Saturday, June 19, 2010

Antara Cinta dan Benci part 6



Thursday, October 23, 2008
Raja Menjadi Gila

Diceritakan kembali oleh Satoto Kusasi



Bab 1

Hari naas bagi Putri yang ditunggu akhirnya datang. Disuatu malam yang kelam, serombongan perampok yang berjumlah lima belas orang mendatangi sebuah rumah besar yang kelihatannya sunyi. Mereka adalah Bulus Lunyu dan kawan-kawannya; Muka mereka ditutupi kedok. Mereka kelihatannya garang dan benar- seperti perampok, tetapi sesungguhnya mereka adalah agen rahasia Raja Girindrawardana. Tugas mereka sudah jelas, membunuh Putri yang mereka duga sedang dalam keadaan tanpa atau sedikit pengawal-an.

Mereka menambatkan kudanya ditepi hutan yang agak jauh. Kemudian mengendap-endap mendekati sasarannya. Kemudian menyerbu secara serentak masuk kehalaman rumah.

Akan tetapi, malang bagi mereka, sejumlah anak panah beterbangan mengenai sasarannya, lima orang diantara mereka mengerang kesakitan, tertembus panah dan langsung mati. Belum lagi selesai, dari dalam rumah sudah keluar sejumlah prajurit yang langsung menyerang
Maka terjadi pertempuran kecil yang tidak seimbang. Para perampok memilih selamat; Mereka melarikan diri ke arah kudanya. Kemudian lari secepatnya ke arah timur, guna melaporkan hasil kerjanya yang gagal kepada Tuannya, Raja Girindrawardana.

“Nampaknya ada orang diantara kita yang telah membocorkan rencana pembunuhan ini kepada pihak ke tiga. Siapa diantara kalian yang telah membocorkan; Hayo mengaku!” Kata Bulus Lunyu kepada para pengikutnya, sambil melarikan kudanya.

“Bukan kami Tuan; kami tetap memegang rahasia ini. Kemungkinan orang yang telah membocorkan tugas rahasia ini adalah pelayan Tuan sendiri yang menghidangkan kopi dan pisang goreng sewaktu kita mengadakan rapat di rumah Tuan; Dia-lah orang yang kami curigai.”

Bulus Lunyu  berpikir didalam hati, “Rasanya tidak mungkin dia; Dia yang aku percaya dan sudah mengabdi kepadaku bertahun-tahun. Serasa tidak mungkin dia adalah seorang agen rahasia dari Pangeran Sora Mahisa.”

Perjalanan mereka memakan waktu dua hari non stop, hingga sampai ke Markas Raja di sektor Utara Timur.

Didalam tenda, Raja sedang dihibur oleh para dayang penghibur Raja, dan juga hadir sejumlah prajurit dibawah pimpinan Penyewu Boyo Lali.

Tiba-tiba, masuklah Bulus Lunyu dan kawan-kawannya yang langsung menghadap Raja. Kelihatannya Bulus Lunyu sudah demikian dipercaya oleh Raja, sehingga tidak ada halangan tata-krama protokoler bagi dia untuk menghadap Raja.

Akan tetapi, keadaan di medan tempur tentunya akan berbeda situasinya dengan keadaan di Istana; Ditempat ini  tidak ada ruangan rahasia yang khusus, dimana Raja dapat membicarakan hal yang bersifat sangat rahasia, tanpa diketahui oleh pembantu-pembantunya.

Bulus Lunyu langsung melapor akan hal kegagalannya, “Tuan kami telah gagal didalam menjalankan tugas; hal ini disebabkan rencana rahasia kita sudah diketahui oleh orang lain, sebelum dilaksanakan.

Jadi sewaktu kita baru memulai melancarkan serangan, kita sudah didahului, diserang oleh banyak serdadu; Bahkan lima kawan kami telah mati terpanah. Untunglah kami dapat melarikan diri dengan selamat.

“Siapakah yang telah membocorkan tugas rahasia kita?” Tanya Raja.

“Kami tidak tau Tuan.”

Raja berpikir keras dan panik, “Jika anakku tau tentang rencanaku, maka dia akan marah kepadaku dan kemudian akan terjadi perang saudara.
Sudah semestinya sipembocor rahasia ini harus diberi hukuman berat; Hukuman mati digantung, karena dia adalah sumber malapetaka ini; Siapa kira-kira orang itu?

Boyo Pitu adalah sahabat dekat dari Pangeran Sora Mahisa; Jadi, dia lah orang yang patut dicurigai sebagai biang kekacauan.
Dia harus dijatuhi hukuman berat !”

Setelah diam beberapa saat, tiba-tiba Raja memerintahkan kepada para pengawalnya, “Tangkap Boyo Pitu! Dan gantung beserta seluruh keluarganya!”

Semua yang hadir didalam tenda Raja terkejut, terlebih Boyo Lali yang dikarenakan dia adalah adiknya Boyo Pitu; Maka ada kemungkinan Boyo Lali pun akan dihukum.

Oleh sebab itu, Boyo Lali beringsut-ingsut mendekati pintu tenda perlahan-lahan dan kemudian keluar.  Dia mendekati kudanya dan lari.  Demikian juga para pengawalnya yang ikut lari.

Raja memang benar-benar panik disebabkan rasa was-was akan kemungkinan datangnya serangan dari anaknya sendiri, Pangeran Sora Mahisa.
Karena panik, maka jalan pikirannya tidak lagi waras. Dia benar-benar memerintahkan untuk menggantung Penyewu Boyo Pitu sampai mati,  tanpa diadili lagi.

Penyewu Boyo Pitu tercengang tidak mengerti dan lama kemudian dia meratap-ratap meminta ampun, “Apa salahku, apa salahku ?. Katakan sebelum aku mati !, Aku harus tau, apa salahku ?.”
Demikian Boyo Pitu meratap; Keadilan sudah lenyap dari dirinya. Lenyap sudah semua jasanya kepada Negerinya, dikarenakan Raja tidak lagi dapat menghargai jasanya secara tiba-tiba. Dia adalah orang yang hina dimata Raja. Bahkan dia sama seperti seorang penjahat, walaupun belum dibuktikan kesalahannya.

Sementara itu, Boyo Lali memberi khabar akan hal-nya kelakuan Raja yang sudah tidak wajar atau sudah gila, kepada semua jajaran militer yang ada di kem itu.

“Hai kawan, Raja kita sudah gila! Dia memberi hukuman gantung sampai mati kepada Penyewu Boyo Pitu. Dan mungkin dia akan menangkapku untuk digantung juga karena aku adalah adik Boyo Pitu. Mari kita lari dari sini dan bergabung dengan laskar Pangeran Sora Mahisa.”

Salah seorang tantama militernya bertanya, “Apa alasan hukuman itu?”

“Raja menyangka Boyo Pitu telah membocorkan rahasia Raja untuk membunuh Putri Sekarpandanwangi.  Akan tetapi,  tugas rahasia itu telah gagal dilaksanakan, dikarenakan sudah bocor sebelum dilaksanakan.”  Jawab Boyo Lali.

Semakin banyak pasukan yang mengikuti Penyewu Boyo Lali; dan mereka kemudian lari kearah barat, menuju Kaliurang.

Patih Gajah Urip mendapat laporan bahwa banyak serdadu yang lari dan bergabung dengan pasukan Pangeran Sora Mahisa; semua itu disebabkan tindakan Raja yang telah menggantung mati Penyewu Boyo Pitu.

Patih Gajah Urip pun sependapat dengan Boyo Lali bahwa Raja telah gila dan tindakannya sewenang-wenang, bahkan memecah-belah Persatuan.  Jadi Raja seharusnya mundur atau di perangi jika tidak mau mundur.

Dia perlu menghadap Raja guna melaporkan akan hal-nya banyak serdadu yang telah meninggalkan tugas; lari kearah barat bersama Penyewu Boyo Lali.

“Baginda, kami melaporkan bahwa kurang lebih seribu prajurit telah melarikan diri kearah barat, untuk bergabung dengan legiun Pangeran Sora Mahisa.”

Akan tetapi Raja Girindrawardana tidak menanggapi laporan Patihnya, bahkan dia memerintahkan serangan ke pada Pangeran Sora Mahisa, “Patih, besok pagi kita akan gempur Pangeran Sora Mahisa. Siapkan pasukan kita untuk menangkap Pangeran dan kekasihnya dan kemudian gantung sampai mati.”

“Baik Baginda.” Patih cepat-cepat berlalu dari hadapan Raja. Jika berlama-lama bersama Raja, maka akan lebih banyak perintah yang tidak wajar keluar dari mulut Raja.

Patih Gajah Urip perlu mengadakan rapat konsolidasi diantara jajarannya. Maka malam itu dia bersama dengan beberapa Penyewu mengadakan rapat sangat rahasia didalam menghadapi Raja yang semakin sewenang-wenang.

“Saudara-saudara, sudah kita saksikan peristiwa yang terjadi secara tidak wajar dihadapan kita, yaitu hukuman mati terhadap kawan seperjuangan kita, Penyewu Boyo Pitu.

Belum lagi itu selesai, sudah keluar lagi perintah Raja yang lebih gila, yaitu hukum gantung terhadap Pangeran Sora Mahisa bersama kekasihnya.
Jadi, kita harus berperang melawan kawan kita sendiri, Pangeran Sora Mahisa di Kaliurang.  Hal ini sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan.

Besok pagi seluruh pasukan kita sudah harus bergerak kerah barat guna menangkap Pangeran.

Jadi aku berkesimpulan bahwa Raja sudah gila dengan memerintahkan hukuman mati bagi anaknya sendiri. Betulkah kesimpulan ku ini, saudara-saudara?”

“Benar Patih, memang benar dia sudah gila. Marilah kawan-kawan,  kita hadapi dia bersama-sama. Tetapi, bagaimana caranya?”  Tanya salah seorang perwira militer.

“Aku perintahkan agar setiap prajurit membawa bendera putih, guna dikibarkan sewaktu kita akan menghadapi pasukan Sora Mahisa. Kita harapkan pasukan Mahisa mau berdamai dengan kita dan kemudian kita akan tangkap Raja.”


Bab 2

Putri Sekarpandanwangi puas dengan hasil kemenangan pasukan Sora didalam pertempuran menghadapi para perampok.
Dia berpikir didalam hati, “Oh Sora Mahisa kekasihku, kuucapkan terimakasihku.
Wahai singa jantan, engkau benar-benar  telah menepati janjimu untuk membela anak ayam yang lemah ini.
Sesungguhnya, rencanaku semula adalah untuk membunuhmu, tetapi sekarang ini sudah hilang sama sekali rencana tersebut. Sekarang, aku sudah tidak mempunyai  rasa benci dan dendam lagi kepadamu.  Akan tetapi sebaliknya, cintaku kepadamu tumbuh kembali; cintaku kepadamu timbul kembali seperti sediakala.
Aku akan menjawab pertanyaanmu yang telah kutunda-tunda untuk menjawabnya, ‘Benar, aku mau menerima engkau sebagai kekasihku; Kembalilah kepadaku sayang.”

Aku sekarang bukan lagi seperti anak ayam, tetapi Raja elang dengan cakar yang tajam dikarenakan pasukanmu sudah berada ditanganku.
Raja elang itu akan terbang diangkasa; dengan matanya yang tajam dan selalu mengawasi mangsanya, yaitu seekor ular.

Dan engkau wahai Raja Girindrawardana! Engkau sesungguhnya, hanya-lah seekor ular kecil, bukan lagi seekor python. Kuku cakarku akan segera menerkam tubuhmu yang ramping.”

Sehari kemudian, pasukan Pangeran Sora Mahisa dengan kekuatan dua ribu personil datang ke Kaliurang, guna mendirikan pos militer dalam menghadapi pasukan Demak.

Mereka segera bekerja mendirikan markas militer Wulansari di Kaliurang. Hutan disekitar kediaman rumah Putri menjadi ribut hingar bingar. Hal ini membuat Akuwu Wengker beserta pasukannya pergi menyembunyikan diri di balik bukit. Tetapi Ki Manjangan tetap mengawasi tingkah-laku musuhnya.

Pertemuan antar kedua pasang kekasih itu, sekarang penuh dengan kemesraan. Mereka berpelukan dan berciuman, berkepanjangan didalam melepas rindu.  Suatu hal yang sudah tidak lagi menjadi halangan didalam hati Putri.
Lenyap sudah rasa dendam di hati Putri Sekar.  Dendamnya beralih kepada ayah-nya, Raja Girindrawardana.

Keduanya mengakui bahwa hubungan mereka pernah retak dikarenakan perang yang sangat brutal. Sekarang tiba masanya untuk menghentikan perang yang menjadi tugas mereka berdua.

“Kanda, aku sangat menghargai bantuanmu, sehingga aku dapat lepas dari marabahaya yang telah mengancamku. Perampok-perampok telah menyerang rumahku. Tetapi mereka dapat diusir oleh prajurit-prajurit setiamu. Bahkan ada bebarapa orang perampok yang telah mati.”

“Mari kita lihat, siapa mereka yang telah tewas itu sebenarnya.” Pangeran menggandeng Putri ketempat pertempuran terjadi.

Pangeran memberi komentar, “Mayat yang ini aku kenal sebagai agen-rahasia Raja; Jadi sudah jelas bahwa Raja menghendaki engkau mati dengan mengirim agen-agen rahasianya kerumah ini.”

“Jadi untuk selanjutnya aku harus bagaimana?” Tanya Putri dengan manja, tetapi juga dengan rasa takut.

“Untuk sementara engkau dalam keadaan aman; Kita akan lihat selanjutnya bagaimana reaksi si ular python setelah usahanya ternyata mengalami kegagalan.”

Putri Sekar memberi reaksi ke-kecewaan, “Jadi kita hanya dapat menunggu ?. Kita berdua akan menunggu bagaimana sikap dia selanjutnya setelah dia tau bahwa rencana rahasia untuk membunuh calon menantunya sudah terbongkar ?.”
Sora menjawab kekecewaan kekasihnya, “Memang benar seperti itu; Apa lagi yang akan kita perbuat untuk menghadapi dia, orang yang sangat berkuasa di Negeri ini ?”

“Serang dia !, Gempur dia ! Dan turunkan dia dari jabatannya sebagai Raja.  Engkau adalah Raja yang pantas di Kerajaan Wulansari.”  Kata Putri Sekar dengan nada ber api-api.

“Biarkan saja dia yang akan lebih dahulu bertindak; Tindakannya aku yakin akan menjadi  kesalahan yang kedua;  Baru lah setelah itu, kita yang akan bertindak.”  Kata Sora Mahisa.
Putri menjadi lebih tenang, walaupun hatinya geram untuk menghukum Raja Girindrawardana.
Semingu kemudian, Pangeran Sora Mahisa perlu mengadakan apel lapangan guna meningkatkan semangat juang para prajuritnya. Para prajurit kelihatan letih dan tidak ada semangat dalam situasi menunggu hari-hari pertempuran melawan Demak.

“Saudara, saudara, sengaja pagi ini kita berkumpul didalam barisan yang kompak dan selalu kompak, guna menunggu musuh kita, tentara Demak.

Aku tau bahwa engkau menjadi bosan di-saat menunggu seperti ini. Akan tetapi akan menjadi lebih baik menunggu dari pada bertempur, bukan? Jika kita harus membunuh orang yang kita tidak kenal sama sekali, tentulah kita akan dikutuk oleh Dewa.
Marilah kita mintakan kepada Para Dewa agar pertempuran dengan tentara Demak dapat di batalkan. Kehendak Dewa tentu akan lebih kuat dibandingkan dengan kehendak seorang Raja.”

“Benar Tuan, kami sudah bosan dengan peperangan yang terus menerus di tanah Majapahit ini. Lebih baik kita menjadi petani atau pedagang dan bekerja untuk kesejahteraan rakyat; Daripada berkelahi dengan orang yang tidak  kita kenal.” Teriak seorang prajurit.

“Ya betul! Aku setuju dengan mu. Peperangan ini, tidak ada gunanya, tetapi akan membuat rakyat lebih menderita; Menjadi lebih melarat dan hina.”

Tiba-tiba seorang pengawas menara datang melapor kehadapan Pangeran, “Tuan, sebuah pasukan dengan memakai seragam kita sedang menuju kesini; mereka pastilah kawan-kawan kita, pasukan dari sektor Timur, sektor Raja.”

Sora berpikir dan menduga-duga, “Mengapa mereka datang kesini ?  Mungkin sektor Timur sudah dikuasai oleh tentara Demak dan pasukan ini hanyalah  sisa pasukan yang kalah, yang sedang meminta bantuan kepadaku”.

Mereka adalah seribu pasukan Wulansari dibawah pimpinan Boyo Lali.
 Mereka datang pada saat pasukan Mahisa sedang mengadakan apel lapangan.

“Cilaka! Cilaka! Cilaka!” Teriak Boyo Lali dihadapan Pangeran, sambil turun dari kudanya dan kemudian langsung jatuh tertidur di rumput, kepayahan.

Pangeran memberikan kendi air dingin kepada Boyo Lali, “Minumlah air dingin ini terlebih dahulu, kemudian tenangkan hatimu dan ceritakan kabar buruk apa yang sedang menimpamu, kawan!”

Boyo Lali minum air kendi dingin dan berkata, “Ayahmu telah menjadi gila; dia telah menghukum mati kakak-ku tanpa diadili lebih dahulu.
Dan kabar terakhir yang kuterima tadi, Raja dan pasukan kita sedang menuju kesini guna menangkap mu dan kekasih mu.
Tentulah hukuman mati akan dijatuhkan kepada kalian berdua.”

“Apa alasannya?”  Tanya Pangeran Sora.

“Ini semua disebabkan oleh seorang wanita, yaitu Putri Sekarpandanwangi, kekasihmu itu.
Raja memerintahkan kepada Bulus Lunyu untuk menghabisi Putri di rumah ini; Akan tetapi rencana itu telah gagal total yang disebabkan rahasia telah bocor sebelum dilaksanakan.

Cilakanya, Raja telah menuduh Boyo Pitu yang telah membocorkan rahasia itu, tanpa bukti sama sekali; Oleh sebab itu lah Boyo Pitu dihukum mati s, tanpa diadili.
Dia sudah mati,di tiang gantungan.

Waktu nya sangat sempit untuk engkau dapat menyelamatkan diri. Karena Raja beserta pasukannya akan datang ketempat ini, guna menghukum mati engkau dan kekasihmu.

Ganjil dan lagi aneh, dimana ada seorang ayah yang akan membunuh anaknya sendiri.  Akan tetapi ini adalah suatu kenyataan ! Bukan main-main atau senda gurau. 
Kakakku, Boyo Pitu adalah bukti dari kesadisan Raja terhadap Perwiranya sendiri.
Dia telah mati, walaupun dia telah berjasa kepada Negara.”

“Jadi,apa salahku?  Apakah hanya karena aku mau kawin dengan seorang wanita ?” Tanya Pangeran Sora Mahisa

“Aku tidak tau! Itulah sebabnya aku mengatakan dia sudah gila. Tetapi, mungkin dia telah menyangka engkau akan menyerang Raja disebabkan rencana pembunuhan Putri Sekar yang gagal; dan engkau sudah mengetahui siapa dalang dibalik pembunuhan ini. Dia sedang dalam perjalanan kesini guna menyerang engkau lebih dulu sebelum engkau menyerangnya.”

“Aku harus bagaimana Boyo; berilah aku nasihat!”  Pinta Sora dengan raut muka yang harus dikasihani.

“Kebetulan sekarang serdadumu sedang apel; pergunakan kesempatan ini untuk memecah pasukanmu dalam dua kelompok. Yang satu adalah kelompok yang akan membantumu, sedang kelompok kedua adalah kelompok yang akan membantu Raja.

Mari kita bersiap-siap guna menghadapi perang saudara.”  Kata Boyo Lali.

“Perang saudara? Ini perang yang paling aku benci; baru saja aku mengatakan kepada prajuritku, tidak ada guna-nya membunuh orang yang tidak kita kenal sama sekali.
Bagaimana caranya aku harus memberi tahukan para prajuritku bahwa sekarang bahwa kita harus membunuh saudara kita yang sudah kita kenal baik. Cilaka!”

Boyo Lali berkata keras kepada Pangeran, “Apa boleh buat !. Sudah, jangan diperpanjang lagi !, Cepat laksanakan, karena waktunya sempit sekali !”

Pangeran Sora Mahisa kembali tampil di podium, dihadapan para prajuritnya.

Sementara itu para prajuritnya sudah memaklumi akan halnya musibah yang dijatuhkan Raja kepada Penyewu Boyo Pitu. Mereka telah mendapatkan kabar itu dari teman-temannya yang baru datang.

“Saudara-saudara seperjuangan, kita telah kedatangan kawan-kawan kita dari sektor timur yang tidak kita sangka-sangka.

Engkau tentu-nya sudah tau dari pemberitahuan kawanmu itu bahwa kita sedang mendapat musibah yang dijatuhkan oleh Raja. Mengapa Raja menjadi sangat marah bahkan lebih marah lagi terhadap anaknya sendiri, .....aku !.

Semua ini disebabkan karena seorang wanita, yaitu kekasihku yang akan menjadi istriku. Masalahnya adalah ayahku tidak setuju aku kawin dengan seorang Putri dari Raja Kerajaan Medang, Putri musuhnya.

Aku ingin bertanya kepadamu, apakah engkau setuju atau tidak setuju bila aku mengawini wanita itu?”

“KAMI SETUJU!” Para prajurit serentak berteriak.

“Bahkan kami sangat bangga dengan Putri Sekarpandanwangi yang akan dapat berada ditengah-tengah kita.” Teriak seorang prajurit.

Sora melanjutkan, “Permasalah yang timbul tidak lah se-sederhana seperti itu. Raja dan pasukannya sedang dalam perjalanan menuju kesini guna memerangi kita disini, kemudian menangkapku, menggantungku bersama kekasihku hingga aku mati.

Aku ingin tau siapa diantara kalian yang menyetujui tindakan Raja; Maka kuminta kalian yang berpihak kepada Raja berbaris disebelah kiriku.
Sedangkan yang berpihak kepada ku, berbaris di sebelah kananku.

Bila Raja dan pasukannya sudah datang mendekat, maka mereka yang setuju dengan Raja-nya dapat bergabung dengan Raja.
Percayalah, aku tidak akan menciderai mu.

Nah, sekarang laksanakan!”

Semua prajurit-prajurit itu menjadi bingung, tidak tau harus bagaimana. Banyak komentar-komentar yang keluar dari mulut mereka.

Salah seorang prajurit berkomentar, “Hai kawan-kawan ! Kita sebenarnya akan diadu untuk saling bunuh diatara kawan-kawan kita sendiri. Ada apa ini?”

“Ya benar kawan! Ini adalah masalah Keluarga Kerajaan, jadi sebaiknya kita-kita ini janganlah diikut sertakan.
Seharusnya masalah ini dapat diselesaikan oleh mereka sendiri, antar Keluarga Kerajaan sendiri.”

Tiba-tiba terdengar suara keras tetapi merdu dari seorang wanita yang sedang membaca puisi,

Perang terus berlanjut
Sawah jadi ajang bunuh membunuh
Prajurit berkuda menghalau musuh
Musuh menombak, menusuk
Siapa yang menyuruh?

Rakyat menjerit diatas penderitaan
Raja tidak perduli, apalagi akan kesejahteraan
Wabah penyakit merebak, menewaskan
Kelaparan meraja-lela.
Petani tak dapat kerja
Siapa yang harus dipersalahkan?

Dia yang memerintah.
Raja tamak, gila, menjijikan
T’lah membunuh perwira Boyo Pitu
Bahkan ‘kan membunuh anaknya sendiri
Tak berbekas jasa Boyo bagi Negeri-nya
Lenyap keadilan bagi Boyo seorang.

Wahai kawan!
Sudah jelas, siapa hitam siapa putih
Mari bersatu tegakkan keadilan
Kita tak sudi dia Raja
Tumbangkan kekuasaan-nya
Songsong dia dengan pedang.

Semua prajurit terdiam; mereka mendengarkan alunan puisi yang dibacakan. Puisi yang jelas maksud dan tujuannya.

Tak lama kemudian, keluar seorang wanita anggun, penuh kharisma, cantik dan ber wibawa. Dia keluar dari rumah besar dan menghampiri Pangeran Sora Mahisa. Pangeran bergegas menyambutnya, menggandengnya dan membawanya keatas podium.

Semua prajurit berdecak kagum, “Pantas saja kalau dia menjadi masalah buat kita; Karena wanita ini memang pantas menjadi pendamping Pangeran, sekalipun ayahandanya tidak setuju.”

Pangeran Sora Mahisa kembali berpidato, “Saudara-saudara! Dia, perempuan yang ayu penuh kharisma yang ada disampingku ini, adalah pusat dari masalah kita sekarang ini.

 Akan tetapi dia tidak bersalah bahkan dia adalah manusia yang paling teraniaya, teraniaya oleh Raja kita sendiri. Ayahnya telah dibunuh atas perintah Raja Girindrawardana.   Demikian juga ibu dan ibu tirinya.
Dan sekarang,  Raja berencana membunuh dia dan aku. Dia akan datang sebentar lagi.
Oleh sebab itu, sudah jelas siapa hitam dan siapa putih.

Sekarang, terserah kepadamu !, Apakah engkau mau membela yang hitam atau mau membela yang putih. Aku tidak perduli, semua kuserahkan kepada Para Dewa.
Laksanakan segera!

“KAMI AKAN MEMBELA YANG PUTIH. TIDAK SEORANGPUN YANG AKAN MEMBELA RAJA !!”  Seluruh legiun Wulansari berteriak gegap gempita.

“Terimakasih atas petolonganmu. Marilah kita songsong Raja dengan pedang didalam barisan yang kompak.”

(Bersambung)

No comments: