engkau menikah denganku? Apakah dia akan setuju atau sebaliknya, dia akan membunuhku?”

“Cinta sejati, itulah aku dan kau adanya. Sewaktu aku berjumpa dengan engkau, aku tidak mengenal engkau sama sekali; bahkan aku menawarkan Kakang Mengir untuk menjadi anggota SKCK dan ikut berkeliling.

Begitu besar rasa benci ayahku kepadamu, sehingga aku harus menjawab sejujurnya, bahwa ayahku sudah pasti tidak setuju dengan perkawinan kita dan bahkan dia akan membunuhmu.”

Ki Ukur dan Ki Ageng Suro terperanjat mendengar kata-kata Putri Pembayun. Putri dalam bahaya jika dia membeberkan kejelekan ayahnya. Hal ini diluar skenario yang direncanakan. Dia seharusnya mengatakan bahwa ayahnya setuju.

Tetapi diluar perkiraan, Ki Suromenggolo justru bersimpati dengannya karena dia berkata jujur. Dia bertanya kepada Putri Pembayun, “Jadi, apa rencanamu mengenai hubungan kasih diantara kamu dan pimpinan kami ini?”

“Aku, aku akan teruskan; suatu perkawinan atau jodoh adalah sesuatu yang sudah diatur dan direncanakan oleh Tuhan YME. Aku yakin jodohku adalah Kakang Mengir; tidak ada yang boleh menghalangi perkawinanku, sekalipun dia adalah ayahku, Raja Mataram.
Bagaimana menurut pendapat Kakang?”

“Aku setuju denganmu sayang, kita akan maju terus. Aku tau induk harimau itu akan datang kerumahku dan mencoba mengambil bayinya. Aku siap menghadapinya.
Bagaimana dengan mu? Apakah engkau siap wahai semua prajuritku?”

“KAMI SELALU SIAP TUAN”

Ki Suromenggolo memberikan saran, “Kita langsungkan perkawinan Tuan secepatnya, sebagai tantangan terhadap Mataram. Kita bersikap pura-pura tidak tau asal usul sebenarnya dari Tuan Putri Pembayun.
Jangan lagi ada orang yang memanggil dia Putri Pembayun, tetapi Ayu Sekar dari dusun Randu Dadap.”

“Aku setuju. Bagaimana adiku Ayu Sekar?”

“Aku setuju dan bahkan senang.”

Semua prajurit Mengir memberikan tepuk tangan termasuk Ki Suromenggolo.

“Adikku sayang engkau senang, sekalipun ayahmu tidak senang.
Sebetulnya aku berharap adanya perdamaian diantara Mengir dan Mataram dengan perkawinan kita ini; tetapi harapan ini tipis sekali. Aku sungguh mengerti betapa bencinya ayah mertuaku kepadaku. Ini disebabkan aku tidak mau menyerah kalah dalam peperangan dan sebaliknya aku selalu menang dalam setiap pertempuran.”

“Aku juga berharap perdamaian. Kita, Mengir dan Mataram dapat menjadi rakyat yang makmur dan sejahtera; tidak ada rasa takut untuk bekerja diladang-ladang.”

“Baiklah saudara-saudara, aku dengan ini melamar Ayu Sekar; dan lamaran itu aku tujukan dengan hormat kepada Ki Ukur selaku wali orang tua Ayu Sekar.
Bolehkah aku mengambil Ayu Sekar sebagai istriku?
Aku tau bahwa Ayu Sekar adalah yatim piatu, ayah dan ibunya telah tiada.”

“Dengan segala senang hati, kami perbolehkan.”

“Nah, sekarang aku tugaskan Suromenggolo sebagai panitia pesta perkawinan kami; dan kawan-kawan tolong dibantu kerja Patih.”


Bab 3

Perkawinan diadakan secara meriah dan besar-besaran untuk memanas-manasi Raja Panembahan Senopati.
Kawan-kawan SKCK ikut mengadakan pagelaran seni, tanpa pesindennya yang menjadi Prima Dona; karena dia sedang menjadi pengantin.

Semua rakyat Mengir setuju dengan perkawinan Pemimpinnya, dengan harapan Raja Mataram mau berdamai dengan Ki Ageng Mengir.

Bagaimana tanggapan Raja Panembahan Senopati? Dia merasa sedih dan sakit hati; karena Putrinya yang dicintainya diambil oleh orang. Terlebih-lebih adalah orang itu musuhnya.

Empat bulan setelah pesta perkawinan, Ayu Sekar hamil.
Walaupun aktifitas SKCK masih tetap berjalan, Ayu sering mangkir diatas panggung disebabkan hamil muda-nya membuat dia muntah-muntah.

Setiap kali SKCK mengadakan pagelaran seni disuatu kota, prajurit-prajurit Mengir selalu mengawalnya. Hal ini demi keamanan Ayu Sekar.

Raja Panembahan Senopati gundah gulana memikirkan anaknya. Tidurnya sering terganggu oleh mimpi buruk dan sering mengigau. Dia menginginkan berkumpul kembali dengan Putrinya, “Seharusnya Ki Ageng Mengir datang ke Istana dan sungkem denganku. Mengapa dia diam saja, seolah-olah dia tidak tau bahwa istrinya adalah Putriku.” Raja berpikir.

Pada akhirnya Raja memutuskan akan mengadakan rapat rahasia; akan membahas Putri dan suaminya. Raja berkeinginan merebut Putri Pembayun dan membunuh Ki Ageng mengir. Rapat itu dihadiri juga oleh Ki Ageng Pamanahan.

“Saudara, saudara, terimakasih atas kedatangan kalian semua.
Adakah diantara kalian yang mau melaporkan keadaan anakku, Putri Pembayun?”

“Baginda, Putri dalam keadaan sehat, tetapi dia sedang hamil muda. Walaupun begitu, dia masih tetap diatas panggung; karena dia sangat mencintai kesenian karawitan, menyanyi, menari dan sandiwara.”

“Sekarang aku ingin berkumpul kembali dengan Putriku itu. Bagaimana caranya?”

“Baginda dapat mengundang Putri dengan surat. Karena dia adalah anak Baginda.”

“Aku akan menulis surat yang aku tujukan kepada Ki Ageng mengir, sebagai anak menantuku; aku mengundang keduanya kesini untuk upacara “Sungkem”.
Barisan pemanah siap dibalik tirai. Sementara itu anakku Putri Pembayun harus sudah diamankan terlebih dahulu, jadi dia tidak ikut sungkem.
Engkau tau maksudku kan? Bunuh Ki Ageng Mengir, hujani dia dengan anak panah sampai tewas.”

“Jangan begitu anakku! Apakah engkau tidak menghargai pengorbanan Putri Pembayun; dia sudah melewati masa krisis dengan selamat.
Seharusnya dia sudah mati dan engkau hanya mendapat kiriman jasadnya saja.
Ingatlah janjimu kepadanya, tidak akan membunuh suaminya.”

“Ayah, kita didalam medan pertempuran. Jadi kita berhak membunuh musuh kita dan sebaliknya. Bagaimana caranya kita membunuh musuh, itu adalah terserah kita.”

“Engkau berdosa anakku, karena melanggar janji dengan anakmu sendiri, Putri Pembayun. Ingatlah bahwa engkau sebenarnya adalah Kalifah dan kata-katamu harus dapat dipegang oleh rakyatmu, termasuk anakmu sendiri.”

“Didalam medan pertempuran tidak ada kata dosa ayah.”

“Aku tidak ikut-ikutan dalam rencanamu.” Ki Ageng pemanahan langsung beranjak pergi.


Bab 4

Ayu Sekar tinggal dirumah besar milik Ki Ageng Mengir; dan rumah itu menjadi markas SKCK. Dari rumah itu SKCK pergi menghibur rakyat dengan penuh kesuksesan. Ki Ukur merasa sukses didalam seni ini. Bahkan dia mendapat laba yang besar.
Ayu Sekar mempunyai andil karena dia lah Primadona, artis nomer satu. Dia masih menjadi artis kesayangan penonton walaupun dia sudah kawin.

Ayu Sekar tidak merasa sebagai anak seorang Raja, dia betul-betul seorang artis.

Sewaktu dia pulang dari pagelaran seni dan hampir sampai dekat pagar rumahnya, suaminya menyambutnya dengan lambaian selembar kertas.

“Lihat ini, surat dari ayahmu, Raja Panembahan Senopati. Dia mengundang kita berdua untuk upacara sungkem. Nampaknya dia ingin kita berdamai, sukur-lah.”

“Coba aku lihat!” Kata Ayu Sekar.

Ayu membaca surat ayahnya dengan seksama, “Ki Ageng Mengir, anak menantuku. Dengan penuh harap ayahmu mengundang kalian berdua untuk datang di Istanaku; dengan maksud upacara “Sungkem”.
Kita telah menjadi saudara; oleh sebab itu jangan membawa tentara.
Juga agar suasana peperangan tidak terlihat oleh masyarakat.
Wassalam Raja Panembahan Senopati.”

“Kakang Mengir, aku menaruh curiga terhadap ayahku. Kamu lihat, dia menganjurkan kita tidak membawa tentara. Dengan demikian kita mudah ditangkap dan dibunuh.”

“Apakah betul akan demikian jadinya kita dihadapan beliau, ditangkap dan dibunuh. Seperti membunuh semut.”

“Kakang Mengir, aku pernah ikut didalam rapat rahasia. Betapa Raja Mataram itu sangat bernafsu untuk dapat membunuhmu. Sejujurnya aku ceritakan bahwa sesungguhnya aku ditugaskan untuk kawin dengan mu agar terjadi perdamaian diantara Mengir dan Mataram. Aku setuju; sesungguhnya perdamaian itulah tujuanku. Tetapi ayahku kelihatannya tidak mempunyai tujuan yang sama denganku; dia ingin menaklukan Mengir dan membunuhmu.”

“Jadi bagaimana menurutmu akan hal-nya undangan ini?”

“Hal ini harus dibahas dalam rapat perang segera. Betul kata Ki Suromenggolo bahwa induk harimau sedang mencari bayinya, dia sedang mengintai kita sekarang; dengan berbagai tipu daya.”

“Kekasihku, jadi engkau akan berpihak kepada siapa? Aku atau ayahmu?”

“Aku tentu saja akan berpihak kepada mu, keluargaku. Sikapku terhadap ayahku adalah sesuai dengan skenario yang sudah ditetapkan didalam rapat rahasia yaitu akan terwujudnya perdamaian yang langgeng antara Mengir dan Mataram, melalui perkawinan yang sudah kita jalankan.
Jadi apa yang sudah kita jalankan ini adalah sesuai dengan hasil rapat rahasia di Kerajaan Mataram. Sekarang kita menunggu, apa yang akan mereka lakukan terhadap kita; apakah mereka mau berdamai atau melanjutkan peperangan.”

Sesuai dengan anjuran Ayu Sekar, diadakan rapat khusus untuk membahas masalah undangan upacara “Sungkem” dari Kerajaan Mataram.

Rapat dipimpin sendiri oleh Ki Ageng Mengir.

“Saudara-saudara, kembali kita melanjutkan rapat perang. Saya kira kita sependapat dengan saudara-saudara bahwa kita sudah bosan dengan perang yang terus menerus seolah tidak ada hentinya.

Demikian pula dengan musuh kita, Kerajaan Mataram. Nampaknya mereka juga sudah bosan; terbukti dengan kedatangan Putri Ayu Sekar ke markas kita.
Dia mengakui bahwa perkawinan kami yang sebenarnya adalah merupakan rencana Kerajaan Mataram untuk menghentikan perang dan terciptanya perdamaian.
Bukankah itu merupakan upaya mereka yang baik yang seharusnya kita sambut dengan antusias.
Bagaimana pendapatmu?”

“Benar Tuan; kita harus menyambut upaya mereka dengan antusias. Tapi bagaimana caranya?” Kancil Alit ber-ucap.

“Sesuai dengan rencana kita pada rapat terdahulu, kita akan bersikap diam dan berpura-pura tidak tau bahwa Ayu Sekar adalah keluarga Kerajaan.
Pada kenyataannya mereka tidak tahan dengan sikap diam kita. Pada akhirnya mereka mengirim surat kepadaku; bahkan Raja memanggilku “menantu”.
Raja Mataram memanggilku untuk dapat datang ke Istana untuk menjalankan upacara Sungkem.
Bagaimana pendapatmu? Apakah aku akan datang ke Istana-nya?”

“Jangan Tuan! Percayalah padaku, ini adalah trik untuk membunuh Tuan. Ini suatu cara yang curang, keji dan kotor dari mereka untuk memenangkan perang ini. Percayalah padaku, Tuan akan dibunuh sesampai disana.” Ki Suromenggolo berkata dengan berapi-api.

“Terimakasih Ki Suromenggolo; apa yang engkau duga itu sama dengan apa yang diduga oleh anaknya, Ayu Sekar. Istriku melarang aku untuk pergi ke Istana, karena aku akan dibunuh oleh Raja.”

“Wahai Tuan Putri Ayu Sekar, ceritakan pada kita semua disini, bagaimana sikap ayahmu yang sesungguhnya terhadap kita disini; utamanya sikap Raja terhadap terwujudnya perdamaian.” Pinta Patih Ki Suromenggolo.

“Patih Suro, tentunya engkau heran melihat keluargaku, lain ayah lain anak.
Aku mempunyai pendapat yang berbeda dengan ayahku.
Aku akan beberkan semua hasil rapat rahasia di Istana Mataram yang sebenarnya harus dirahasiakan.

Sebenarnya hasil rapat yang disetujui oleh semua anggota rapat adalah aku sebagai jembatan perdamaian antara Mengir dan Mataram, dengan cara aku dijodohkan dengan Ki Ageng Mengir. Bukankah itu baik sekali, bahkan kakek-ku sangat mendukung upaya-upaya damai. Akan tetapi ayah ku tidak setuju, dia ingin Ki Ageng Mengir dibunuh mati.

Aku tau maksud ayahku yang tidak terang-terangan diungkapkan didalam rapat, karena dia menganjurkan kepadaku untuk berpura-pura kawin dengan musuhnya; tetapi dengan maksud yang sebenarnya mencelakakan musuhnya (suamiku), Ki Ageng Mengir.”

“Alangkah berat tugasmu, adinda Ayu Sekar. Hatiku terenyuh mendengar itu semua.” Kata Ki Ageng Mengir.

“Kelihatannya, tugas Ayu Sekar atas nama Kerajaan Mataram sudah selesai dan sukses. Tinggal kita dan musuh kita yang akan meneruskan tugas kearah perdamaian.
Akan tetapi telah dibeberkan sesuatu yang sangat rahasia didalam rapat itu oleh anaknya, bahwa Raja menginginkan Ki Ageng Mengir mati dibunuh.

Jika sekiranya hal ini tidak diungkapkan oleh Ayu Sekar, maka Pimpinan kita, Ki Ageng Mengir akan dengan senang hati pergi ke Istana untuk mati bukan untuk sungkem.

Karena Tuan memimpikan damai dengan Mataram.

Terimakasih Ayu Sekar.” Patih Suromenggolo memberikan pendapatnya.

Semua orang terdiam dan suasana Balairung menjadi sunyi.

Pada akhirnya Ayu Sekar buka suara kembali, “Kita dalam keadaan bahaya sekarang ini, dikarenakan Raja Mataram dan tentaranya akan menyerang kita kembali. Ingatlah akan peringatan Patih kita bahwa induk harimau akan datang mencari bayinya yang tercecer.
Marilah kita bersiap-siap seperti perang sebelumnya.
Bagaimana pendapatmu Patih.”

“Aku setuju sekali; memang sudah semestinya begitu.”

“Apa yang akan kusumbangkan demi tanah Mengir ini?”

Ki Ukur terkejut mendengar kata-kata Putri Pembayun, tetapi dia tidak dapat mengungkapkan satu patah katapun. Ki Ukur hanya berpikir, “Oh Putri Pembayun; engkau sekarang meninggalkan Kerajaan Mataram; engkau membela musuh ayahmu.”

“Aku akan menyumbangkan nyawaku demi perdamaian; bawalah aku dengan mata tertutup dan tangan terikat, baringkan diatas panggung, dimuka Istana Mataram, dan ancamlah aku dengan pembunuhan dimuka ayahku. Jika dia tidak mau menyerah dan berdamai, bunuhlah aku sungguh-sungguh. Dan bakar Istana ayahku.”

Ki Ageng Mengir berlari menghampiri istrinya, memeluknya dan menangis, “Jangan istriku, itu cara yang salah. Diperutmu ada keturunanku yang aku sayangi. Aku sungguh mencintaimu.”

Semua orang terdiam membisu; kembali Balairung menjadi sunyi senyap.

Pada akhirnya Patih Suromenggolo berbicara, “Benar kata Tuan Putri bahwa kita pasti akan diserang; apalagi jika kita diam saja setelah mendapat undangan dari Raja Mataram. Jadi sebaiknya kita serang lebih dahulu. Dan aku akan menyerang langsung ke Istana habis-habisan. Didalam peperangan ini kita tentukan sudah; siapa yang akan kalah dan siapa yang akan menang.

Bagaimana kawan-kawan, siapkah kalian?”

“KAMI SIAP SEDIA MATI DAN SIAP SEDIA MENANG” Seluruh prajurit berteriak.

Ki Ageng Mengir sangat tergugah semangatnya. Dia termenung sebentar dan kemudian dia memberikan strategi perang yang akan menentukan menang atau kalah.

“Aku akan pergi ke Istana, seolah-olah aku tidak tau bahwa aku akan dibunuh oleh ayah mertuaku. Sementara itu kalian bersembunyi di hutan Mentaok, disebelah barat Istana.
Tunggulah komandoku berupa cahaya roket yang akan dilepas oleh Ki Kancil Alit.
Kemudian engkau semua menyerang masuk kedalam Istana yang tidak terjaga; bakarlah Istana, bunuh Raja dan semua Keluarga Raja. InsyaAllah kita akan menang.”

“Selama itu Tuan berada dimana dan sedang apa?” Patih bertanya.

“Aku disuruh oleh ayah mertuaku untuk Sungkem kepada beliau, jadi aku sedang sungkem.”

“Nah, pada saat itu nyawa Tuan sedang terancam, saat itulah Tuan akan dibunuh.”

“Bila aku mati dibunuh, Kancil Alit akan melepaskan roket keudara dan kemudian kalian datang membelaku.”

“Bagaimana caranya agar Tuan tidak mati terbunuh disaat itu?”

“Sebenarnya aku mengharapkan perdamaian. Ada secercah harapan akan hal nya damai, walaupun sudah disanggah oleh Ayu Sekar.
Jika sekiranya aku dipeluk oleh Raja Mataram dan beliau berkata, selamat datang anak menantuku. Marilah kita berdamai demi rakyatku dan rakyatmu. Aku akan senang.”

(Bersambung)

No comments: